Liputan6.com, Serang - Ribuan masyarakat di Kabupaten Serang mengikuti Festival Bedolan Pamarayan. Mereka terjun ke dalam sungai untuk menangkap berbagai jenis ikan dan udang. Pemerintah Kabupaten Serang memang sengaja menguras atau istilahnya 'bedol' bendungan ini dalam rangka merayakan hari jadi ke-491 Pemkab Serang.
"Ada delapan pintu air, nanti dikeruk lagi. (Nunggu) kering sampai tiga hari, dulu sampai sebulan tahun 1990-an," kata Hermanto, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pintu Air Pamarayan, saat ditemui di sela-sela Bedol Pamarayan, Kamis, 12 Oktober 2017.
Advertisement
Baca Juga
Perayaan hari jadi itu dipusatkan salah satunya di Bendungan Pamarayan yang merupakan peninggalan pemerintah kolonial. Kondisi bendungan yang berdiri sejak zaman penjajahan Belanda ini sudah mengalami pengeroposan yang parah.
Pintu air Pamarayan sendiri mampu mengairi 21.350 hektare lahan persawahan warga. Jalur air barat mengairi wilayah Kecamatan Ciruas, Kramatwatu, Pontang, Tirtayasa, Cikeusal, Kragilan dan Kota Cilegon.
"Pamarayan Timur mengairi Kecamatan Pamarayan, Bandung, kibun, Carenang, Tanara," Hermanto menambahkan.
Berdasarkan catatan sejarahnya, pintu air yang dibangun tahun 1905 ini untuk menangani krisis pertanian saat musim kemarau yang sempat mengakibatkan masyarakat Banten dan Belanda kelaparan. Belanda pun menerapkan politik etis, di antaranya membangun irigasi.
Saat dibedol satu tahun sekali, selain untuk perawatan, masyarakat pun berduyun-duyun terjun ke air saat kering untuk menangkap ikan yang mabuk akibat kencangnya pusaran air.
Pembangunan pintu air Pamarayan dilakukan setelah pembuatan jalur rel kereta api Rangkasbitung - Anyer Lor selesai. Pasalnya, diperlukan jalur untuk mengangkut batu dan material bahan pintu air yang berasal dari Bukit Cerlang di Anyer Lor.
Batu puluhan ribu ton itu diangkut ke Pamarayan. Karena jalur ke Rangkasbitung ke Anyer Lor sangat jauh, pemerintah kolonial Belanda membuat sub rel dari stasiun Catang ke lokasi Bendungan Pamarayan.
Pada 1925, dam utama dinyatakan selesai, kemudian mulai dibuat saluran irigasi induk barat dan timur. Pembangunan bendungan itu telah menghabiskan dana 5 juta gulden lebih dan 200.000 tenaga kerja.
Pada zamannya, Pamarayan mampu mengairi 27 ribu hektare sawah yang bisa ditanami sepanjang tahun. Sebelum Waduk Saguling, pintu air Pamarayan merupakan yang terbesar. Bahkan, di tahun 1951, Presiden Soekarno sempat mengunjunginya bendungan di Provinsi Banten tersebut.
Â
Simak video pilihan berikut ini: