Liputan6.com, Cilacap - Rasim (55), seorang buruh asal Desa Planjan, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, meninggal tersambar kereta api ketika melintas di perlintasan kereta api tak berpalang di KM 384 +1/2 yang berada di antara jalur Stasiun Lebeng-Kesugihan, Cilacap, Minggu, 30 Juli 2017.
Ketika akan melintas, korban diduga tak menyadari ada Kereta Api Serayu Malam yang tengah melesat dari arah Jakarta.
"Korban tertabrak dan terseret kereta api sejauh 200 meter, kemudian setelah jarak 400 meter kereta api berhenti untuk meminggirkan sepeda motor yang terseret," kata Kapolsek Kesugihan, AKP Asep Kusnadi, Minggu, 30 Juli 2017.
Rasim bukanlah korban satu-satunya pintu kereta tak berpalang. Pada 18 April 2017, kejadian tragis dialami satu keluarga asal Desa Nusawungu yang hendak menghadiri hajatan.
Mobil yang mereka tumpangi tertabrak KA Lodaya berkecepatan tinggi, di perlintasan tanpa palang pintu Sigong, Desa Pucung Lor, Kecamatan Kroya. Enam orang tewas, dua luka berat, tujuh lainnya, termasuk sopir, menderita luka.
Masalah keduanya sama, pelintas dianggap tak waspada ketika melintasi rel kereta api tak berpalang pintu. Di Perlintasan Sigong, masyarakat secara swakarsa, sebenarnya telah menjaga perlintasan yang cukup ramai ini. Namun, saat kejadian, tidak ada warga yang menjaga.
Advertisement
Baca Juga
Kapolres Cilacap, AKBP Yudho Hermanto mengatakan, faktor utama kecelakaan itu adalah tidak adanya pengaman atau pintu pada perlintasan itu. Lagi-lagi, pengendara yang tak berhati-hati.
"Lokasinya memang bukan perlintasan yang berpalang pintu, maka harus menjadi perhatian pengendara agar saat melintas di perlintasan kereta api, baik yang ada palang pintunya atau pun tidak untuk lebih waspada," kata Kapolres.
Soal kejadian ini, Manajer Humas PT KAI Daerah Operasi 5 Purwokerto, Ixfan Hendriwintoko mengakui jika di wilayahnya terdapat ratusan perlintasan kereta tak berpintu. Namun, dia menampik bahwa di Pucung Lor tidak berpalang pintu.
Dia mengatakan di perlintasan kereta Pucung Lor ada palang pintu yang dibuat oleh Pemda setempat. Hanya saja, palang pintu tersebut diakuinya bukan dibangun dan berstandar PT KAI.
"Ada palang pintunya, tetapi bukan standar dari PT KAI. Cuma, ada sih palang pintunya. Itu kan swadaya masyarakat, Pemda katanya. Yang jelas bukan PT KAI (yang membangun). Kalau di situ, pos jaganya memang resmi," ujar Ixfan.
Secara keseluruhan, kata dia, di wilayah Daop 5 Purwokerto terdapat 376 perlintasan kereta api. Sebanyak 70 pintu perlintasan resmi dan dijaga PT KAI, 18 titik pintu perlintasan dijaga oleh Pemda, serta 288 pintu perlintasan tidak resmi atau tidak terjaga.
Ixfan mengklaim, pihaknya juga terus mengurangi jumlah perlintasan kereta tak berpalang pintu. Upaya ini dilakukan dengan cara menutup paksa perlintasan berbahaya secara bertahap.
"Mengingat jika tidak segera dilakukan penutupan pada JPL-JPL sebidang tanpa izin atau liar maka dampaknya akan terus memakan korban," kata Ixfan.
Dia menegaskan, kewajiban pengguna jalan juga termuat dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 yang berbunyi, pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
"Pada dasarnya, pintu perlintasan bukan rambu-rambu lalu lintas melainkan alat bantu untuk mengamankan perjalanan KA. Jadi, kami berharap pengguna jalan raya menyadari akan hal tersebut. Utamakan keselamatan diri dan orang lain," kata Ixfan.
Saksikan video menarik di bawah ini: