Liputan6.com, Cilacap - Nyaring snare drum terdengar dari ruangan selebar 6x4 meter. Suaranya jernih dan solid, bertenaga pula. Tiar, panggilan Bahtiar Zulham (23), tengah menjajal satu snare drum yang hampir kelar dan hendak dikirim ke Italia.
Siapa sangka, dari ruangan sekecil itu, hand made drum-nya justru laris di luar negeri. Tercatat, ada tujuh negara di Amerika, Eropa dan Asia Pasifik yang sudah membeli drum yang dibuat dari pangkal kayu utuh itu.
Sebab itulah, Tiar menyebut drum buatannya adalah true solid wood drums. Solid wood masih ditambah kata true di depannya, untuk membedakan kayu utuh dari sekadar kuat.
Advertisement
"Yang membedakan, saya membuat drum dari kayu solid, kayu utuh. Tidak ada lem sama sekali. Kalau yang beredar di pasaran, biasanya terbuat dari playwood dan mengandalkan lem sehingga kayu stres dan banyak menyebabkan distorsi suara,” ucap pemuda kelahiran 1994 yang juga seorang drummer itu, Rabu, 16 Agustus 2017.
Di pasar lokal Indonesia, produknya tak banyak dilirik. Musababnya, harganya bikin keder calon pembeli Indonesia yang menurut Tiar masih branded oriented. Satu unit snare drum produksinya hampir setara dengan satu set drum lengkap kualitas sedang produksi pabrikan Indonesia. Adapun satu set drum true solid wood dengan kayu pilihan, harganya sama dengan sebuah mobil baru off the road.
"Satu snare drum paling murah harganya U$750, atau kira-kira Rp 12 juta kalau dirupiahkan. Itu dari kayu mahoni atau mahogany dengan diameter 14 inci. Satu set drum, lengkap, paling murah US$ 5.000. Kayu pilihan mencapai US$ 10 ribu atau Rp 120 juta-an lah," dia menerangkan.
Baca Juga
Dia memastikan, produk bikinannya adalah boutique series, atau biasa disebut limited edition alias edisi terbatas. Sebab, satu unit produk dibuat dengan perlakuan yang berbeda dengan produk lainnya. Satu snare drum dengan lainnya tak mungkin sama. Pasti akan berbeda, baik ukuran, warna kayu, lirik kayu, maupun suara yang dihasilkan.
"Yang pasti, meski beda suaranya, tetapi karakter suaranya sangat kuat. Karena resonansi yang dihasilkan kayu utuh dengan kayu lem atau play wood sangat berbeda. Orang luar negeri menyukai jenis karakternya," ujar warga Padangjaya, Kecamatan Majenang, Cilacap ini.
Tiar menerangkan, tujuh negara yang sudah menjadi pelanggannya adalah Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Spanyol, Prancis, Irlandia, Hongkong, dan Singapura. Dari ketujuh negara itu, dia menyebut warga Amerika dan Jerman adalah konsumennya yang terbesar. Di Amerika, konsumennya tersebar mulai California, Texas hingga Massachusetts.
"Rata-rata membeli per unit snare drum. Sebagian besar adalah kolektor," ucapnya.
Dalam pembuatannya, Tiar berbagi tugas dengan ayahnya, Yasin (57). Ketika Tiar mengebor drum setengah jadi untuk memasang snare, maka Yasin akan mengambil pekerjaan lainnya, misalnya mengampelas kayu. Dan itu terus dilakukan sejak kali pertama mereka serius memproduksi drum pada 2015 lalu. Kolaborasi ayah-anak itu juga dijadikan merk dagang drum mereka, YnT yang berarti Yasin dan Tiar.
Yasin menjelaskan, drum kayu utuh itu dibuat dari pangkal berbagai macam kayu. Ada berbagai macam kayu yang biasa digunakan, namun dia mensyaratkan hanya kayu berjenis solid dan keras saja yang akan terpakai. Hal itu untuk menjamin kekuatan perangkat drum dan suara yang dihasilkan.
"Kayu yang sudah kita gunakan adalah kayu mahoni, sono keling, jati, trembesi dan ada juga meranti. Ini saya sebetulnya punya kayu meranti tua," kata Yasin.
Dia menjelaskan, kerapkali kendala muncul lantaran tak banyak kayu di Jawa yang memenuhi persyaratan. Misalnya saja, kayu mahoni harus berumur di atas 40 tahun dengan jenis tertentu. Sedangkan jati, harus berumur di atas 60 tahun. Paling bagus, kayu-kayu itu berumur di atas 100 tahun. Namun, ada pula, konsumen dari Inggris yang meminta secara khusus dibuatkan snare drum dengan bahan kayu mangga.
"Makanya, kayu lebih banyak dibeli dari luar Jawa. Dari Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Kadang kita sampai kehabisan bahan," jelasnya.
Mula-mula, konsumen akan memesan dengan jenis kayu dan ukuran tertentu. Jika tersedia bahan kayunya, maka dia pun langsung membubutnya sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Namun, jika tak tersedia bahan yang dimau, ia harus berburu kayu. Itu pun tak bisa langsung dibuat. Sebab, untuk mengeringkan kayu tua dibutuhkan waktu antara 7 bulan hingga setahun lebih. Kayu tak boleh terkena pancaran matahari langsung atau dioven.
"Sebab, jika terlalu cepat kering, serat kayu akan merenggang sehingga merubah karakter. Istilah orang sini, ngulet. Suara yang dihasilkan tidak akan sebagus yang dikeringkan secara alami," Yasin menerangkan.
Di antara capaiannya itu, Tiar dan ayahnya tetap menginginkan untuk berjaya di negeri sendiri. Untuk itu, mereka tengah mengebut pembuatan dua set drum pesanan seorang musikus tanah air yang akan digunakan untuk memecahkan rekor MURI, dalam hal durasi bermusik dan jenis alat musik kayu utuhnya.
Rencananya, pemecahan rekor MURI itu akan dilakukan di Taman Ismail Marzuki pada Periangatan Sumpah Pemuda 28 Oktober 2017 esok. Namun, lantaran berbagai kendala, jadwal pemecahan rekor MURI itu diundur sampai 22 Desember 2017, tepat di hari ibu.
"Hari Ibu, karena saya ingin mengingat ibu yang melahirkan saya sudah meninggal dunia. Ini bentuk kerinduan saya sebagai seorang anak," Tiar mengakhiri ceritanya.