Sukses

Coba Kelabui Petugas, 3 Warga Aceh Telan Sabu Berbungkus Kondom

Ketiganya merupakan anggota sindikat penyelundup narkoba antarnegara yang masuk ke Bengkulu atas permintaan seorang napi di Lapas Bentiring.

Liputan6.com, Bengkulu - Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Bengkulu menangkap tiga warga asal Aceh yang mencoba menyelundupkan narkotika jenis sabu ke Bengkulu, melalui Bandara Fatmawati Sukarno.

Ketiganya merupakan anggota sindikat penyelundup narkoba antarnegara yang masuk ke Bengkulu atas permintaan KR. KR adalah seorang narapidana yang saat ini masih menjalankan hukuman pidana penjara di Lembaga Pemasyarakatan Bentiring, Kota Bengkulu.

Kepala BNN Provinsi Bengkulu, Kombes Pol Nugroho Aji mengatakan, barang bukti sabu seberat 800 gram terdeteksi saat dua penumpang pesawat Wings Air dari Bandara Hang Nadim, Batam, yang mendarat di Bandara Fatmawati Sukarno, Bengkulu, malam itu sekitar pukul 20.30 WIB.

Keduanya adalah Tarmidi bin Sarmidi (29), warga Takengon, Aceh, dan Rasyidi bin Sufyan (41), warga Bireun, Aceh.

"Kami cegat di bandara dan membawa mereka ke RS Bhayangkara, setelah dilakukan rontgen, ternyata benar dalam tubuh mereka terdapat benda mencurigakan yang ditelan terbungkus kondom," ucap Nugroho di Bengkulu, Senin, 11 September 2017.

Tim dokter RS Bhayangkara Polda Bengkulu kemudian mengeluarkan benda mencurigakan itu melalui anus kedua warga Aceh itu. Petugas menemukan delapan kantong sabu yang dibungkus kondom, masing-masing seberat 50 gram.

Setelah dilakukan uji laboratorium dan memastikan benda yang ditemukan itu positif sabu, tim Pemberantasan BNN Provinsi Bengkulu dipimpin AKBP Marlian Ansori kemudian mengembangkan kasus. Mereka kemudian menangkap satu orang lagi, yakni M Rafli alias Uli bin Harun (34).

Tim penyidik juga berhasil membongkar jaringan pemasok sabu yang berasal dari Tiongkok dan dikendalikan dari dalam Lapas Bentiring, Kota Bengkulu oleh KR. Seluruh barang bukti tersebut jika diuangkan senilai Rp 900 juta.

Atas penyelundupan sabu tersebut, para tersangka dijerat Pasal 114 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) subsider Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ancaman hukuman minimal selama lima tahun kurungan penjara dan ancaman maksimal hukuman mati.

"Kita melakukan koordinasi kepada pihak Kemenkumham supaya tidak membiarkan narapidana menggunakan handphone di dalam lapas untuk memutus komunikasi dan pengendalian narkotika dari dalam lapas," kata Nugroho Aji.

Saksikan video pilihan berikut ini: