Sukses

Harga Garam Melonjak, Telur Asin Brebes Masih Asin?

Harga garam membuat pedagang telur asin di Brebes galau.

Liputan6.com, Brebes - Harga garam melonjak tinggi belakangan ini. Salah satu yang terkena imbasnya adalah kalangan perajin telur asin di Brebes, Jawa Tengah. Sebab garam adalah salah satu bahan pokok industri makanan khas kabupaten sentra bawang itu.

Salah seorang perajin telur asin di Kabupaten Brebes, Komarudin (50) mengaku, lonjakan harga garam sudah memberatkannya dalam sepekan terakhir. Garam kualitas terbaik (super) yang digunakannya, dia mencontohkan, harganya dari Rp 8.000 menjadi Rp 12.000 per kilogramnya.

Harga garam memang naik tinggi, tapi dia tetap mencampur takaran garam seperti biasanya yakni dengan perbandingan 3:2:1. Perbandingan tersebut terdiri dari tiga kilogram abu, dua kilogram garam, dan satu kilogram bubuk bata merah yang dimasukkan dalam satu ember besar. Satu ember itu biasanya berisi seribu telur lebih.

"Ya kalau biasanya per seribu butir itu biaya produksinya mencapai Rp 500 ribu. Namun karena ada kenaikan harga garam, biaya produksi bisa mencapai Rp 600-700 ribu," katanya di Brebes, Senin (31/7/2017).

Saat ini harga telur asin di tokonya dibanderol Rp 4.000 per butirnya. Meski biaya produksinya naik, dia tidak akan menaikkan harga telur asin di tokonya. Pasalnya, dia takut jika harga telur dinaikkan akan mengurangi jumlah pembeli.

"Sebenarnya saya bingung, mau dinaikkan takut konsumen berkurang. Tapi kalau harga tetap saya yang repot," ujarnya.

Harga garam yang tinggi ini, kata dia, bisa diatasi dampaknya bagi industri kecil dengan bantuan dari pemerintah. Dia berharap, pemerintah mau memerhatikan pelaku usaha telur asin di Brebes. Salah satunya menyediakan garam untuk para pengusaha telur asin.

2 dari 3 halaman

Harga Garam Melonjak Fantastis

Sebulan belakangan ini harga garam melonjak drastis. Hal itu karena kelangkaan yang terjadi di beberapa daerah produsen garam.

Naiknya harga garam membuat senang petani garam di Desa Sawojajar, Kecamatan Bulakamba, dan Desa Kaliwlingi Kecamatan Brebes yang merupakan sentra produksi garam di Brebes.

Kanto (40), petani garam di Desa Sawojajar, mengaku senang lantaran harga garam terus melonjak. Pasalnya, dalam lima tahun belakangan kenaikan harga garam tak sampai berlipat-lipat seperti sekarang.

Saat kondisi normal, dia bisa menjual garam dengan harga hanya Rp 500 per kilogram. Namun, saat ini, ia yakin bisa menjual hingga Rp 3.000 hingga Rp 4.000 per kilogram.

"Lumayan sekarang harga garam bisa naik hingga delapan kali lipat dari biasanya," katanya.

Ia menilai kenaikan garam lantaran stok garam di sejumlah gudang sudah menipis, bahkan habis. "Di Brebes saja stoknya sudah habis. Kemungkinan di daerah lain pun sama. Garam jadi langka," katanya.

Penyebab stok garam saat ini menipis, kata Kanto, karena pada tahun lalu, hampir setiap hari hujan. Sehingga, produksi tidak maksimal.

"Stok yang masih ada disimpan petani saat ini merupakan hasil panen tahun lalu. Stok sedikit karena tahun lalu hampir tidak ada musim ketiga (musim kemarau), sering turun hujan," ungkapnya.

Hal senada juga diungkapkan petani garam lain di Desa Kaliwlingi, Dastam (52). Menurut dia, saat ini ia bisa menjual garam dengan harga hingga Rp 4.500 per kilogram dari harga sebelumnya Rp 500 per kilogram.

"Harga di tingkat petani sekarang sudah menyentuh Rp 4.000 per kg, tapi kalau di pasaran sudah Rp 5.000 per kg. Itu garam jenis krosok," jelasnya.

Ia menjelaskan, baru kali ini petani garam bisa merasakan manisnya harga garam. "Makanya saat ini cepat-cepat (tanah) diolah agar cepat panen. Jadi saat panen harganya masih tinggi," ucap Dastam.

Kondisi sebelumnya, hujan terus turun sehingga mengganggu produksi garam. "Baru beberapa pekan terakhir ini tidak turun hujan," tuturnya.

Dia menyebutkan, dari satu hektare garam, ia bisa memproduksi garam 5 ton sekali panen.

3 dari 3 halaman

Nelayan Beralih Jadi Petani Garam

Seiring lonjakan harga garam, para nelayan di Desa Sawojajar, Kecamatan Wanasari dan Desa Kaliwlingi Kecamatan/ Kabupaten Brebes, saat ini beralih menjadi petani garam.

"Saat harga garam sedang tinggi, menjadi petani garam lebih menguntungkan dibandingkan melaut," ucap Abdul (50), seorang nelayan Desa Sawojajar.

Selain harga garam tengah naik signifikan, kata Abdul, saat ini sedang musim kemarau sehingga sangat pas jika saat ini menjadi petani garam.

"Kalau musim dan berangin seperti sekarang ini, ikan besar di pinggiran (laut) tidak ada. Orang sini ngomongnya air sedang dingin," kata dia.

Sebagian besar nelayan akhirnya beralih pekerjaan jadi petani garam. Saat musim penghujan, mereka akan meninggalkan lahan garam dan beralih menjadi nelayan rajungan.

Abdul mengatakan, harga jual garam saat ini sangat tinggi hingga mencapai Rp 4000 per kilogram, sedangkan saat kondisi normal hanya sekitar Rp 500 per kilogram.

Harga jual garam yang relatif mahal mendatangkan keuntungan bagi petani. Seorang nelayan yang beralih jadi petani garam adalah Nur Samadikun (55) warga Sawojajar.

"Membuat garam juga tidak begitu sulit," katanya

Ia menjelaskan, proses pembuatan garam dimulai dengan menampung air laut selama sekitar sepekan di petak penampungan hingga terjadi perubahan kondisi air. Air tampungan dialirkan ke petak lain untuk kristalisasi.

"Satu petak lahan garam bisa dipanen berkali-kali. Tiap satu pekan, kami dapat memanen garam hingga 10 petak di lahan sekitar satu hektare," ucap Samadikun.

Menurutnya, saat tidak menjadi petani garam pada musim hujan, ia memilih menjadikan lahan pengolahan garam jadi tambak ikan bandeng.

Ia menjelaskan, budi daya bandeng memerlukan air hujan yang melimpah. Bila tambak bandeng dipertahankan selama kemarau, para petani akan rugi karena curah hujan tidak mencukupi.