Liputan6.com, Banyumas – Desa Ponggok, Klaten, membukukan keuntungan Rp 10 miliar lebih pada 2016 dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Desa Ponggok adalah contoh desa yang berhasil mengelola usaha untuk Pendapatan Asli Desa (PADes) dan untuk memakmurkan masyarakatnya.
Salah satu buktinya, Ponggok memiliki program satu rumah satu sarjana. Tiap keluarga yang memiliki anak yang tengah berkuliah, diberi beasiswa Rp 300 ribu per bulan. Beasiswa itu diambil dari keuntungan BUMDes yang naik dari tahun ke tahun.
Sementara, di Kabupaten Banyumas, Desa Langgongsari, Kecamatan Cilongok tengah membangun taman wisata agro yang dipadu dengan unit usaha dan pusat pendidikan IT untuk anak muda desa.
Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir, menginisiasi pengembangan wisata alam Curug Wanasuta dan BUMdes dibentuk menjadi kontraktor pembangunan fisik.
"Lewat BUMDes, bisa mendapat PADes yang jauh lebih tinggi dari dana desa. Desa bisa berbuat baik, memakmurkan masyarakat desa," kata Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Budiman Sudjatmiko di Banyumas, Rabu malam, 23 Agustus 2017.
Dia meyakini, lewat skema BUMDes, desa-desa di Indonesia, termasuk Dermaji dan Langgongsari, berpotensi menjadi desa yang memiliki PAD bernilai miliaran. Dia bahkan menginginkan agar desa-desa di Indonesia meniru Desa Dayingjie di Provinsi Yunnan, atau Huaxi, Kota Jiangyin, Provinsi Jiangsu, Tiongkok.
Baca Juga
Advertisement
Di Huaxi, penduduk makmur lantaran mendapatkan berbagai fasilitas yang merupakan bagi hasil dari keuntungan sejumlah perusahaan yang dimiliki dan dikelola desa secara kolektif. Desa ini memiliki perusahaan tekstil, industri baja, galangan kapal, rumah makan mewah, pusat perbelanjaan, dan hotel.
Adapun Desa Dayingjie menjadi desa superkaya lantaran sejak 1979, kepala desa setempat membentuk semacam BUMdes untuk memakmurkan warga desanya. Warga desa bekerja dan memperoleh tambahan penghasilan tahunan, berupa bagi hasil keuntungan.
Budiman yakin, dengan potensi Indonesia, desa-desa bisa membangun bisnis yang menguntungkan seperti dua desa di Tiongkok itu. Di desa, tersedia banyak tenaga kerja.
Soal permodalan, BUMDes bisa menggunakan penyertaan modal dari dana desa. Menurut Budiman, segala potensi itu bisa dikelola jika desa memiliki SDM yang bagus dan saling bertukar pengetahuan antar desa.
"Desa Langgongsari sudah bikin Taman Agrowisata, di situ ada taman yang disebut revolusi mental. Anak-anak muda nantinya berlatih IT di situ. Mendidik anak-anak yang berpotensi di situ. Taman itu juga menjadi pusat industri desa," ujar Budiman, yang juga dikenal sebagai inisiator Undang-Undang Desa.
Namun, kata Budiman, saat ini banyak desa yang masih berkutat pada persoalan tata laksana pencairan dan pelaporan keuangan desa dan Laporan Pertanggungjawaban (SPJ) ADD/DAD. Itu sebab, alih-alih membangun Bumdes, desa masih kesulitan di tingkat implementasi Undang-undang desa.
Menurut Budiman, ketimpangan pengetahuan desa mengenai BUMdes itu bisa diselesaikan dengan komunikasi dan barter pengetahuan antardesa. Desa-desa bisa saling berbagi pengalaman aplikatif dalam pengelolaan BUMdes dan mengimplementasikan UU Desa.
"(Solusinya) pola komunikasi antardesa, sambil mencari tahu pengamalan desa yang memiliki keungggulan di mana, dan kita punya keunggulan di mana. Karena pasti itu bukan belajar yang mahal. Itu gratis," Budiman menerangkan.
Saksikan video menarik di bawah ini: