Sukses

Mitos Mistis Burung-Burung Kuntul Ketingan Sleman

Ribuan burung kuntul datang ke Desa Ketingan sejak 1997 seusai kunjungan Sultan HB X meresmikan jalan di desa itu.

Liputan6.com, Yogyakarta - Dusun Ketingan sudah menjadi desa wisata di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, karena burung kuntul atau bangau. Ribuan burung kuntul itu menghuni pohon milik warga Ketingan, Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati, Sleman, sejak 1997.

Haryono, Ketua Pengelola Desa Wisata Ketingan mengatakan, ribuan burung kuntul itu awalnya datang ke desanya saat peresmian jalan di kampungnya oleh Sultan HB X. Walaupun bukan burung dari Sultan, kebanyakan warga mengaitkan kedatangan itu dengan Sultan HB X.

"Waktu itu setelah selesai bangun kita ngaturi HB x meresmikan 15 Mei 1997, prasasti ditandatangani Sultan. Awalnya enggak ada. Setelah kunjungan beliau, ada beberapa burung tinggal di Ketingan, setiap hari semakin tambah," kata dia di kediamannya, Rabu, 30 Agustus 2017.

Kedatangan burung berwarna putih ini awalnya tidak disukai warga Ketingan. Beberapa warga bahkan sempat mengusir burung itu karena kotorannya menimbulkan bau tidak sedap, apalagi setelah hujan.

Setelah sejumlah pihak terkait, termasuk dari Dinas Kehutanan menjelaskan, warga mengurungkan niat mengusir tuntas burung yang termasuk satwa dilindungi itu.

"Pohon dipertahankan untuk menjaga habitat. Setelah itu, banyak tamu datang ke sini," ujarnya.

Setelah warga mulai terbiasa, kemudian desa wisata dibuka untuk umum pada 29 September 2002. Berbagai biro perjalanan mendukung desa wisata ini dengan mendatangkan ratusan pengunjung yang menginap di kampung itu. Karena menarik perhatian wisatawan, larangan berburu burung kuntul dikeluarkan.

"Waktu itu biro itu mengirim 200 surat ke sekolah Jawa-Bali untuk datang ke sini. Kita ada paket gejog lesung, outbond, dll," ujarnya.

Belakangan, kunjungan wisatawan ke Desa Wisata Ketingan menyusut. Terakhir terjadi pada 2013 lalu saat 28 turis Korea Selatan datang ke sana. Saat itu, wisatawan menggelar praktik lapangan dan pembuatan kompos.

"Burung bangau ini punya insting luar biasa kata ahli burung dari tim," katanya.

Haryono mengatakan pula, ada tiga jenis burung kuntul yang ada di desanya, yaitu jenis kuntul dengan warna putih mulus, kuntul pendek atau blekok, serta kuntul dengan kucir di kepalanya dan paruh berwarna hitam.

Jenis terakhir tidak banyak jumlahnya. Burung katingan itu juga sering dikaitkan dengan mitos mistis.

"Seorang datang dengan paranormal, saya punya yang jinak. Dicari yang kucir. Silakan cari tidak bawa senapan. Ada lagi sarjana geologi di Kalimantan belum dikaruniai anak disuruh ke Ketingan dengan syarat melepas burung bangau itu," katanya.

Kemudian, ada kasus orang yang mencari burung blekok Ketingan untuk pengobatan. Orang tersebut mengaku bahwa secara medis, penyakit yang diidapnya tidak bisa disembuhkan lagi. Oleh paranormal, ia lalu diminta mencari burung kuntul.

"Sayangnya orang-orang ini tidak pernah laporan berhasil atau tidak," katanya.

Saksikan video menarik di bawah ini:



2 dari 2 halaman

Ribuan Burung Kuntul Menghilang

Haryono mengatakan saat ini ribuan burung kuntul Desa Ketingan, hilang. Hal itu karena mereka sedang bermigrasi ke tempat lain. Kebiasaan migrasi burung kuntul itu terjadi pada September.

"Mereka migrasi mulai awal Agustus tahun ini. Pulangnya November minggu pertama atau kedua. Biasanya, September enggak tahu kenapa mungkin kepanasan," ujarnya.

Setelah migrasi ribuan burung ini akan kembali ke kampungnya dan bertelur. "Mereka pulang langsung ambil sarang. Netas dan besarin anaknya. Desember minggu pertama sudah pada netas," katanya.
 
Ia menjelaskan, populasi burung kuntul kini mencapai 10 ribu ekor. Namun, jumlah itu tidak akan bertambah maupun berkurang. Angka tersebut berdasarkan perhitungan pada 2012.  

Menurut dia, ribuan burung itu tidak semuanya dapat hidup. Hal itu disebabkan banyak anak burung yang jatuh dan mati kelaparan, ditambah kondisi cuaca yang tidak bersahabat.

"Pada 2005, ada angin kencang yang mati ribuan dan bisa diselamatkan sekitar 350, ditampung rumahnya Pak Dukuh. Itu mati semua," kata Haryono.

Belajar dari pengalaman itu, pihak desa berinisiatif membuat klinik perawatan bagi burung tersebut yang didukung BKSDA Yogya. Namun, tidak semuanya dapat bertahan karena kemampuan pemeliharaan burung ini terbatas.  

"Tahun 2010 ada puting beliung, ada satu rumpun bambu itu. Mati juga banyak. Pas ambil dapat 87 ekor dalam kondisi sayap patah dan diantili sama ayam. Hanya 31 yang selamat," katanya.

Walaupun keberadaan burung ini mencari lokasi yang sesuai dengan habitatnya, tak jarang beberapa orang masih menganggap burung kuntul dengan nuansa mistis.