Sukses

Pengalaman dari Gunung Merapi untuk Tangani Gunung Agung

Hal ini berkaca pada pengalaman DIY dalam penanganan bencana seperti gempa 2006 dan letusan Gunung Merapi 2010 kemarin.

Liputan6.com, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), mengirim bantuan konsultatif ke Pemda Bali setelah Gunung Agung menunjukkan gejala erupsi. Pemda DIY mengirim personil konsultan untuk berbagi pengalaman terkait penanganan bencana erupsi gunung berapi.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah DIY, Krido Suprayitno mengatakan, tipologi Gunung Merapi dan Gunung Agung cenderung sama. Sehingga berbagi pengalaman dalam bentuk penanganan logistik barak pengungsi sangat diperlukan. Menurutnya, DIY sudah teruji dengan pengalaman penanganan erupsi Gunung Merapi.

"Kami punya pola yang sama dengan penanganan di Gunung Agung sehingga bisa digetoktularkan (dibagi) di Bali. Terutama penanganan pengungsi," katanya Minggu, 1 Oktober 2017.

Krido mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan dua orang untuk mempelajari kebutuhan di Bali. Dua orang ini nantinya akan memberikan laporan kebutuhan apa saja yang dibutuhkan. "Setelah seminggu baru keluar (laporan) pantauan konsolidasi mendesak dan relevan. Jangan sampai tidak sesuai kebutuhan sebab hal semacam itu pernah terjadi di DIY," katanya.

Sebelumnya, Wakil Gubernur DIY, Sri Paduka Paku Alam X mengatakan, pemda DIY siap mengirimkan bantuan yang sifatnya konsultatif. Hal ini berkaca pada pengalaman DIY dalam penanganan bencana seperti gempa 2006 dan letusan Gunung Merapi 2010 kemarin. Pemda DIY juga pernah mengirimkan bantuan serupa ke Padang Sumatera Barat terkait bencana gempa bumi dan erupsi Gunung Sinabung.

"Karena di situ juga menyangkut banyak warga terdampak, bagaimana penanganan itu, mungkin kami bisa share kesana dan kami siap untuk tim itu," katanya.

 Saksikan video pilihan berikut ini!

 

 

2 dari 2 halaman

UGM Dirikan Posko Pengungsian Ternak

Sementara Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Fakultas Peternakan (Fapet), mendirikan posko pengungsian bagi ternak milik pengungsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali.

Dekan Fapet UGM, Prof Ali Agus, megatakan bencana alam tidak pernah diharapkan warga. Namun warga harus siap jika menghadapinya. Terlebih dalam beberapa hari terakhir menunjukkan peningkatan aktivitas dan sudah sampai status Awas.

"Keselamatan ternak menjadi bagian tak terpisahkan dari keselamatan manusianya. Karena itu, Fapet UGM terpanggil untuk berperan melalui posko bersama," ujarnya, Minggu 1 Oktober 2017.

Menurut Prof Ali, pemerintah menetapkan daerah di bawah radius kurang dari 12 km sebagai kawasan rawan bencana (KRB) 1 dan 2, untuk dikosongkan. Diperkirakan, sekitar 70 ribu penduduk akan berpindah ke barak pengungsian. Namun ternak menjadi perhatian UGM sehingga perlu adanya posko penyelamatan bagi ternak.

"Fakultas Peternakan UGM mendirikan Posko Penyelamatan Ternak bersama ISPI, FPPTI, AINI, Gapuspindo, dan Persepsi," terang Prof Ali.

Sementara itu, dari Kabupaten Karangasem Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Kerjasama Fapet UGM, Bambang Suwignyo, mengatakan, para pengungsi rela mengambil risiko masuk kawasan rawan bencana (KRB) untuk tetap memantau dan memberi pakan ternak-ternaknya. Bahkan ada oknum yang memanfaatkan kesempatan membeli ternak penduduk dengan harga murah, hingga separuh harga normal.

Oleh karena itu, selain posko pengungsian manusia juga diperlukan posko pengungsian ternak. "Posko ini didirikan di Desa Ngis, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem," katanya.

Bambang menjelaskan, tim Fapet UGM yang terdiri dari Bambang Suwignyo, PhD sebagai koordinator, Wakil Dekan Bidang Keuangan, Aset, dan Sumber Daya Manusia Fapet UGM, Prof. Ir. I Gede Suparta Budi Satria, M.Sc., Ph.D, dan Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Prof Budi Guntoro bersama dua mahasiswa relawan menuju ke salah satu posko ternak di Tista, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali. Tim berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dari unsur Dinas Peternakan, IGK Nata Kusuma.

Menurutnya, yang paling dibutuhkan saat ini adalah sumber pakan hijauan. Bahan lain seperti konsentrat, sudah tercukupi dari beberapa pendonor.

"Saat ini ada 40 titik lokasi ternak disiapkan. Sebanyak 3.000 ekor sapi sudah di evakuasi dari 20 riba ekor yang ada. Sedangkan jumlah pengungsi sudah mencapai 144 ribu orang dari perkiraan hanya 70 ribu," ungkap Bambang.

Bambang menyatakan, bahwa Posko bersama selain bersiap dengan stock pakan konsentrat juga menawarkan program edukasi pengurangan risiko bencana. Setidaknya membuat stock pakan fermentasi akan mengurangi frekuensi peternak naik ke KRB zona merah (0 sd 6 km) dan kuning (6 sd 12 km). Pelibatan pengungsi Gunung Agung selain ada edukasi, juga dapat menjadi wahana interaksi dan mengurangi stres di pengungsian.

"Kami usulkan program membuat pakan fermentasi dengan melibatkan para pengungsi. Pakan fermentasi dapat disimpan dalam waktu lama dengan tidak rusak, sehingga dapat untuk antisipasi stock andai erupsi berlangsung lama," ujar Bambang.