Sukses

Membuka Pagi dengan Menonton Adu Tangkas Gasing Pemuda Riau

Gasing, hampir dimainkan di setiap masyarakat Melayu dan bahkan di luar Pulau Sumatera.

Liputan6.com, Pekanbaru - Permainan gasing, layang-layang berdengung, dan congklak merupakan bagian permainan masyarakat Melayu, meski tidak hanya di Riau saja. Seiring perkembangan teknologi, permainan tak mengenal usia ini mulai redup dan tergolong sulit ditemukan lagi.

Seiring visi Riau 2020 yang ingin menjadi homeland of Melayu dan berintegritas dengan kebudayaan, Pemerintah Provinsi Riau ingin melestarikan permainan rakyat ini dengan berbagai cara.

Salah satunya dengan mengadakan perlombaan permainan rakyat yang diselenggarakan di Taman Budaya milik Dinas Kebudayaan Riau, Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.

Permainan ini mengundang perwakilan dari setiap kabupaten di Riau, termasuk provinsi tetangga yang kental dengan budaya Melayu. Diselenggarakan mulai 8-11 Agustus 2017, kegiatan itu juga menyemarakkan Ulang Tahun Riau ke-60.

Pantauan Liputan6.com, di Taman Budaya, puluhan peserta memakai baju khas melayu seperti tanjak, kopiah khas melayu, baju koko atau Teluk Balango dan songket. Di tengah teriknya panas, mereka menerbangkan layang-layang dengung berukuran besar ke langit Riau.

Butuh setidaknya tiga orang menerbangkan layangan ini, mulai dari pengunjung, penarik tali dari nilon, dan penggulung benang. Layangan itu dinamai dengung karena ketika terbang mainan berangka bambu ini, mengeluarkan dengungan seperti lebah.

Bunyi keras yang dihasilkan berasal dari sebuah pita yang direnggangkan pada bagian belakang layangan. Terpaan angin membuatnya bergetar sehingga menimbulkan suara cukup keras dari atas sampai ke bawah.

Sementara gasing, hampir dimainkan di setiap masyarakat Melayu dan bahkan di luar Pulau Sumatera. Benda bulat terbuat dari kayu ini bisanya diputar memakai tali dan dilemparkan ke tanah. Sang pemenang akan keluar jika gasingnya berputar paling lama.

Di samping itu, ada pula gasing ini yang diadu dengan cara melemparkannya ke gasing lawan. Gasing paling kuat dan bertahan sehingga tidak pecah biasanya keluar sebagai pemenang.

Rasanya seru sekali melihat para pemain beradu ketangkasan. Saling menyemangati antarteman dengan suara yang keras. Dengan berteriak, mereka meminta gasingnya bertahan lebih lama. Saling menjatuhkan semangat lawan juga dilakukan dengan hal serupa.

Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman mengungkapkan, permainan gasing dimaksudkan untuk menghidupkan kembali permainan rakyat. Selain itu juga untuk memajukan kebudayaan melayu.

"Baik itu berupa benda atau tak benda berupa tradisi. Itu yang penting dan ini merupakan bagian mewujudkan visi 2020, kita sudah mendeklarasikan Riau sebagai pusat kebudayaan Melayu," katanya, Rabu, 9 Agustus 2017.

Menurut Andi, yang paling penting dalam menjaga kebudayaan adalah generasi penerus. Semua pihak dimintanya menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya melayu kepada anak-anak mulai dari usia dini. Ia mengapresiasi anak sekolah yang dengan kesibukan pendidikannya, masih menyempat diri belajar seni dan budaya Melayu.

"Saya salut dengan anak sekolah, anak-anak ini masih berlatih dan memajukan seni kebudayaan Melayu. Mereka belajar musik, tari, menghidupkan permainan rakyat. ‎Ini membanggakan sekali," kata Andi.

Andi menjelaskan, belajar kebudayaan Melayu tidak melihat dari mana asalnya. Siapa pun yang mau pasti bisa mempelajari‎ ke Riau karena Riau sudah menyatakan diri sebagai pusat kebudayaan Melayu.

"Makanya pemerintah di sini, menggali kebudayaan yang ada, mempertahankan dan menyosialisasikannya. Yang penting itu generasinya, yang meneruskan yaitu anak-anak yang kita banggakan ini," tegas Andi.

Selain melestarikannya, Andi juga berharap semua lapisan masyarakat menyosialisasikannya dengan media yang ada. Andi tak ingin hanya pecinta budaya saja yang tahu, melainkan sampai ke semua wilayah.

"Harus dimasyarakatkan juga, dibiasakan. Jangan hanya kita yang di sini tahu, mudah-mudahan disosialisasikan terus," ucap Andi.