Sukses

Ekstrem, Video Luapan Banjir Bandang Sungai Gumiwang Baturraden

Warganet dihebohkan dengan beredarnya video luapan Sungai Gumiwang di Lokawisata Baturraden pasca-bencana banjir bandang.

Liputan6.com, Banyumas - Warganet Purwokerto dan Banyumas dihebohkan dengan beredarnya video luapan Sungai Gumiwang di Lokawisata Baturraden, pasca-bencana banjir bandang yang terjadi di empat sungai yang berhulu di Gunung Slamet. Dalam video itu, Sungai Gumiwang meluap dan memuntahkan air bah.

Kontan, unggahan yang kemudian beredar di berbagai lini masa itu memicu berbagai spekulasi. Beredar pula pula informasi bahwa Lokawisata Baturraden ditutup sampai waktu yang tak ditentukan akibat rusaknya sejumlah fasilitas akibat meluapnya sungai Gumiwang. Spekulasi lainnya adalah luapan empat Sungai di Banyumas itu disebabkan aktivitas ekplorasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Baturraden.

Soal penutupan Baturraden ini, Djoko Haryanto buru-buru membantah. Namun, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Lokawisata Baturraden ini membenarkan bahwa video tersebut benar kondisi Sungai Gumiwang di Baturraden.

Saat itu, kata dia, Sungai Gumiwang memang meluap dan berarus deras. Kuat dugaan, video diambil pada Minggu petang, 15 Oktober 2017, ketika sungai ini bersama empat sungai besar lain yang berhulu di Gunung Slamet, banjir bandang.

Tetapi, menurut dia, luapan air bah di air terjun Sungai Gumiwang itu adalah hal yang wajar. Musababnya, video itu diambil dari jarak dekat sehingga terkesan ekstrem. Ia menjelaskan, Sungai Gumiwang adalah sungai berarus deras lantaran berada di dataran tinggi.

"Tidak ada bangunan atau fasilitas di komplek wisata yang terendam air atau rusak karena terjangan banjir. Baturraden tetap buka," kata Djoko menegaskan, Senin (16/10/2017).

Djoko enggan berkomentar banjir bandang disebabkan oleh aktivitas PLTP. Sebab, sebenarnya, khusus Sungai Gumiwang tak berhulu di kawasan eksplorasi. Ia hanya menyebut banjir bandang dipicu hujan lebat yang terjadi sejak Minggu siang di kawasan lereng Gunung Slamet. "Ini karena hujan saja," ucapnya.

2 dari 2 halaman

Eksplorasi di Kawasan Hutan Lindung

Meski begitu, banjir bandang yang terjadi hampir bersamaan ini pun tetap menuai pertanyaan. Sebab, luapan empat sungai yang berhulu di Gunung Slamet secara bersamaan amat jarang terjadi.

Yudi Setyadi, aktivis lingkungan Kompleet, Purwokerto memperingatkan bahwa banjir bandang itu adalah risiko peningkatan bencana pasca-terjadi degradasi lingkungan di kawasan Lereng Gunung Slamet.

Ia menjelaskan, pengurangan kawasan hutan secara massif terjadi dari tahun ke tahun. Hutan rakyat dan lindung, terkonversi menjadi lahan pertanian dan hutan produksi. Perubahan yang masif itu, menurut dia, menyebabkan alam tak bisa lagi menahan cuaca ekstrem.

"Kemampuan menyerap air berkurang, kekuatan cengkeram tanah menurun. Itu menyebabkan risiko bencana bertambah tinggi," dia menerangkan.

Celakanya, ujar Yudi, Gunung Slamet yang menjadi salah satu pertahanan akhir hutan lindung, semakin terancam dengan keberadaan proyek PLTP Baturraden yang memiliki izin Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) seluas 24.660 hektare. Dari jumlah itu, 90 persennya berada di kawasan hutan lindung.

Dia menilai, keberadaan proyek geothermal itu juga akan mempercepat deforestasi dan hilangnya ratusan mata air yang tersisa. Di satu sisi, hilangnya hutan meningkatkan risiko banjir bandang dan longsor pada musim penghujan. Sebaliknya, di musim kemarau, masyarakat di daerah dataran tinggi terancam krisis air bersih.

Â