Liputan6.com, Purbalingga - Duduk di atas kursi roda, Azhari Kimiawan ramah menyambut pengunjung yang datang ke kedai kopinya. "Robusta Kejobong, 10 gram, V-sixty ya," ujar salah satu pengunjung menyebut salah satu jenis kopi lokal, porsi kopi dan metode penyeduhan yang dipesannya.
Azhari pun langsung bergerak lincah. Ia mengambil biji kopi yang sudah disangrai, kemudian ditakar pas seusai pesanan, lalu dimasukkan ke dalam grinder. Sembari menunggu kopi biji berubah menjadi bubuk dalam mesin penggiling, ia merebus air dalam ceret.
Biji kopi yang sudah menjadi bubuk kemudian dimasukkan ke dalam alat V 60 yang sudah dilapisi kertas filter di atas gelas saji. Air yang sudah mendidih kemudian dimasukkan ke dalam cerek berleher angsa yang ditempeli alat pengukur suhu. Setelah dicek suhunya pas, air kemudian dikucurkan, pelahan, berputar-putar ke dalam kopi bubuk.
Advertisement
Air panas yang bersentuhan dengan kopi mengepulkan asap beraroma kopi yang harum menggoda indra penciuman. Sembari menunggu air kopi yang menetes perlahan, Azhari dengan senang hati melayani ajakan pengunjung untuk mengobrol tentang kopi atau topik yang lain.
Tak terasa, kopi hitam berhias cream menawan di atasnya pun tersaji. Sebelum meneguk kopi racikan Azhari, pengunjung terlebih dulu mencium aroma kopi, lalu, sluruup.. kopi diseruput.
Aktivitas ngopi sembari ngobrol gayeng pun berlanjut...
Itulah suasana sehari-hari di kedai kopi bernama Kopikalitas milik Azhari. Kios berukuran 4x6 meter yang terletak di Jalan Veteran No. 5, Purbalingga Lor atau kompleks Pasar Mandiri itu selalu ramai pengunjung.
Azhari sembari duduk di atas kursi roda setia meracik kopi dan menemani pengunjung ngopi dan ngobrol di kedai yang buka dari pukul 18.00 WIB sampai dini hari itu.
Kehidupan Azhari memang sangat dekat dengan kopi. Alumnus Hotel School Surabaya ini sudah malang melintang di dunia barista. Sebelum era film ‘Filosofi Kopi’ yang membuat khalayak keranjingan kopi, ia sudah berkenalan dengan mesin-mesin pengolahan kopi dan kebun kopi peninggalan era kolonial. Pada 2009, Ia menjabat manajer wilayah Rolas Cafe Surabaya, anak perusahaan PT Perkebunan Nusantara XII.
Baca Juga
Azhari pun mengikuti berbagai kompetisi barista. Ia pernah mengalami pengalaman kurang mengenakkan dalam kompetisi tersebut. Sebab pekerjaannya yang bergelut dengan kopi, ia dengan percaya diri mengikuti kompetisi barista paling bergengsi di Indonesia, yakni Indonesia Barista Championship (IBC) 2011.
"Tapi begitu naik panggung, saya blank, tidak tahu harus melakukan apa. Di situ saya merasa sangat bodoh, ditanya juri saya jawab, tidak tahu mau apa. Turun panggung saya ditertawakan semua pengunjung," ujar dia mengenang.
Namun, kejadian itulah yang membuat ia belajar dengan sungguh-sungguh mengenal kopi dan dunia barista. Tak hanya praktik langsung, ia membaca banyak belajar pustaka kopi sampai yang berbahasa asing dilahapnya habis.
Hasilnya, kemampua Azhari mulai diakui oleh publik perkopian. Dua tahun kemudian, pada 2013, ia diundang oleh Specialty Coffe Association of Indonesia (SCAI) untuk menjadi juri lomba IBC di Surabaya, di mana ia pernah "dipermalukan".
Azhari tak hanya menggunakan ilmu dan pengalamanya tentang kopi untuk keperluan sendiri. Ia tak segan membaginya dengan barista-barista pemula. "Kelemahan barista di sini karena kurangnya pengetahuan tentang kopi itu sendiri," ujar dia.
Memasyarakatkan Kopi
Berawal dari keprihatinan itu pula, ia juga membuat gerakan kopikalitas di Surabaya untuk wadah berkumpul para barista dan saling berbagi pengetahuan tentang kopi. Mereka belajar bersama untuk mengetahui kopi, bagaimana memproses bahan bakunya, metode roasting (sangrai), brewing (penyeduhan) sampai ke penyajiannya.
Saat itu, kata dia, dunia kopi masih eksklusif dan ilmunya dibagikan dalam even berbiaya mahal. Sementara, Azhari hanya menetapkan tarif seharga segelas kopi. "Saya pernah ditegur sesama barista karena membagi ilmu dengan tarif yang menurut mereka terlalu murah," ujarnya.
Sedang senang-senangnya menggeluti dunia kopi, cobaan menimpa Azhari. Tanpa tahu apa sebabnya, Azhari merasa dada hingga ujung kakinya mati rasa. Setelah diperiksa di rumah sakit, ternyata ia menderita Transverse mielitis atau peradangan pada tulang belakang yang membuatnya lumpuh dan harus beraktivitas dari atas kursi roda.
Setelah itu, ia berhenti dari pekerjaanya dan dunia perkopian yang digelutinya lalu pulang ke rumahnya di Dusun Jambenom Desa Karangcengis, Kecamatan Bukateja, Purbalingga.
"Saat itu tidak bisa melakukan apa-apa. Hampir selama dua tahun hanya tidur di ranjang," ucapnya. Satu tahun sakit, cobaanya bertambah. Istrinya memutuskan untuk berpisah dan membawa anaknya semata wayang.
"Sampai sekarang masih tidak bisa berkonunikasi dengannya. Tapi, ya sudah, saya terima dengan lapang dada," katanya dengan wajah datar.
Setahun lebih Azhari bermuram diri, ia ratapi kemalangan yang menimpanya berkali-kali. Kopi jualan kemudian yang menjadi pemantik semangat hidupnya menyala kembali.
Saat ia sakit, banyak temannya yang datang bertandang untuk menjenguk dan bertanya tentang kopi. Bahkan ada yang jauh-jauh datang ke rumahnya hanya untuk belajar kopi. Sejak saat itu, ia mulai aktif menulis catatan tentang di dinding facebook untuk membagikan pengetahuannya tentang kopi.
Akhirnya, pada Februari 2017, ia memutuskan untuk membuka kedai bernama Kopikalitas itu. Ia dibantu adiknya, Azhari Ginanjar Ardi meladeni penikmat kopi di Purbalingga dengan penuh keakraban. Aktivitas untuk berbagi pengetahuan tentang kopi pun berlanjut meski dilakukanya di atas kursi roda.
Ia menjadi pembicara dalam bebagai even seperti Bumiayu Fun V60 Battle 2017 juga menjadi narasumber pada Bimbingan Teknologi Peningkatan Kualitas Kopi 2017 Kantor Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah Jawa Tengah di Purwokerto.
Azhari pun masih terus berusaha untuk mewujudkan mimpinya, memasyarakatkan dan mengembangkan kopi lokal. Dia bangun kembali gerakan Kopikalitas di Purbalingga. Ia gandeng industri-industri kecil warung kopi dan petani-petani di Purbalingga untuk berbagi ilmu.
"Saya harap pelaku industri kopi di Purbalingga konsisten dan selalu meningkatkan kualitas SDM maupun kualitas kopi mulai dari petani, pengolahan pascapanen, roastery (rumah sangrai), pengepakan dan pendistribusian, sampai proses penyajian sehingga branding kopi lokal harum namanya di masyarakat luas," ujarnya.
Ia pun masih menyimpan obsesi untuk membagi ilmu dan pengalamanya dalam bentuk sebuah buku. Azhari membuktikan bahwa keterbatasan tak membuatnya untuk berhenti berkarya.
"Cacat badan karena takdir, cacat jiwa karena tidak berpikir," ujarnya berfilosofi.
Â
Advertisement