Liputan6.com, Bandung – Tak banyak lagi orang Bandung mengenal nama Logeweg. Berbeda halnya jika disebutkan Jalan Wastukencana. Padahal, dua nama itu merujuk pada lokasi yang sama.
Kawasan ini menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Kota Kembang sejak zaman pendudukan Belanda. Banyak gedung-gedung tua berdiri, termasuk Landmar, Central Point, Gereja Bethel, dan Masjid Al Ukhuwah yang berdiri berdekatan.
Dua bangunan yang disebut di awal merupakan hasil rancangan arsitek Belanda ternama, C.P. Schoemaker. Ia pula yang merancang banyak bangunan-bangunan antik lain di sekitar kawasan Bandung.
Malia Nur Alifa dan Andri Abdul dari Historical Trip menerangkan, Gedung Landmark berdiri pada 1922 sejak awal difungsikan sebagai toko buku dan tempat percetakan Van Dorp. Bangunan itu kini masih sering digunakan sebagai tempat pameran buku.
Sementara, Gereja Bethel yang dibangun pada 1924 ini memiliki gaya art deco. Keindahan kaca patri dan desain interiornya membuat gereja itu menjadi lokasi favorit para pengunjung untuk berfoto.
"Gereja ini dibangun dari komunitas Kristen yang pertama kali datang dari Belanda ke Bandung. Di bagian dinding terdapat kaca patri dan bagian ubinnya masih asli," kata Matius Hehakaya, selaku pelaksana harian majelis gereja.
Advertisement
Baca Juga
Yang terunik adalah sejarah pendirian Masjid Al Ukhuwwah Bandung. Sebelum bangunan suci umat Islam itu berdiri, lokasi tersebut menjadi tempat berdirinya Loji Sint Jan.
Nama gedung ini kemudian menjadi nama jalan. Loji jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda berarti Loge. Itulah mengapa jalan ini pernah dinamakan Logeweg.
Loji Sint Jan ini berfungsi sebagai tempat berkumpulnya kaum teosofi, yakni penganut ajaran kebatinan khusus untuk agama Buddha dan Hindu. Gedungnya yang selalu sepi dan tertutup membuat gedung ini terkesan angker. Tak pelak, masyarakat sempat menjuluki gedung itu sebagai gedung setan.
"Selain itu, gedung ini pernah dijadikan Graha Pancasila, sebelum dibongkar tahun 90-an untuk pembangunan masjid," kata Marlia.
Berdasarkan keterangan buku “Okultisme di Bandoeng Doeloe” yang ditulis M. Rydzki Wiryawan, Loji Sint Jan dibangun pada 1896 di Logeweg. Pada 1961, Sukarno lalu memerintahkan bangunan tersebut dibongkar setelah sekitar 60 tahun berdiri.
Setahun berikutnya, Presiden Sukarno melalui Keputusan Presiden No. 264 melarang adanya segala bentuk kegiatan Freemasonry, sebuah bentuk organisasi persaudaraan rahasia yang berafiliasi dengan gerakan Yahudi. Disinyalir pembongkaran bangunan tersebut dengan gerakan Freemasonry yang bernama lain Loge Agung Indonesia.
Graha Pancasila kemudian berdiri menggantikan bangunan Loji Sint Jan. Penulis buku Gementee Huis, Sudarsono Katam menerangkan suasana berbeda terasa saat gedung itu berdiri. Gedung menjadi lebih hidup dengan beragam kegiatan anak-anak muda Bandung kala itu.
Meski begitu, bangunan tersebut akhirnya diratakan dengan tanah tanpa menyisakan rekaman gambar apapun. Bangunan tersebut kemudian digantikan dengan Masjid Al Ukhuwwah.
Jika umumnya lantai sebuah bangunan itu dibuat dari keramik, lantai masjid Al Ukhuwah terbuat dari kayu berwarna cokelat yang memberikan kesan hangat. Masjid yang dirancang oleh Keulman tersebut juga dilengkapi menara yang terletak di sebelah kanan masjid.
Proses pembangunan Masjid Al Ukhuwwah berlangsung selama dua tahun, yakni dari 1996-1998 dengan anggaran dari Pemkot dan Pemprov. Lokasi masjid yang terletak sebelah selatan Balai Kota Bandung itu membuat masjid selalu ramai didatangi jemaah.
Tidak hanya kegiatan yang merupakan agenda internal saja, di masjid tersebut juga kerap diadakan acara dari pihak luar. Akad nikah, dan pembacaan syahadat bagi yang masuk Islam, adalah dua hal yang sering dilakukan di sana.
Saksikan video menarik di bawah ini: