Sukses

Lubuk Larangan Jambi Jadi Ladang Penelitian Profesor Amerika

Lubuk larangan dinilai amat penting berkontribusi dalam menghadapi perubahan iklim

Liputan6.com, Jambi Lubuk larangan sebagai salah satu kearifan lokal warga Provinsi Jambi, menyita perhatian peneliti dari Amerika Serikat (AS). Salah satunya adalah peneliti dari Hobbart and William Smith Collegers.

Lubuk larangan yang menjadi fokus penelitian itu berlokasi di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Di mana terlebih dahulu dilakukan nota kesepahaman atau MoU antara Hobbar and William Smith Colleges, Universitas Sebelas Maret Surakarta, serta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bungo.

"Penandatanganan MoU pada Kamis, 3 Agustus 2017," ujar Wakil Bupati Bungo, Syafrudin Dwi Aprianto melalui sambungan telepon, Sabtu, 5 Agustus 2017.

Menurut dia, lubuk larangan di Jambi, sudah menjadi tradisi turun-temurun masyarakat Bungo. Bahkan, tradisi itu juga berlaku di beberapa kabupaten lain di Jambi, seperti Merangin dan Sarolangun.

Hampir di setiap desa di Kabupaten Bungo, memiliki lubuk larangan. Lubuk tersebut dijaga melalui kesepakatan adat. Di mana warga dilarang mengambil ikan dengan cara apa pun di lubuk larangan. Warga hanya diperbolehkan mengambil ikan di waktu-waktu yang telah disepakati bersama. Biasanya, lubuk larangan dibuka setiap satu tahun sekali.

"Lubuk larangan ini sangat cocok untuk menjaga ekosistem sungai. Ini perlu kita ajarkan kepada generasi muda, khususnya di sekolah," ujar wakil bupati yang kerap disapa Bang Apri ini.

Lebih lanjut ia mengatakan, keunikan lubuk larangan di Bungo tersebut memancing keingintahuan salah satu profesor sekaligus dosen di Hobbart and William Smith Colleges, Amerika Serikat, yakni Etin Anwar.

Di mana menurut Etin, keberadaan lubuk larangan sangat penting dalam mengangkat upaya konservasi di Jambi, khususnya Kabupaten Bungo. Ia menilai lubuk larangan sangat penting berkontribusi dalam menghadapi perubahan iklim.

Tak hanya di Kabupaten Bungo, lubuk larangan di daerah lain, yakni Kabupaten Merangin, bahkan sudah terdaftar sebagai budaya lokal yang diakui secara nasional.

"Jumlah lubuk larangan di Merangin ada ratusan dan tersebar di 24 kecamatan," ujar Bupati Merangin, Al Haris, awal 2017 lalu.

Ia menargetkan, setiap desa di Merangin memiliki lubuk larangan. Selain diatur secara adat, lubuk larangan juga diatur dalam peraturan desa atau perdes. Jika aturan perdes dilanggar akan dikenakan sanksi. Seperti denda beras 20 gantang, kambing satu ekor sampai uang tunai Rp 50 juta.

"Selain menjaga habitat ikan, lubuk larangan juga berfungsi untuk menjaga kebersihan sungai," ucap Al Haris.

Saksikan video menarik di bawah ini: