Sukses

Tulisan di Spanduk Picu Bentrok Ojek Online Vs Taksi Konvensional

Berawal dari tulisan di spanduk yang disebar Pemkot Pekanbaru, bentrok antara sopir taksi konvensional dan angkutan online berbuntut panjang

Liputan6.com, Pekanbaru - Pemerintah Kota Pekanbaru dinilai sebagai penyebab bentrokan antara sopir angkutan online dengan sopir angkutan konvensional di depan Mall SKA, Jalan Soekarno-Hatta.

Setelah melarang angkutan online beroperasi, nyaris tak ada sosialisasi berarti yang dilakukan Pemkot Pekanbaru kepada masyarakat maupun pengusaha angkutan online. Pemkot melalui Dinas Perhubungan setempat hanya menyebar beberapa spanduk di beberapa titik.

Spanduk yang berisi larangan angkutan online beroperasi itu seolah menjadi pembenaran bagi angkutan konvensional menggelar sweeping terhadap angkutan online yang masih nekat beroperasi.

Setelah spanduk disebar, sejumlah sopir taksi konvensional kemudian memesan ‎angkutan online. Tujuannya untuk memastikan apakah masih ada angkutan online beroperasi di Pekanbaru.

Dari sinilah, datang sopir angkutan online. Keduanya kemudian dipukuli sehingga memancing amarah sopir angkutan online lainnya. Keadaan berbalik pada Minggu petang, 20 Agustus 2017. Dari menjadi pemburu, sopir taksi konvensional malah menjadi bulan-bulanan ratusan sopir angkutan online.

Kejadian di atas tersebut terdapat pula dalam laporan singkat dari anggota kepolisian di lapangan kepada Kapolresta Pekanbaru Kombes Susanto pada Minggu malam.

Namun, Pemerintah Kota Pekanbaru menolak keras tudingan jika spanduk yang dipasang itu merupakan pembenaran melakukan sweeping. Spanduk itu disebut pemerintah sebagai bagian dari sosialisasi.

"Tidak, itu kan bagian dari sosialisasi ke masyarakat, kan harus perlahan-lahan," kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Pekanbaru Agus Pramono kepada wartawan di DPRD Kota Pekanbaru, Senin (21/8/2017) siang.

Agus menyatakan, Pemerintah Kota Pekanbaru dari awal tidak pernah mengeluarkan izin operasi angkutan online karena dinilai tidak memenuhi syarat operasi. Ia beralasan bahwa pemerintah punya wewenang sendiri atau otonomi daerah sehingga melarang angkutan online beroperasi walau ada keputusan Mahkamah Agung memenangkan operasi angkutan online.

"Kita kan otonomi daerah, dan ini juga merupakan aspirasi yang diserap dari masyarakat. Dan yang paling penting itu, kita dari awal tidak pernah mengeluarkan izin angkutan online," ucap Agus.

Dia menyebutkan, saat ini Pemerintah Kota, bersama Komisi IV DPRD Kota, Organda, perwakilan angkutan konvensional, ‎dan perwakilan dari Polresta Pekanbaru tengah membahas teknis supaya angkutan online tidak beroperasi lagi.

"Nanti dibahas bagaimana sosialisasinya, penerapan di lapangan, apakah dilakukan razia atau bagaimana. Tapi tidak diperbolehkan lakukan sweeping, serahkan kepada yang berwenang," ujar Agus.

Agus menyebut Pemerintah Kota Pekanbaru segera memangil perusahaan angkutan online di Pekanbaru. Karena tidak ada jalan diberikan izin, pemerintah bakal meminta driver tidak beroperasi lagi.

"Saat ini tidak boleh, tidak ada izin. Kalau ke depannya tidak tahu, yang jelaskan sekarang, sudah ada peraturan dari Pemerintah Kota Pekanbaru tentang larangan operasinya," kata Agus.

Sebelumnya, bentrokan sopir angkutan online dengan sopir angkutan konvensional sudah beberapa kali terjadi di Pekanbaru. Hanya saja selama itu, sopir angkutan online selalu jadi bulan-bulanan. Keadaan berbalik pada Minggu malam tadi setelah ratusan driver online mengamuk dan menyasar sopir taksi konvensional hingga pontang-panting melarikan diri.

Saksikan video menarik di bawah ini: