Sukses

Sleman Bakal Krisis Air Tahun 2029, Benarkah?

Sleman yang subur itu diprediksi akan kekurangan air pada tahun 2029. Bagaimana analisisnya?

Liputan6.com, Sleman - Gunung Merapi memberikan kemakmuran di bawahnya seperti di bagian selatan gunung, yaitu Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Tanaman melimpah karena kualitas air yang terjaga baik dari air bersih Gunung Merapi.

Namun, Sleman yang subur itu diprediksi akan kekurangan air pada tahun 2029 berdasarkan analisis perhitungan neraca air.

Kepala Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Pemukiman (DPUPKP) Sleman, Warsono mengatakan, Kabupaten Sleman dianugerahi melimpahnya mata air. Berdasarkan hasil identifikasi dan konservasi, setidaknya ada lebih dari 218 mata air di wilayahnya.

Warsono menjelaskan, ada juga bendung di Sleman, yang mencapai 2.082. Dari total tersebut, jumlah bendung Pekerjaan Umum (PU) hanya 853, sedangkan 1.229 itu merupakan bendung desa.

"Bendung desa itu memang kecil, tapi biasanya berawal dari mata air. Jadi logikanya, jika bendung desa 1.229 sangat mungkin jumlah mata air kita (Sleman) mendekati itu," ucap dia, beberapa hari lalu.

Warsono mengatakan pula, selama ini, keberadaan mata air di Kabupaten Sleman, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air di Kota Yogyakarta juga Kabupaten Bantul. Dengan demikian, dibuatlah Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) di beberapa titik. SPAM di Sleman, ini untuk memenuhi kebutuhan air di Kota Yogya dan Bantul.

"Titik Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) Bantar diambil untuk Sleman, kota dan Bantul, sekarang sedang dibangun juga oleh Provinsi SPAM Kebon Agung," ujarnya.

Menurut dia, perhatian saat ini adalah keberadaan air tanah di Sleman. Air tanah dibagi dalam dua kategori, yakni air tanah dangkal, kedalaman di bawah 20 meter, dan air tanah dalam dengan kedalaman di atas 60 meter.

Saksikan video menarik di bawah ini:



2 dari 2 halaman

Kondisi Air Tanah

Walaupun cadangan air tanah dalam di Sleman, cukup besar, pengisiannya membutuhkan waktu yang sangat lama, yaitu 75-100 tahun. "Karena itu Gubernur menetapkan kebijakan pengambilan air tanah dalam harus dikendalikan penggunaanya, yang belum ngebor jangan," katanya.

Kondisi inilah yang dikhawatirkan. Sebab, jumlah penduduk dengan pertambahan penduduk juga kebutuhan air non-pertanian seperti rumah tangga, industri, jasa, dan perhotelan, diperkirakan tahun 2029 Sleman akan krisis air. Pihaknya membuat analisis neraca air setiap Lima tahun. Analisis terakhir dilakukan di tahun 2012 dan tahun ini pihaknya kembali menganalisis.

"Berdasarkan analisis neraca air 2012 menunjukkan tahun 2029 Kabupaten Sleman ada risiko kekurangan air atau krisis air bahasa ekstremnya," kata Warsono.

Mengatasi kondisi seperti ini maka langkah yang dilakukan harus meningkatkan pencadangan air dan konservasi air. Salah satunya dengan membangun embung yang bisa dikatakan sebagai menara air.

Sleman sudah membangun 29 embung dengan kapasitas rata-rata 30.000 meter kubik. Embung ini tidak hanya sebagai penampung air pada saat hujan, tapi juga menjadi pengendali banjir.

Menurut Warsono, analisis kualitatifnya dengan keberadaan embung ini air tanah di sekitarnya yang semula dalam, kemudian terangkat menjadi dangkal.

"Masyarakat bisa berperan serta dengan membuat sumur resapan di rumah atau di wilayahnya," katanya.