Liputan6.com, Bengkulu - Kasus dugaan kekerasan yang dilakukan Ketua DPRD Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu, Teguh Raharjo Eko Purwoto, terhadap seorang dokter di RSUD Lebong berinisial IDE berbuntut panjang. Sigit, salah seorang dokter yang saat kejadian berada di lokasi, mengatakan kasus dugaan penamparan dokter yang dilakukan Ketua DPRD itu sudah masuk ke ranah hukum.
"Saya sudah terima surat panggilan pemeriksaan sebagai saksi," kata Sigit saat dihubungi di Lebong, Selasa, 26 September 2017.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Provinsi Bengkulu juga mendesak aparat untuk memproses secara hukum tindakan tersebut secara serius. Apalagi, ia menilai saat ini berkembang pembelokan isu yang mengaitkan tindakan Ketua DPRD itu dengan kondisi pelayanan yang buruk di RSUD.
Advertisement
Baca Juga
Ketua IDI Bengkulu Syafriadi mengatakan tindakan yang dilakukan oleh Ketua DPRD itu sudah tidak bisa ditoleransi. Apalagi, dr IDE saat itu sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter magang yang ditugaskan di RSUD Kabupaten Lebong dalam rangka melayani masyarakat.
"Kami minta aparat melakukan proses hukum tanpa intervensi," ujar Syafriadi.
Kuasa hukum Ketua DPRD Lebong, Humizar Tambunan, mengatakan pihaknya tengah mengupayakan perdamaian secara kekeluargaan. Saat ini, ia menyebut kasus yang menimpa kliennya itu sudah melebar ke mana-mana, bahkan dimanfaatkan oleh pihak lain yang sengaja akan mengacaukan situasi.
"Setahu saya, yang namanya dokter internship itu masih dalam proses magang sebelum disumpah menjadi dokter. Apa pun itu, kami minta semua pihak untuk bisa memandang kasus ini dengan kepala dingin. Kami sedang mengupayakan perdamaian," ucap Humizar.
Tokoh pemuda Kabupaten Lebong Rafik Sani mengatakan tudingan terhadap Ketua DPRD melakukan tindakan penamparan sangat berlebihan. Sebab, dari hasil investigasi yang dilakukan, pihaknya menemukan fakta bahwa Teguh tidak menampar, hanya mencolek saja. Itu dilakukan setelah sang dokter dengan kasar menjawab pertanyaan terkait penanganan pasien di RSUD.
"Jangan terlalu berlebih-lebihan menanggapi, faktanya tidak seperti itu," tegas Rafik yang juga Sekretaris KNPI Provinsi Bengkulu tersebut.
Sementara itu, sebanyak 15 kepala desa di Kabupaten Lebong menggelar aksi damai di rumah Ketua DPRD Lebong. Mereka secara tegas menolak jika para dokter menutupi kebobrokan pelayanan di RSUD dengan isu kekerasan yang dilakukan oleh Teguh terhadap Dr IDE.
Ketua Forum Kepala Desa Lebong Daruslan Effendi mengatakan, isu kekerasan terhadap dokter tersebut sudah dipolitisasi. Kondisi ini bisa saja dimanfaatkan oleh oknum yang berniat mengambil keuntungan secara politik. Dampaknya tentu saja akan merugikan Kabupaten Lebong secara luas.
"Gerakan para dokter itu sudah ditunggangi," kata Daruslan Effendi.
Berawal dari Perut MualÂ
Dugaan penamparan ini terjadi saat Ketua DPRD Lebong menjenguk Anggota DPRD Lebong Popi Ansa. Pemicunya adalah keluhan pelayanan kurang baik ke Popi dan pasien lain secara umum.Â
Popi Ansa sendiri memprotes pelayanan yang dilakukan pihak RSUD Kabupaten Lebong Bengkulu. Sebab, usai disuntik antibiotik oleh dokter sebanyak tiga kali dalam sehari, dia merasa mual dan pusing.
Istri Popi yang melihat kondisi kesehatan suaminya memburuk sempat melapor kepada pihak dokter. Namun tetap saja diberikan suntikan antibiotik tersebut oleh dokter jaga dengan dalih atas perintah dokter bedah. Setelah disuntik, Popi langsung muntah dan lemas.
Kuasa hukum Popi Ansa, Jecky Haryanto, mengatakan karena kondisi kesehatan dan fisik terus menurun, kliennya minta dirujuk ke RSUD Curup Rejang Lebong. Beberapa hari dirawat dengan obat injeksi lain, Popi berangsur pulih dan sehat.
"Kami melayangkan protes dengan melaporkan pelayanan yang kurang baik ke Mahkamah Kehormatan Etik Kedokteran," kata Jecky.Â
Saksikan video pilihan berikut ini: