Liputan6.com, Bandung - Dua kubu yang sempat berseteru, yaitu para pengemudi transportasi online dan konvensional di Kota Bandung akhirnya sepakat untuk berdamai. Hal itu menyusul adanya Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 tahun 2017 belum lama ini.
Penandatangan surat perdamaian oleh kedua belah pihak dilakukan di Markas Polrestabes Bandung dan disaksikan oleh Kapolrestabes Bandung, Hendro Pandowo beserta jajaran. Beberapa perwakilan kedua belah pihak pun menghadiri penandatangan surat perdamaian tersebut.
"Saya terharu, mulai malam ini dan seterusnya masyarakat Kota Bandung bisa aman, damai, dan tenteram. Kedua belah pihak bisa menjalankan pekerjaannya masing-masing setelah menandatangi surat ini," kata Hendro di Markas Polrestabes, Jumat, 20 Oktober 2017, malam.
Advertisement
Baca Juga
Ketua Umum Wadah Aliansi Aspirasi Transportasi (WAAT) Herman mengatakan, pihaknya telah berkomitmen berdamai dengan kubu transportasi online. Salah satu alasannya, kata dia, untuk menjaga kondusivitas Kota Bandung.
"Saya rasa hasil revisi Permenhub kemarin sudah cukup adil dan tinggal realisasinya saja. Mulai malam ini, kita akan sebarkan perdamaian ini kepada rekan-rekan yang lain," ucap Herman.
Di lain pihak, Koordinator Lapangan Perkumpulan Pengemudi Online Satu Komando (Posko) Tezar Dwi Aryanto mengatakan telah sepakat dengan pengemudi transportasi konvensional untuk berdamai. Dia berharap gesekan-gesekan yang terjadi antara pengemudi transportasi online dan konvensional pihak tidak lagi terjadi.
"Nanti kita akan tegaskan kepada anggota di lapangan tentang perdamaian ini. Sepakat dengan angkutan konvensional ke depannya tidak menginginkan kejadian-kejadian kemarin terulang," kata Tezar.
Simak video pihan berikut ini:
Revisi Permenhub Nomor 26 tahun 2017
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bersama Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo), Korlantas Mabes Polri, dan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mengumumkan Revisi Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 26 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Pengumuman dilakukan di Gedung Kementerian Perhubungan di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Revisi Permenhub Nomor 26 tahun 2017 merupakan umpan balik dari pembatalan Mahkamah Agung (MA) atas Permenhub yang sama pada 22 Agustus lalu.
Ruh dari Revisi Permenhub Nomor 26 ini dirangkum dalam sembilan poin. Di antaranya mengenai argometer, tarif berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa yang berpedoman pada tarif atas dan bawah, penetapan wilayah operasi, kuota atau jumlah kendaraan, persyaratan minimal lima kendaraan untuk perorangan, dan BPKB atau STNK atas nama badan hukum atau perorangan untuk badan hukum berbentuk koperasi.
Selain itu Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) harus sesuai wilayah operasi yang ditetapkan, kendaraan baru harus melampirkan sertifikat registrasi uji tipe atau SRUT, serta perusahaan aplikasi dilarang memberikan akses kepada perusahaan angkutan umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan taksi daring.
Aspek lain yang tak kalah pentingnya dari sembilan poin itu yakni SIM umum untuk para pengemudi, memiliki asuransi, kendaraan yang diberi stiker, dan kewajiban aplikasi membuka akses kepada Menkominfo.
Budi Karya sekali lagi menunggkapkan, jika peraturan ini agar ada kesetaraan antara transportasi berbasis daring dan konvensional. Tak hanya itu, peraturan ini juga agar tidak terjadi konflik akibat persaingan yang tidak sehat.
Sementara itu, masyarakat yang telah terlanjur merasa nyaman menggunakan angkutan online menanggapi beragam terkait aturan yang akan diberlakukan untuk angkutan online. Sedangkan penolakan mengiringi munculnya angkutan online, terutama dari penyedia jasa angkutan umum konvensional.
Namun, perlahan tapi pasti, penghasilan angkutan konvensional berkurang seiring dengan bermigrasinya para pengguna angkutan ke moda transportasi massal berbasis daring. Praktis, mudah, cepat, dan bisa datang ke rumah merupakan keunggulan angkutan online.
Namun, yang paling mendasar adalah tarif. Angkutan online menawarkan tarif lebih murah jika dibandingkan angkutan konvensional.
Tergerusnya penghasilan angkutan konvensional memicu reaksi yang berlebihan. Di sejumlah daerah sering kali terjadi konflik antara awak angkutan konvensional dan online.
Tak sampai di situ, unjuk rasa angkutan konvensial juga sering digelar di sejumlah daerah. Permintaan para awak angkutan hanya satu, pemerintah daerah tidak mengeluarkan izin untuk angkutan online beroperasi. Penolakan ini bahkan bisa berujung bentrok fisik seperti di Bogor, Jawa Barat, dan Tangerang, Banten, beberapa waktu lalu.
Kegaduhan hasil dari konflik angkutan online dan konvensial ini membuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat melarang beroperasinya angkutan online di wilayah Jawa Barat. Bagi pengendara angkutan online, konflik dan larangan ini dianggap sebagai suatu hal yang biasa terjadi dan mereka akan tetap menjalankan roda kendaraannya untuk menjemput penumpang.
Advertisement