Sukses

Harimau Jawa Sering Muncul di Ujung Kulon Jelang Bulan Maulid

Sejauh ini, Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten, telah menerjunkan tim untuk melacak keberadaan harimau Jawa.

Liputan6.com, Pandeglang - Kabar kemunculan hewan diduga harimau Jawa di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang, Banten, menyedot perhatian banyak kalangan, terutama kelompok ataupun pemerhati satwa langka. Sejauh ini, TNUK telah menerjunkan tim untuk melacak keberadaan hewan karnivora bernama Latin Panthera tigris sondaica.

Perhatian besar itu wajar mengingat International of Conservation for Nature (IUCN) telah menyatakan harimau Jawa punah sejak 1970. Namun, tidak bagi masyarakat di Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, yang merupakan penduduk asli Ujung Kulon.

Mereka meyakini kucing besar penguasa rimba itu belum punah, bahkan kerap mendatangi perkampungan pada waktu tertentu.

"Apalagi menjelang bulan Maulid (Maulid Nabi Muhammad SAW), biasanya beberapa rumah didatangi harimau," ucap Huddan Zulkarnaen selaku Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) TNUK, saat dikonfirmasi Liputan6.com melalui pesan singkat, Jumat (15/9/2017).

Selain itu, menurut Huddan, masyarakat sekitar TNUK juga menjaga kearifan lokal dan etika adat saat berada di hutan. Misalnya, tidak boleh buang air kecil sembarangan, minum sembari berdiri, dan menantang alam.

"Juga tidak boleh mematahkan ranting atau kayu dengan tangan, harus pakai benda tajam," ujar pria bertitel strata satu tersebut.

Berbagai pantangan adat itu dipatuhi penduduk secara turun-temurun. "Jika etika itu dilanggar biasanya diperingati oleh auman harimau, bahkan rumah warga pelanggar pantangan bisa didatangi," tutur Huddan.

Beberapa warga mengungkapkan bahwa mereka hanya mendengar suara auman harimau Jawa. "Enggak menampakkan secara langsung, kayak ada di halaman atau di belakang rumah warga," ujar Huddan Zulkarnaen.

Saksikan video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Kesaksian Kemunculan Harimau Jawa

Sebelumnya, Ketua Pokdarwis TNUK, Huddan Zulkarnaen, membenarkan kemunculan seekor hewan diduga harimau Jawa. Menurut dia, petugas TNUK bernama Gabel-lah yang pertama kali berhasil mengabadikan foto dan menduga hewan buas tersebut adalah harimau Jawa atau Panthera tigris sondaica.

"Saat itu petugas lagi monitoring jumlah banteng di Cidaon (TNUK)," ucap Huddan kepada Liputan6.com, Jumat (15/9/2017).

Kucing besar yang diduga harimau Jawa tersebut muncul di padang penggembalaan Cidaon, TNUK, pada 25 Agustus 2017. Saat itu, hewan karnivora diduga harimau Jawa itu sedang memangsa banteng di wilayah Cidaon yang termasuk zona inti taman nasional seluas 122.956 hektare.

"Padang gembala di Cidaon itu tempat berkumpulnya banteng dan merak untuk merumput," ia menambahkan.

Menurut Huddan, Semenanjung Ujung Kulon tersebut memang menjadi salah satu tempat hidupnya hewan karnivora yang mempunyai tubuh bercorak loreng itu.

Berdasarkan pengamatan Liputan6.com, foto bidikan petugas TNUK itu memperlihatkan seekor banteng tergeletak mati, sedangkan seekor banteng lainnya tampak di belakangnya. Hewan buas diduga harimau Jawa itu kemudian beranjak pergi, sedangkan tiga ekor burung merak terlihat bergegas menghindarinya.

Terkait kemunculan hewan diduga harimau Jawa, Kepala Balai TNUK Mamat Rahmat pun menjelaskan. "Kami sudah menurunkan tim survei ke lapangan untuk mengetahui keberadaan hewan tersebut," kata Rahmat saat dikonfirmasi melalui pesan singkat kepada Liputan6.com, Selasa, 12 September 2017.

Pihaknya berjanji akan menyampaikan kepada publik jika telah mendapatkan kepastian dengan data yang akurat jika harimau Jawa ditemukan kembali di lahan konservasi badak bercula satu itu.

"Jadi saat ini belum bisa komentar. Nanti setelah ada hasil, maka akan kami share ke media," Rahmat menjelaskan.

Harimau Jawa telah lama dinyatakan punah. Pada tahun 1970, International of Conservation for Nature (IUCN) menaikkan status harimau Jawa dari level sangat rentan (critical endangered) ke level punah (extinct).

Status kepunahan harimau Jawa itu pun kembali diperkuat tahun 1980. Kendati demikian, pada dekade 1990-an, ada beberapa laporan tentang keberadaan hewan berloreng itu di sejumlah tempat di Pulau Jawa, walaupun hal itu tidak dapat diverifikasi.