Liputan6.com, Karangasem - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) membatalkan misi perekaman visual kawah Gunung Agung menggunakan pesawat tanpa awak alias drone. Hal itu lantaran setelah beberapa kali dilakukan, drone tak dapat beroperasi dengan baik.
Kejadian pertama saat mencapai ketinggian maksimal, kamera drone mengalami gangguan. Kedua, drone hancur menabrak jembatan tak lama usai lepas landas.
"Artinya, kita berkesimpulan itu kurang atau tidak bisa. Rasanya tidak (akan menggunakan drone lagi)," kata Direktur Bantuan Darurat BNPB, Eko Budiman di Posko Utama Tanggap Darurat di Dermaga Tanah Ampo, Kabupaten Karangasem, Bali, Senin, 16 Oktober 2017.
Advertisement
Menurut dia, kondisi cuaca menghalangi drone untuk tetap mengudara. Selain itu, kamera visual yang digunakan juga tak akan berfungsi dengan baik lantaran Gunung Agung seringkali tertutup kabut.
"Kalau mau dipaksakan tidak bisa juga. Drone itu terbang di atas gunung tidak mampu, karena apa, kerapatan udaranya rendah di sekitar situ," tutur dia.
Baca Juga
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) membutuhkan visual kawah Gunung Agung untuk mengamati apa yang sudah terjadi pada kawah gunung dengan ketinggian 3.142 mdpl tersebut. Hingga kini, misi pengambilan gambar kawah Gunung Agung menggunakan drone belum berhasil dilakukan.
Sebelumnya, kondisi visual di puncak kawah Gunung Agung tidak dapat diketahui terus menerus karena ketiadaan peralatan di sana. Sementara, puncak kawah terlarang untuk aktivitas masyarakat. Maka itu, BNPB bersama PVMBG berinisiatif menerbangkan drone.
"Citra satelit tidak dapat setiap saat memantau perkembangan kawah. Oleh karena itu, drone menjadi pilihan yang terbaik. Aman, efektif dan update," kata Kepala BNPB Willem Rampangilei, Rabu, 11 Oktober 2017.
Mengingat tinggi Gunung Agung sekitar 10.400 kaki, diperlukan drone yang memiliki kemampuan terbang tinggi. Namun, kebanyakan drone didesain terbang pada ketinggian 7.000 kaki.
Untuk itu, BNPB mengerahkan lima unit drone dengan spesifikasi berbeda. Tiga unit drone fixed wing yaitu Koax 3:0, Tawon 1.8, dan Mavic, sedangkan dua unit drone jenis rotary wing adalah multirotor M600 dan Dji Phantom. Drone Koax 3:0 dan Tawon 1.8 memiliki kemampuan terbang hingga 13.000 kaki. Mesin menggunakan bahan bakar etanol agar dapat terbang tinggi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Biasa Jadi Andalan
Drone rotary wing digunakan mampu terbang ketinggian 500 meter untuk memetakan permukiman dan alur-alur sungai. Untuk mendukung semua itu digunakan Ground Control Station yang mobile.
Persiapan terbang telah dilakukan pada Rabu (11/10/2017). Flight plan dan uji coba terbang telah dilakukan hari ini dari landas pacu di Kubu. Saat itu, flight plan terbang berputar Gunung Agung sampai ketinggian 11.500 kaki telah dilakukan menggunakan drone jenis Tawon 1.8.
Namun saat drone terbang di ketinggian 6.000 kaki, kamera mengalami masalah sehingga drone kembali ke landasan. Pesawat normal dan mampu terbang tetapi adanya risiko blind flight di gunung memaksa penerbangan dihentikan.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho menerangkan penggunaan drone untuk penanggulangan bencana bukanlah hal yang baru. Untuk kebutuhan kaji cepat yang efektif, drone sangat bermanfaat.
Keluwesan terbang drone, baik vertikal maupun horizontal dalam jangkauan tertentu, serta kemampuan mengambil gambar dari ketinggian tertentu, drone telah menawarkan gambar atau lansekap berbeda dalam melihat peristiwa bencana.
Beberapa kali BNPB bersama Lapan, BIG, BPPT, TNI, Basarnas, BPBD dan relawan menerbangkan drone untuk penanganan bencana seperti dalam penanganan letusan Gunung Sinabung, Gunung Kelud, banjir Jakarta, longsor Ponorogo, longsor Banjarnegara dan lainnya.
Sebuah studi yang dilakukan Palang Merah Amerika menyebutkan bahwa drone adalah salah satu teknologi baru yang paling menjanjikan dan ampuh untuk meningkatkan respon bencana.
Advertisement