Sukses

Pengakuan Demonstran Aksi Tolak PLTP Korban Kekerasan Polisi

Demonstran aksi tolak PLTP Baturraden yang sempat ditahan mengaku dipukuli hingga berdarah. Namun, polisi berkilah tak ada perintah itu.

Liputan6.com, Banyumas – Marsha Azka, salah seorang demonstran aksi tolak Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden terlihat kuyu. Namun, ia memaksakan tersenyum kala ditemui pasca-dibebaskan dari tahanan Polres Banyumas, Selasa siang, 10 Oktober 2017.

Azka hanya salah satu di antara 24 demonstran yang ditangkap dan digelandang ke Markas Polres Banyumas, Senin malam, 9 Oktober 2017, sekitar pukul 22.15 WIB, usai pembubaran paksa aksi demonstrasi di depan Pendopo Sipanji, Purwokerto.

"Nggak tahu, keadaan gelap. Diseret-seret. Dipukul juga. Nggak tahu ini, kena pukulan apa," ujarnya, memperlihatkan telinganya yang masih belepotan darah mengering.

Lain lagi dengan Cipto, aktivis AGRA yang juga bergabung dengan Aliansi Selamatkan Slamet (ASS) itu alisnya lebam. Ia mengaku dipukul dan ditendangi aparat. "Sampai di truk pun masih dipukul," tutur Cipto.

Dibanding Azka dan Cipto, nasib Catur Sasongko, Koordinator Aksi Tolak PLTP tak lebih beruntung. Ia mengaku dipukuli, diseret, dan diumpat dengan kata-kata yang menurut dia, amat tidak pantas ditirukan. Sasongko pun mengaku dipukul dan ditendang kala sudah masuk ke dalam truk dalmas polisi.

Koordinator Divisi Riset ASS, Dian Hamdani mengatakan, dalam peristiwa itu, ada 24 orang yang ditahan dan hampir seluruhnya terluka. Sebagian luka lantaran pukulan, ada pula disebabkan diseret. Dari 24 orang tersebut, dua di antaranya mesti dirawat di rumah sakit.

Dian mengungkapkan, dalam penangkapan tersebut, berdasar keterangan aktivis yang ditahan, aparat tak henti-henti memukul dan menendang. Itu sebab, banyak yang tubuhnya lebam. Beberapa di antaranya, menderita luka pukul benda keras sehingga kepalanya berdarah.

"Tim Hukum aliansi dengan LBH Yogyakarta dan Unsoed Purwokerto sedang mempertimbangkan langkah hukum yang akan ditempuh," ucap Dian.

Dia menjelaskan, selain menderita luka, banyak pula demonstran ditangkap yang barangnya dirusak atau hilang. Antara lain ponsel dan sepeda motor. Selain itu, ada pula kaca mobil pecah yang diduga dilakukan oleh aparat.

"Ada beberapa HP yang pecah, dipecahkan oleh aparat. Juga beberapa sepeda motor yang belum jelas keberadaannya. Teridentifikasi ada dua, dibawa oleh polisi. Sedangkan, yang lainnya belum jelas keberadaannya," dia menjelaskan.

Sementara, Kepala Reskrim Polres Banyumas, AKP Djunaedi mengatakan Kepolisian Resor Banyumas, Jawa Tengah mulai menyelidiki peristiwa pembubaran paksa yang mengakibatkan puluhan demonstran dan seorang wartawan terluka.

Djunaedi menegaskan, pihaknya saat ini tengah memeriksa secara maraton sekitar 300 polisi yang diturunkan malam itu. Tak hanya anggota, perwira yang terlibat dalam pengamanan itu pun diperiksa secara tertutup. Namun, ia enggan membeberkan hasil sementara dari hasil pemeriksaan.

"Ya menjadi, penyelidikan internal. Sudah diperiksa, bukan hanya anggota, semua yang kira-kira terlibat," ucap Djunaedi.

Dia menyayangkan insiden kekerasan polisi tersebut. Pasalnya, Kapolres tak pernah memerintahkan ada tindakan represif untuk membubarkan demonstran. Ia berkilah, kondisi lapangan yang dipengaruhi berbagai faktor menyebabkan insiden kekerasan itu terjadi.

"Perintahnya itu rekan-rekan mahasiswa pulang. Jadi tidak ada perintah tangkap, pukul. Bukan begitu, ndak ada seperti itu. Tapi, yang namanya anggota muda-muda, gitu, itu di luar kendali Katimnya," ujar dia.

Saksikan video pilihan berikut ini: