Sukses

Cobaan Bertubi-tubi Bocah Yatim Pengidap Kanker Mata

Umurnya baru dua tahun, tapi bocah yatim pengidap kanker mata ganas sudah melalui beragam cobaan berat.

Liputan6.com, Banjarnegara – Sesekali tangisan lirih terdengar dari kamar berukuran 2,5x3 meter yang sederhana itu. Betul-betul lirih, semacam rengekan kecil samar-samar dari seorang bocah yatim.

Di kamar itu, Galuh Amanah (2) terkulai lemah ditemani sang ibunda, Kustanti yang menunggui dengan sabar. Sesekali, Kustanti menyeka air mata yang terus meleleh dari dua mata Galuh yang membengkak hampir menutup muka si bocah malang ini.

Galuh didiagnosis menderita retinoblastoma. Karena kelainan itu, Galuh tak lagi bisa menatap dunia. Kanker ganas itu bahkan telah menutup sebagian muka.

Sementara, di dalam mulut tumbuh benjolan yang menyebabkan Galuh tak bisa menelan makanan. Itu pula penyebab Galuh semakin kurus.

"Hanya bisa menelan susu. Itu pun hanya sedikit-sedikit. Pakai sendok kecil," kata Kustanti, Rabu, 6 September 2017.

Tak hanya itu, kanker yang mengganas itu juga telah menyebabkan lubang hidung Galuh menyempit. Seringkali, Galuh tersedak dan kesulitan bernapas.

Kustanti menuturkan, tak ada keanehan ketika Galuh dilahirkan pada 2015 lalu. Selayaknya bayi lainnya, seluruh organ vitalnya normal dan sehat. Namun di usia 4 bulan, muncul bercak pada retina mata.

"Saya kira dulu penyakit mata biasa. Karena lahirnya juga normal sehat," tutur warga Desa Penggingsari, Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara ini.

Belakangan, bercak itu tak kunjung sembuh. Khawatir, Kus memeriksakan Galuh ke rumah sakit. Bak petir di siang bolong, Galuh didiagnosis menderita retinoblastoma.

Karena penyakit itu, Galuh buta. Tak hanya itu, benjolan sudah mulai membesar di sekitar mata.

Berbagai cara dilakukan oleh Kus dan almarhum suaminya Narim. Oleh tim dokter di RSUD Purwokerto, bola mata kanan itu akhirnya diangkat. Namun, operasi besar itu tak lantas menghentikan sel kanker yang sudah menyebar.

Galuh pun dirujuk ke RSUP Sardjito. Di rumah sakit terbaik di Yogyakarta itu, Galuh menjalani kemoterapi.

Di tengah penderitaan itu, musibah kembali menghampiri. Ayah Galuh, Narim, meninggal dunia lantaran penyakit syaraf yang lama diderita.

Tanpa suami, Kustanti pun berjuang sendirian untuk merawat anaknya. Ia berjualan sayur di pasar untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan sedikit menyisihkan untuk biaya pengobatan anaknya.

Beberapa waktu terakhir ini, pertumbuhan sel kanker mata Galuh semakin mengganas hingga menjalar ke bagian organ lain di wajahnya. Tak patah arang, Kustanti tetap membawa anaknya menjalani kemoterapi. Sayangnya, Tim Medis RSUP Sardjito menyerah, sebab kanker tersebut sudah mencapai stadium akhir.

"Saya sudah pasrah. Di rumah sakit saya juga sudah disuruh sabar," Kustanti menuturkan.

Saksikan video pilihan di bawah ini: