Sukses

Layanan Dibekukan, Ribuan Sopir Ojek Online Unjuk Rasa di Bandung

Suasana di depan Gedung Sate mendadak menjadi lautan hijau hitam saat ribuan sopir ojek online berunjuk rasa.

Liputan6.com, Bandung - Ribuan massa pengendara transportasi online yang tergabung dalam Gerakan Bersama (Geram) Driver Online Bandung Raya Bersatu menggelar aksi damai di depan halaman Gedung Sate Bandung, Senin (16/10/2017).

Massa aksi yang berdatangan sejak pukul 10.00 WIB itu menggunakan berbagai atribut jaket mulai dari berbagai angkutan online Grab, Uber dan Go-jek. Koordinator aksi Andrian mengatakan, aksi ini merupakan ajang audiensi para pengendara dengan pemerintah.

"Tujuan kami ingin beraudiensi mencari penyelesaian persoalan kegundahan saat ini yang kita hadapi," kata Andrian kepada massa.

"Mudah-mudahan apa yang kami sampaikan jadi pencerahan buat online ke depan," imbuhnya.

Setelah berorasi, Andrian mengajak massa untuk berdoa bersama. Kemudian, delapan orang mewakili massa sopir transportasi online beraudiensi langsung dengan Kepala Dinas Perhubungan Jawa Barat Dedddy Taufik di dalam Gedung Sate.

Pewakilan itu menyampaikan unek-uneknya terkait kebijakan yang diambil Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang memutuskan menghentikan layanan transportasi online di seluruh wilayah Jabar hingga ada keputusan dari pemerintah pusat.

Hingga berita ini diturunkan, audiensi yang berlangsung di gedung kesekretariatan Gedung Sate masih terjadi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

 

2 dari 3 halaman

Belajar Resep Damai ke Cirebon

Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Barat (Jabar), Deddy Mizwar, akan mempelajari hasil keputusan ikrar damai antara transportasi online dan konvensional di Cirebon. Hal ini seiring keputusan Dinas Perhubungan (Dishub) Jawa Barat yang melarang transportasi online untuk beroperasi hingga dikeluarkannya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) RI yang baru.

"Di Kota Cirebon bisa damai dan sudah ada ikrar ini bisa saja diadopsi kita coba saja," ujar Deddy Mizwar di Cirebon, Kamis, 12 Oktober 2017.

Deddy mengakui pemerintah tidak bisa menghindari adanya kemajuan teknologi yang ada saat ini. Namun, seyogianya teknologi tidak mendiskriminasi pihak lain seperti transportasi konvensional.

Karena itu pemerintah sedang mengatur regulasi yang pas dan ideal terkait perselisihan antara transportasi online dan konvensional. "Kita enggak mungkinlah menafikan kemajuan teknologi, tapi bagaimana teknologi bisa dimanfaatkan juga oleh perusahaan konvensional," ujarnya.

Dengan demikian, perusahaan maupun awak transportasi konvensional tidak merasa dirugikan. "Harus adil," imbuh Deddy.

Deddy pun mengapresiasi Kota Cirebon yang berhasil mendamaikan perselisihan transportasi online dan konvensional. Menurut dia karakter daerah yang religius menjadi dasar adanya jalan damai antara transportasi online dan konvensional.

Dia mengaku tidak menutup kemungkinan, ikrar damai yang dijembatani Pemerintah Kota (Pemkot) Cirebon terhadap transportasi online dan konvensional diadopsi di Provinsi Jawa Barat. Namun, untuk sementara ini, pemerintah Jabar masih mengikuti aturan yang ada di pemerintah pusat.

"Cuma bagaimana proses menjadi lebih berkeadilan, itu yang penting. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini," katanya.

Deddy menegaskan jika bila langkah penyelesaian Wali Kota Cirebon terhadap permasalahan transportasi online dan konvensional dianggap adil, kemungkinan hal itu bisa diadopsi.

Sebelumnya, Wali Kota Cirebon, Nasrudin Azis, menyayangkan hasil keputusan Dishub Jawa Barat terkait larangan beroperasinya transportasi online. Kekecewaan tersebut karena belum lama ini sopir transportasi online dan konvensional di Cirebon, justru telah sepakat berdamai.

Kesepakatan itu juga ditandai dengan ditandatanganinya enam pasal mengenai aturan transportasi online dan konvensional. Bahkan, kedua kubu sepakat menyiapkan perwakilannya untuk menjadi Satgas Online dan Konvensional (Oke).

Dalam pembacaan ikrar damai tersebut, sopir angkot dan online sepakat untuk tidak menggelar sweeping atau razia maupun hal yang merugikan masyarakat.

Azis pun mengakui segala usaha berbasis digital akan menggerus usaha konvensional di tengah perkembangan zaman dan era digital. Termasuk di dalamnya angkutan konvensional yang ada di Kota Cirebon.

Namun, ia menjanjikan akan mencari solusi untuk kepentingan bersama.

"Saya siap menerapkan pembayaran Kir (uji teknis kendaraan) gratis sesuai aturan asal komitmen," ujarnya.

Selain itu, menurut Wali Kota Cirebon, pihaknya akan menggelar lagi pertemuan membahas dan membentuk satgas gabungan mengawasi transportasi online dan angkutan umum.

 

3 dari 3 halaman

6 Pasal Damai Cirebon

Pada awal Oktober lalu, kisruh antara angkutan online dan konvensional di Cirebon menemui titik terang setelah kedua belah pihak menggelar pertemuan yang dihadiri oleh Wali Kota Cirebon Nasrudin Azis dan Polresta Cirebon pada Senin malam, 2 Oktober 2017.

Pantauan di lokasi, pertemuan yang digelar mulai pukul 22.00 WIB berlangsung alot. Adu argumen terjadi justru antara sesama perwakilan sopir dan pengusaha angkot. Namun, kedua belah pihak akhirnya menyepakati beberapa pasal dengan perwakilan sopir angkutan online.

"Alhamdulillah, dari hasil diskusi dan merumuskan solusi, akhirnya kita menyepakati beberapa pasal yang harus dipatuhi kedua belah pihak dan ditandatangani," kata Kapolresta Cirebon AKBP Adi Vivid Agustiadi Bachtiar di Aula Polresta Cirebon.

Hasil kesepakatan itu dirangkum dalam enam pasal. Berikut rincian pasal kesepakatan angkutan konvensional dan online di Kota Cirebon.

Pasal 1

Angkutan online tidak boleh menaikkan penumpang di lobi mal, stasiun, sekolah, dan terminal untuk radius minimal 100 meter dan maksimal 300 meter. Untuk titik lokasi tetap dilakukan survei bersama di lapangan. Tim survei perwakilan yang terdiri atas tiga orang tim inti dan satu orang tim dari setiap titik jalur.

Pasal 2

Angkutan online harus memakai atribut di kendaraannya berupa stiker dengan tulisan dan nomor kendaraannya yang dapat dibaca jelas (terpasang di kaca depan dan belakang kendaraan) dalam melaksanakan tugasnya agar jika melanggar aturan dapat segera ditindaklanjuti, serta ada pembatasan armada.

Pasal 3.

Angkutan online harus mematuhi semua peraturan perundang-undangan yang berlaku di Negara Indonesia.

Pasal 4

Untuk angkutan konvensional bebas dari biaya KIR, Pengawasan Trayek dan Izin Trayek.

Pasal 5

Membentuk satgas bersama yang terdiri atas Unsur Angkutan Konvensional dan Angkutan Online.

Pasal 6

Apabila terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan ini, akan diberikan sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Catatan pasal 1, jika dari perwakilan jalur ada yang tidak ikut maka tim inti dapat memutuskan dan besok sudah mulai melakukan survai dengan Dishub, Polres, dan Pol PP," kata Adi Vivid seraya membacakan hasil kesepakatan.

Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh 48 orang yang hadir dalam pertemuan. "Kita diberi kemudahan dan petunjuk dari beberapa opsi yang diajukan setelah dibahas ada kata sepakat. Dan di Cirebon ini sangat rinci," ujar dia.

Adi mengatakan, akan ada pertemuan lanjutan untuk membentuk satgas bersama. Masing-masing perwakilan angkutan online dan konvensional akan mengirimkan perwakilan untuk menjadi anggota satgas.

"Pembentukan satgas gabungan ini nanti akan membahas bagaimana tugas satgas yang terdiri dari kedua belah pihak. Mediatornya Polres dan Dishub. Yang dibahas adalah tugas dan sanksi," ujar dia.

Usai membentuk satgas bersama, ujar Adi, Pemkot dan Polresta Cirebon akan menggelar ikrar bersama antara pelaku transportasi online dan konvensional. "Ini semua disepakati demi kondusivitas Kota Cirebon," kata dia.

Sebelumnya, seluruh sopir angkot baik trayek dalam dan luar Kota Cirebon kembali menggelar aksi mogok selama lima hari sejak Jumat, 28 September 2017, hingga Senin, 2 Oktober 2017. Aksi mogok dilakukan lantaran Pemerintah Kota Cirebon dianggap belum menemukan solusi terhadap persoalan angkutan online dan konvensional.

 

Â