Sukses

Suara Menolak PLTP Tersebar di Lereng Gunung Slamet

Spanduk menolak PLTP terbanyak berlokasi di Kecamatan Cilongok yang berlokasi di lereng Gunung Slamet.

Liputan6.com, Banyumas - Puluhan spanduk, poster, banner, dan lukisan mural penolakan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) bermunculan di ruas jalan desa-desa lereng selatan Gunung Slamet, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, pekan lalu.

Ungkapan penolakan itu dipasang di ruas jalan kota, tembok bangunan, di rumah penduduk, batas desa, hingga jembatan-jembatan di desa-desa pegunungan lereng Slamet. Panji Mulkillah, anggota Tim Riset Aliansi Selamatkan Slamet mengungkapkan, fenomena itu mewakili suara masyarakat yang terabaikan dalam proyek PLTP itu.

"Saya tidak mengira seruan penolakan itu akan disambut sebegitu luar biasa. Kurang lebih sekitar ada 50-an spanduk, dan masih ada yang nambah lagi," katanya, Jumat, 8 September 2017.

Dia mengatakan, pemasangan spanduk penolakan itu dilakukan oleh warga desa mulai dari Kecamatan Sumbang, Kedungbanteng, Karanglewas, hingga Kecamatan Cilongok. Konsentrasi pemasangan spanduk penolakan terbanyak ada di Kecamatan Cilongok.

"Yang paling terdampak kan Kecamatan Cilongok. Spanduk paling banyak di situ pemasangannya," ujarnya.

Menurut Panji, meski PLTP mengklaim mengantongi izin sejak 2011, sosialisasi oleh pelaksana proyek baru gencar dilakukan pada 2017. Itu pun lantaran terjadi insiden berupa keruhnya Sungai Prukut di Kecamatan Cilongok. Selain itu, hewan-hewan endemik Gunung Slamet, seperti babi hutan dan kijang, jadi sering turun gunung dan merusak ladang penduduk.

"Ini kan pengungkapan keresahan ya, dari warga. Ya ada yang menulis karena krisis air, ada yang celeng (babi hutan-red) pada turun. Itu kan memang yang dialami mereka sendiri. Terus itu kan apa yang dialami mereka sendiri," Panji menerangkan.

Menanggapi pemasangan spanduk penolakan itu, Humas PT SAE, Riyanto Yusuf berujar pihaknya akan segera menggelar sosialisasi kepada masyarakat di sekitar kawasan terdampak. PT SAE, kata dia, akan mengubah pola sosialisasi yang tadinya bersifat resmi menjadi nonformal, termasuk sosialisasi perkembangan dan dampak yang mungkin timbul.

"Mungkin kemarin karena resmi, tidak banyak juga aspirasi yang terserap. Kami akan merubah pola komunikasi kami. Mungkin dengan ngopi bareng, sehingga lebih bersifat santai," ujar Riyanto.

Riyanto mengklaim, pihaknya juga telah melakukan langkah-langkah antisipasi dampak eksplorasi PLTP, antara lain, revitalisasi sedimen pond dan menambah filter agar tak ada lagi sungai yang terdampak. Selain itu, pelaksana proyek juga melokalisasi sedimen bekas kerukan tanah sehingga tak lagi berdampak kepada masyarakat.

"Kami sudah mengantisipasi dampak-dampak yang mungkin terjadi. Apalagi ini menjelang musim hujan. Mudah-mudahan tidak ada lagi insiden," Riyanto berujar.

Saksikan video pilihan berikut ini!