Sukses

Kisah Pemuda NTT Penyebar Berita Kemerdekaan

Riwu Ga berteriak-teriak menyebarkan kabar kemerdekaan. Tanggal yang sama 51 tahun kemudian, pahlawan dari NTT itu wafat.

Liputan6.com, Kupang - Saat Indonesia merdeka pada Agustus 1945, teknologi informasi dan komunikasi masih jauh tertinggal dibanding 70 tahun kemudian. Jangankan media sosial, media-media masa pun masih terbatas. Penyebaran informasi ke publik hanya mengandalkan jaringan radio.

Pada 17 Agustus 1945 itu, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Kabar gembira itu tentu harus disebarkan seluas-luasnya kepada rakyat, selain ke publik internasional. Bagaimana caranya, kabar Indonesia sudah merdeka harus cepat diketahui orang banyak?

Dalam hal ini aksi Riwu Ga, seorang pemuda asal Nusa Tengggara Timur, sungguh menggetarkan. Riwu Ga yang buta huruf ini dipercaya proklamator RI Sukarno untuk menyebarkan berita proklamasi keliling Jakarta. Tujuannya agar rakyat Jakarta yang tidak memiliki radio bisa tahu bahwa Indonesia telah merdeka.

Dari atas mobil terbuka, Riwu Ga berteriak-teriak sambil melambai-lambaikan bendera Merah Putih, berkeliling Jakarta. "Kita sudah merdeka, kita sudah merdeka, merdeka, merdeka!"

"Kisah ini hasil wawancara saya langsung dengan Riwu Ga pada bulan Agustus 1991. Riwu Ga memiliki jasa yang besar untuk kemerdekaan RI dan ia terlibat langsung dalam perintisan kemerdekaan RI, sehingga dia pantas untuk menjadi pahlawan nasional," kata Peter A. Rihi, penulis buku sejarah Riwu Ga, kepada Liputan6.com saat acara seminar kepahlawanan Riwu Ga untuk usulan sebagai pahlawan nasional di Kupang, NTT, Oktober 2016 lalu.

Siapakah Riwu Ga?

Riwu Ga dilahirkan di Depe, Sabu Barat, pada 1918. Kemudian pada 1934 Riwu Ga merantau ke Ende, Flores, dan tinggal bersama kakaknya, Gadi Walu.

Di Ende, Riwu Ga menjual kue setiap pagi dan sore. Riwu sering datang ke rumah Bung Karno dan membantu pekerjaan sehari-hari, termasuk ikut main tonil yang digelar Bung Karno. Selanjutnya Riwu Ga diminta Bung Karno untuk tinggal bersama-sama.

Usai pengasingan di Ende, Bung Karno dipindahkan ke Jawa dan Sumatera. Riwu Ga terus bersama Bung Karno hingga Indonesia dinyatakan merdeka.

Riwu Ga kemudian kembali ke NTT. Di Kupang, Riwu menjadi penjaga malam di kantor dinas setempat hingga pensiun pada 1974. Kemudian bersama istrinya dia menjadi petani di Nunkurus, Kabupaten Kupang.

Pada 17 Agustus 1945, Riwu Ga keliling Jakarta mengumumkan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal yang sama 51 tahun kemudian, 17 Agustus 1996, pelayan sekaligus pengawal pribadi Bung Karno itu mengembuskan napas terakhir.

 

 

2 dari 2 halaman

 Bung Karno Jaga Riwu Ga dengan Nyawa

Dalam perjuangannya, presiden pertama RI Sukarno atau Bung Karno kerap lolos dari maut. Insiden-insiden yang nyaris menewaskannya berulang kali terjadi sejak dia berjuang. Salah satunya insiden di Ende, Nusa Tenggara Timur.

Syahdan, sesaat sebelum Jepang masuk Ende, Bung Karno sebagai tawanan politik akan dilarikan Belanda ke Australia. Saat itu, kapal sudah penuh terisi, sehingga Belanda hanya mencatat tambahan dua penumpang dewasa dan satu anak-anak, yaitu Bung Karno, Ibu Inggit Garnasih, dan Kartika.

Saat itu Bung Karno menolak ikut jika Riwu Ga tak ikut pergi. Terjadilah perdebatan di pelabuhan antara Bung Karno dan polisi Belanda.

“Saya tak akan ikut tanpa Riwu,” ucap Bung Karno.

Deru tank dan konvoi tentara Jepang menimbulkan ketakutan. Polisi-polisi Belanda bergegas masuk kapal tanpa Bung Karno.

Belum jauh dari pelabuhan, kapal yang membawa orang-orang Belanda yang akan menyelamatkan diri ke Australia itu dibom pesawat Jepang. Kapal meledak. Bung Karno selamat.

Janji Mati Bung Karno

Saat minta Riwu Ga tinggal bersamanya, Bung Karno minta izin ke Gadi Walu, kakak sepupu Riwu Ga.

“Boleh, tapi Bung Karno harus berjanji tidak menelantarkan Riwu di tanah rantau,” ucap Gadi Walu.

“Kalau Riwu mati, saya juga akan mati,” demikian janji Bung Karno.

Peter A. Rihi mengaku bersama jurnalis Yusak Riwu Rohi melakukan konfirmasi langsung pada nenek Gadi Walu yang sudah dalam usia lanjut, tapi ingatannya masih kuat.

“Bung Karno datang pada saya pakai baju dan celana putih,” kata nenek Gadi, seperti ditirukan Peter.

"Saya minta Bung Karno datang lagi, karena Riwu harus pulang ke Sabu minta dukungan dengan ritual Jingitiu. Ketika Riwu sudah pulang dari Sabu, saya minta Bung Karno datang lagi, baru saya izinkan Riwu mengikuti Bung Karno."