Liputan6.com, Wonosobo – Seorang pemuda asal Desa Jolontoro, Kecamatan Sapuran, Kabupaten Wonosobo, AZ ( 17) harus berurusan dengan TNI dan polisi. Ia ditangkap lantaran mengenakan kasu berlogo palu arit berukuran besar.
Kaus itu dikenakan saat AZ mengganti oli dan servis sepeda motor di bengkel milik Jupri di Kelurahan Ledoksari, Sapuran pada Rabu, 4 Oktober 2017 lalu. Risih dengan kaus dipakai AZ, Jupri lantas melaporkan kepada Koramil 08/Sapuran.
Mendapat laporan itu, petugas Koramil langsung mendatangi rumah AZ dan menggelandangnya ke Markas Koramil Sapuran. Kaus itu bergambar palu arit itu juga disita sebagai barang bukti.
Advertisement
Danramil Sapuran, Kapten Iwan Nafarin mengatakan saat diperiksa, AZ tak mengelak memiliki dan pernah mengenakan kaus berlambang palu arit. Namun, dia mengaku tidak mengetahui jika gambar palu arit dilarang di Indonesia. Kaos berlambang terlarang itu didapatnya dari rekan kerjanya di Kabupaten Palapo, Sulawesi Tengah.
"Yang bersangkutan mengaku sempat bekerja di penggergajian kayu di Kabupaten Palapo pada Bulan Juli sampai Agustus 2017," ucapnya, melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Jumat, 6 Oktober 2017.
Baca Juga
Pemeriksaan itu lantas diteruskan di Polsek Sapuran. Kepada penyidik, AZ lagi-lagi mengaku tak paham bahwa palu arit adalah lambang yang dilarang di Indonesia.
Usut punya usut, AZ rupanya buta huruf. Masuk akal jika dia tak mengerti bahwa palu arit adalah lambang partai yang sudah dilarang di Indonesia, PKI.
"Setelah diperiksa, dia memang tidak tahu maksud gambar di kausnya, karena dia tidak bisa baca tulis," kata Kapolsek Sapuran, AKP Sutaryanto.
Sutaryanto mengungkapkan, kepada petugas, AZ mengaku memperoleh kaus itu dari temannya saat ia bekerja di Kecamatan Luwu, Kabupaten Palopo, Sulawesi Tengah. Kala itu, dia menitip uang Rp 100 ribu agar dibelikan kaus oleh teman kerjanya di Luwu, Akbar.
Oleh kawannya itu, uang itu dibelikan kaus merah bergambar palu arit kuning di dada di pasar Palopo Sulawesi Tengah seharga Rp 40 ribu. Adapun kembalian sebesar Rp 60 ribu dikembalikan ke AZ.
"Setelah selesai bekerja, dia kembali ke kampung halaman di Sapuran. Kemudian kaus itu dipakai lagi," ujar dia.
Sutaryanto mengatakan, keterangan bahwa AZ buta huruf juga diperkuat oleh orangtua dan Kepala Desa Jolontoro. AZ disebut putus sekolah ketika kelas 3 SD. Sebab itu lah, ia tak pandai membaca.
AZ pun lantas dibebaskan setelah menandatangani surat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya, disaksikan Kepala Desa Jolontoro. Dalam surat itu, AZ juga meminta maaf kepada masyarakat.
Saksikan video pilihan berikut ini: