Â
Liputan6.com, Manado Saat ini kita memasuki era virtual setelah masa konvensional berlalu. Era ketika keputusan sosial atau keputusan publik bahkan politik dibuat berdasar hal-hal yang sifatnya virtual. Opini publik dilihat berdasar sejauh mana partisipasi orang memberi dan menuliskan komentar di media sosial maupun media mainstream.
"Bahkan ketika membuat keputusan beberapa pejabat publik sering hanya berdasar pada pengamatan atau membaca komentar orang di narasi berita yang tayang di berbagai media mainstream seperti Liputan.com, Detik.com, Kompas.com,"ujar Tenaga Ahli Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Hendrasmo, di Lotta, Minahasa, Sabtu (22/10).
Advertisement
Dalam Forum Dialog dan Literasi Media yang dihadiri ratusan orang muda Katolik se-Keuskupan Manado, Hendrasmo menyebutkan bahwa pejabat-pejabat zaman sekarang sudah mulai mengukur sejauh mana ide, kebijakan itu dinilai positif atau negatif lewat komentar-komentar yang disediakan di laman-laman berita. "Bagaimana komentar orang terhadap satu narasi pemberitaan, negatif atau positif terhadap satu ide, pejabat akan mengukurnya dari sana,"ujar Hendrasmo.
Mantan Direktur Eksekutif INDO Survei & Strategi ini menyebutkan, para elit politik saat ini juga melihat sejauh mana isu menjadi tren di media sosial. "Maka partisipasi masyarakat sekarang ini sering diwujudukan secara virtual. Meskipun partisipasi konvensional masih dilakukan,"ujar Hendrasmo.
Rekonstruksi Nilai
Mengutip Francis Fukuyama, Tenaga Ahli Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Hendrasmo menyebutkan bahwa masyarakat kita sekarang ini masih mengalami masa yang disebut dengan Great Disruption.
"Akibat teknologi yang menyebabkan munculnya globalisasi terjadilah perubahan dalam tatanan hidup manusia dalam hal sosial, ekonomi, politik, dan budaya,"ujar Hendrasmo.
Manusia zaman sekarang, menurut Hendrasmo cenderung pragmatis, mengejar apa saja yang diinginkannya dan meninggalkan nilai-nilai positif serta mengacaukan banyak hal. "Ini terutama terjadi di era transisi saat masyarakat industri beralih menuju masyarakat informasi,"ujar Hendrasmo.
Karena itu, Fukuyama menyarankan agar dilakukan great reconstruction, dengan melakukan rekonstruksi nilai-nilai. Hendrasmo menyebutkan agar orang muda terutama orang muda Katolik (OMK) kembali menghadirkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan, nasionalisme untuk kembali mengikat yang telah terpecah belah.
Sebagai bangsa yang besar, kemajemukan dan keragaman yang menjadi kekayaan Indonesia harus dijaga dan dipelihara."Kita harus menyikapi perbedaan bukan sebagai akar konflik, tetapi sebagai kekuatan,"tegas Hendrasmo.
Advertisement