Sukses

Nasib Apes Petani Tebu Cirebon, Sudah Tak Laku Disegel Pula

Setidaknya ada 7.077 ton gula di PG Sindanglaut dan sekitar 10.000 ton gula di PG Tersana Baru yang disegel Kemendag, sekitar sepekan lalu.

Liputan6.com, Cirebon - Petani tebu di Cirebon meringis. Nasibnya kini tak semanis gula. Kondisi tersebut lantaran hasil panen mereka tak laku di pasaran.

Kondisi makin sulit setelah puluhan ribu ton gula yang menumpuk di gudang PG Rajawali II Sindang Laut Kabupaten Cirebon disegel pihak Direktorat Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemterian Perdagangan (Kemendag) RI.

Penyegelan tersebut diduga gula hasil dari petani Tebu Cirebon tidak memenuhi standar SNI untuk dijual. Rencananya, ribuan ton gula milik petani tebu itu bakal diborong Bulog.

Namun, kabar diborongnya ribuan ton gula itu ternyata tak mengubah wajah muram para petani tebu. Sebab, harga yang dipatok Bulog hanya Rp 9.700 per kilogram dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 12.500 per kg.

"Mau tidak mau kita terpaksa terima dibeli oleh Bulog tapi harus SNI," kata Wakil Ketua DPD APTRI Jabar, Agus Safari saat ditemui di PG Sindanglaut, Kabupaten Cirebon, Rabu, 23 Agustus 2017.

Dia menyebutkan, setidaknya ada 7.077 ton gula di PG Sindanglaut dan sekitar 10.000 ton gula di PG Tersana Baru yang disegel Kemendag, sekitar sepekan lalu. Sejauh ini, pihaknya masih menanti hasil uji laboratorium Kemendag atas gula yang disegel tersebut.

Menurut dia, harga yang dipatok Bulog tentu jauh dari apa yang diharapkan para petani tebu. "Sebelumnya sudah mengendap selama tiga bulan di pabrik. Itu kan baru dugaan saja, saat ini kita masih menunggu hasil uji lab. Kalau untuk waktunya, saya kurang tahu kapan keluar hasil uji labnya," ucap dia.

Berdasarkan standar ICUMSA atau tingkat kemurnian gula kristal putih (GKP) yang dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan tambahan makanan dan minuman adalah 200. Berbeda dengan Kemendag yang sedang menguji, dia mengakui, hasil uji lab PG terhadap gula tersebut masih di bawah standar ICUMSA.

"Masih kurang dari 200, tapi Kemendag menilai tak layak konsumsi," ujarnya.

Menurutnya, bila ribuan ton gula itu tak sesuai SNI, para petani akan dihadapkan pada dua pilihan. Yang pertama pembelian oleh Pabrik Gula, sedangkan opsi kedua gula-gula itu akan diproses ulang.

Bila harus produksi ulang, katanya, gula tersebut akan menyusut sekitar 5 persen. Belum lagi ongkos produksi ulang yang harus dikeluarkan. Padahal, ada sekitar 3.000-4.000 petani tebu se-Jabar.

Saksikan video menarik di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Petani Gula Serba Salah

Akibat penyegelan juga, kata dia, dikhawatirkan berpotensi menurunkan produktivitas tanam. Dia mengindikasikan minimnya gejolak itu tak lepas dari masuknya gula impor ke pasaran.

"Kami mempertanyakan kondisi sekarang. Gula petani lokal tak terserap, tapi di pasaran tak ada cerita kekurangan gula," tuturnya.

Agus mengatakan pihaknya sempat mengikuti rapat koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Perdagangan. Dalam pertemuan itu, disepakati penghapusan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen terhadap gula dari tingkat produsen hingga konsumen, sesuai persetujuan Menteri Keuangan.

Tak hanya itu, setiap PG yang tak efisien juga akan ditutup. Otoritas terkait pun berjanji membenahi kualitas bibit, keakuratan pengukuran rendemen, dan restrukturisasi PTPN, sebagai upaya menyelesaikan permasalahan gula.

Untuk meningkatkan pembelian tebu dari petani oleh PTPN, akan dilakukan dengan sistem beli putus. Hal itu diyakini memberi fleksibilitas bagi petani maupun PTPN untuk mengolah dan mendistribusikan gula.

Penyegelan Tak Diketahui Disperindag Cirebon

Sebelumnya, sebanyak 7.077 ton gula milik petani Cirebon yang tersimpan di Gudang PG Sindang Laut disegel oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI. Penyegelan yang dilakukan pada 13 Agustus 2017 tersebut membuat petani bingung saat akan menjual gula hasil panen mereka.

"Kami tidak mengerti kenapa gula kami disegel dan kami juga tidak tahu maksudnya," kata Ketua DPC Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) PG Sindanglaut, Rasim Agus Sanusi di Cirebon, Selasa, 22 Agustus 2017.

Dia menyampaikan gula yang tersimpan digudang PG Sindanglaut itu tiba-tiba digaris oleh Kemendag yang datang. Ironisnya, penyegelan yang dilakukan Kemendag RI tanpa diketahui oleh Disperindag Kabupaten Cirebon.

Dia mengaku pernah menanyakan perihal penyegelan tersebut ke Disperindag Kabupaten Cirebon. Namun, kata dia, mereka juga tidak mengetahui apa-apa.

"Kami sudah tanya kepada Dinas, namun Dinas pun tidak mengetahui, sampai saat ini kami juga belum tahu lebih jelas," tuturnya.

Rasim menambahkan gula petani yang tersimpan di gudang PG Sindang Laut tersebut untuk musim giling Juni sampai Agustus 2017. Gula tersebut hingga saat ini tidak bisa dijual.

Dari kondisi tersebut, para petani tebu merasa semakin disudutkan. Selain gula mereka tidak laku di pasaran, ditambah lagi dengan adanya penyegelan.

"Kami sedang meminta kepada Pemerintah, agar gula kami laku, tapi pemerintah malah menyegel, ini sangat menyusahkan petani," katanya lagi.