Liputan6.com, Kupang - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus percobaan bunuh diri seorang siswa sekolah menengah pertama negeri (SMPN) di Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, dengan minum racun rumput.
Siswa berinisial FK itu mencoba bunuh diri setelah diduga mengalami bullying atau perundungan oleh sang guru, pada 31 Agustus 2017. Penghinaan guru honorer kepda sang siswa berinisial FK, menuai kecaman dari Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait.
Arist mengatakan akan segera menerjunkan Tim Advokasi guna memberikan pembelaan hukum terhadap korban bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Kupang, NTT.
Advertisement
"Sangat disayangkan, Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan dan Olah Raga Lembata seolah-olah cuci tangan. Kasus ini berdampak buruk bagi korban hingga depresi dan mencoba bunuh diri," ujar Arist, Kamis (7/9/2017).
Baca Juga
Untuk memberikan pembelaan hukum bagi FK, kata Arist, Komisi Nasional Perlindungan Anak dengan Komnas Perlindungan Anak telah medesak Bupati Lembata untuk memberhentikan guru tersebut. Selain itu, mereka juga meminta kepda Bupati Lembata untu memberikan sanksi yang sama juga kepada Kepala Sekolah dan Dinas PPO yang bertanggung jawab sesuai tupoksinya.
"Sekolah juga wajib menjadi zona bebas dari kekerasan baik yang dilakukan oleh pengelola dan pemilik sekolah, guru, peserta didik maupun orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan sekolah. Itu artinya sekolah wajib memberikan rasa nyaman dan terbebas dari kekerasan," Arist memaparkan.
Arist menilai, kejadian yang menimpa FK, bertolak belakang terhadap konsep dan ketentuan perundang-undangan. FK justru menjadi korban perundungan terus-menerus dari gurunya sendiri. Hal itu mengakibatkan FK saat ini mengalami depresi dan mencoba bunuh diri dengan minum racun rumput.
"Sikap dan perilaku BBÂ bukanlah lagi sebagai cerminan guru yang sejatinya memberikan rasa nyaman dan melindungi peserta didik. Namun, perbuatan dan tindakan BB tidak lagi menjunjung tinggi moralitas dan nilai-nilai kebaikan. Oleh sebab itu tidak pantas lagi BB menjadi guru," Arist menambahkan.
Saksikan video menarik berikut ini:
Â
Kronologi Hinaan Guru Berujung Minum Racun
Sebelumnya, kasus perundungan nyaris merenggut nyawa seorang siswa SMP Negeri 2 Satu Atap Waiwaru, Desa Todanara, Kecamatan Ile Ape Timur, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT). Siswa berinisial (FK) itu dilarikan ke rumah sakit setelah mencoba bunuh diri dengan minum racun.
FK nekat menenggak cairan racun rumput karena merasa malu dihina oleh gurunya berinisial BB selama pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung.
"Sudah dua kali dia menghina saya. Pertama waktu saya bawa handphone ke sekolah. Kejadian ini dilakukan juga di depan kelas, di hadapan teman-teman," ucap FK kepada Liputan6.com, Sabtu, 2 September 2017.
Puncaknya pada 31 Agustus 2017, guru Bahasa Indonesia tersebut kembali menghina FK. Sang guru mengeluarkan kalimat hinaan yang membuat siswa kelas III SMP Satap Waiwaru tersebut merasa malu.
"Dia bilang saya punya rumah seperti kandang babi. Lalu, saya keturunan atau anak dari orangtua tidak jelas," tutur korban.
Tak hanya itu, sang guru juga menghina makanan yang dikonsumsi muridnya tersebut. "Makanan saya seperti makanan babi. Dia hina saya di depan murid lainnya dalam kelas. Selama pelajaran Bahasa Indonesia berlangsung," FK membeberkan.
Bahkan, saat pelajaran Bahasa Indonesia, guru itu bukan menjelaskan tentang materi pelajaran, melainkan terus menghina FK. Akibatnya, saat jam pelajaran usai, FK langsung kembali ke rumah dan nekat menenggak racun.
Beberapa siswi yang datang menjenguk FK di rumah sakit mengatakan, saat guru tersebut menghina korban, mereka semua ikut menangis. "Penghinaan itu terlalu sadis. Karena kasihan, kami ikut nangis dalam kelas," tutur salah seorang siswi yang meminta namanya tidak ditulis.
Terkait kasus perisakan yang berujung siswa nekat minum racun rumput, Kepala Sekolah SMPN 2 Satap Waiwaru, Bernadus Atawadan mengatakan, guru tersebut berstatus honorer. Dia pun pernah menegur guru itu karena kerap berperilaku kasar terhadap siswa.
"Yang bersangkutan pernah saya tegur, tetapi tidak diindahkan. Buktinya, salah satu siswa dirawat rumah sakit karena ulah dia," ujar Bernadus.
Advertisement