Liputan6.com, Cirebon - Puluhan ribu warga Nahdatul Ulama (NU) Kabupaten Cirebon sepakat menolak dan menyerukan untuk Presiden RI mencabut kebijakan full day school (FDS). Mereka yang berlatar pelajar, santri, hingga pengajar dan ulama pengasuh pondok pesantren berkumpul di Lapangan Pataraksa, Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Cirebon.
"Kerangkanya ingin meyakinkan ke publik warga NU menolak Permendikbud 23 Tahun 2017," kata Ketua Tanfidziyah PCNU Kabupaten Cirebon, Kiai Haji Aziz Hakim Syaerozi, Rabu (30/8/2017).
Penolakan tersebut, kata dia, didasarkan pada kekhawatiran kebijakan itu bakal berdampak pada pembentukan karakter warga NU dan muslim di Cirebon. Penerapan full day school (FDS), terutama di tingkat SLTA, dinilai membuat siswa kelelahan.
Padahal, dalam proses membentuk karakter muslim, siswa tidak hanya cukup mendapat materi pelajaran di bangku sekolah. Untuk itu, mereka pada sore hari biasanya diikutkan orangtua masing-masing untuk belajar mengaji, pendidikan etika, dan akhlakul kharimah.
"Siswa yang sudah belajar sampai sore kemudian capek dan akhirnya tidak ikut belajar mengaji pada sore harinya. Dan itu terjadi lho, khususnya di perkampungan," ujar dia.
Fakta lain yang terjadi akibat penerapan FDS di perkampungan membuat anak-anak tidak bisa membantu orangtua setelah kelelahan belajar seharian di sekolah. Padahal, kata dia, membantu orangtua merupakan bagian dari pendidikan kemandirian.
"Di kampung, apalagi maaf warga kurang mampu, mau tidak mau harus membantu orangtua mencari nafkah setelah pagi sekolah. Dengan FDS ini, justru tidak ada," kata dia.
Berdasarkan fakta tersebut, dia menilai penerapan FDS cenderung lebih banyak mudarat dibandingkan manfaatnya. Maka itu, warga NU meminta agar mulai besok sekolah tidak lagi menerapkan FDS. Mereka juga meminta Presiden Jokowi untuk mencabut kebijakan FDS di sekolah.
Sejauh ini, sejumlah upaya telah dilakukan agar Permen dicabut dan kebijakan full day school tidak diberlakukan dalam format apa pun. Tetapi, hingga hari ini, ia menilai tidak ada iktikad baik pemerintah untuk memenuhi tuntutan warga NU tersebut.
Kondisi tersebut memunculkan reaksi sangat keras dari warga NU di Indonesia, apalagi di Cirebon yang memiliki lebih dari seribu madrasah diniyah dan ratusan pesantren. Semuanya menghendaki untuk turun ke jalan menyuarakan penolakan. Adapun estimasi massanya sekitar 30 ribu orang.
"Kami melihat FDS ini hanya memikirkan masyarakat di perkotaan. Kenyataannya di kabupaten kesulitan," kata dia.
Saksikan video menarik di bawah ini:
Suara Penolakan dari Tegal
Sorak-sorai terjadi di depan Balai Kota Tegal, Jawa Tengah, lengkap dengan tulisan dan bendera. Keramaian tersebut melibatkan ribuan masyarakat dari beberapa unsur lembaga di bawah naungan PCNU Kota Tegal Tegal, Selasa, 29 Agustus 2017.
Keramaian tersebut merupakan bentuk aksi damai menolak pelaksanaan full day school (FDS). Aksi damai dilakukan di depan Balai Kota Tegal dengan sebelumnya peserta aksi damai berjalan dari Gedung DPRD Kota Tegal.
Ketua PCNU Kota Tegal Abdal Hakim dalam tuntutannya mengatakan bahwa pendidikan karakter tidak mungkin terwujud tanpa pendidikan dan pembelajaran agama.
Telah terbukti sepanjang sejarah pendidikan di Indonesia bahwa pemahaman dan pengamalan agama dapat berhasil dilakukan oleh madrasah, diniyah, TPQ dan pesantren.
Menurut dia, konsep full day school tidak realistis untuk penguatan karakter dan tidak akan mungkin bisa menggantikan pembelajaran yang ada di madrasah diniyah dan pesantren.
"FDS akan mengganggu pertumbuhan serta perkembangan mental daya inovasi anak," ucap Andal Hakim.
Selain itu, FDS juga akan berampak buruk dan merugikan bagi madrasah diniyah, TPQ, serta tidak sesuai dengan kultur yang telah berjalan sejak sebelum berdirinya bangsa Indonesia.
FDS juga akan mematikan diniyah serta pesantren yang dijalankan pada sore hari secara perlahan. FDS juga dinilai bakal menghilangkan pendidikan dan pembelajaran agama yang diselenggarakan Madin, TPQ, dan pesantren.
"FDS berpotensi mematikan pendidikan keagamaan yang berbasis masyarakat NU yang sudah terbukti menjadi basis penguatan character building," ia menambahkan.
Abdal Hakim menganggap kebijakan pemerintah yang tidak tegas tentang pelaksanaan hari sekolah boleh lima hari dan boleh enam hari berpotensi menimbulkan suasana tidak kondusif di dalam dunia pendidikan dan dapat memecah belah.
Selain itu, FDS juga dianggap banyak mudaratnya. Maka, PCNU dan seluruh pesantren menolak dan menuntut untuk mencabut Permendikbud RI Nomor 23 Tahun 2017.
Advertisement