Liputan6.com, Probolinggo - Pasangan suami istri di Kota Probolinggo, Jawa Timur, tak bisa mengelak dari tangkapan polisi sesaat pesta sabu di kamar mereka berakhir pada Selasa siang, 31 Oktober 2017. Keduanya ditangkap tanpa perlawanan dengan sejumlah barang bukti sabu dan alat isap.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, seorang dosen di sebuah universitas swasta bernama Putut Gunawarman (48) dan istrinya, Baby Viruja (23), ditangkap setelah delapan kali mengisap sabu.
Bersama warga Jalan Argopuro, Gang Tentrem, Kelurahan Ketapang, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo itu diamankan sejumlah barang bukti. Di antaranya sebuah plastik klip berisi 0,27 gram sabu, pipet, dua buah korek api, sedotan, dan satu korek kompor mini.
Advertisement
"Keduanya sudah kami periksa, dan mengakui perbuatannya," kata AKBP Alfian Nurrizal, Kapolresta Probolinggo, di halaman Mapolresta.
Baca Juga
Sementara itu, berdasarkan keterangan Putut, lelaki yang juga mantan Ketua Komisioner Panwaslu itu sengaja mengonsumsi sabu untuk mendapatkan vitalitas dan stamina.
Penangkapan itu berawal dari informasi dari anak tiri Putut, yang resah dengan kebiasaan pasutri itu. Keduanya mengkonsumsi sabu sejak dua tahun terakhir.
Hingga kini, polisi masih mengembangkan kasus itu. Utamanya sumber keduanya mendapatkan barang haram tersebut. Diharapkan bisa memberantas jaringan pemasok sabu ke wilayah Kota Probolinggo.
"Itu masih kami selidiki, dalam tahap pengembangan," ujar Kapolresta.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Â
Narkoba Rp 15 Miliar dari Malaysia
Di tempat berbeda, Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau menggagalkan masuknya 7,5 kilogram sabu dan 28.500 butir pil ekstasi dari Malaysia tujuan Kota Pekanbaru. Narkoba dengan taksiran harga Rp 15 miliar itu disita dari tiga tersangka di dua lokasi berbeda di Provinsi Riau.
"Lokasi pertama di jalan lintas, tepatnya di wilayah Meridan. Kedua di depan rumah sakit kemudian digeledah ke kos-kosannya," kata Direktur Reserse Narkoba Polda Riau Kombes Pol Hariono, didampingi Kabid Humas Polda Riau Kombes Pol Guntur Aryo Tejo di Mapolda Riau, Senin siang, 30 Oktober 2017.
Hariono menyebutkan, pihaknya sudah menyelidiki jaringan internasional ini selama sebulan. Sindikat itu disebut sudah beberapa kali meloloskan sabu dan ekstasi dari Negeri Jiran dalam jumlah besar.
Tersangka pertama yang diamankan adalah Rio Nanda Andiska Wanto. Pria kelahiran 1989 itu baru saja menjemput kiriman dari Pulau Rupat, Bengkalis, memakai Toyota Avanza hitam. Dia ditangkap ketika melintas di kawasan Meridan yang juga melibatkan Polresta Pekanbaru dan Polsek Tenayanraya.
"Dari sini ditemukan tujuh bungkus sabu, satu bungkus estimasinya 1 kilogram. Kemudian juga ditemukan beberapa bungkusan yang isianya ekstasi, estimasinya 27.000 butir," kata Hariono.
Pengakuan Iskandar, barang ini akan dijemput di depan Rumah Sakit ‎Awal Bross, Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru. Usai penangkapan pada 28 Oktober 2017 pukul 20.00 WIB itu, petugas bergerak ke RS dimaksud sekitar pukul 21.00 WIB.
Di pinggir jalan, sudah menunggu seorang pria bernama Isma Deni. Petugas langsung menangkap dan membawa ke kosnya di Marpoyan Damai. Di sana ditemukan pacar Isma bernama Anisa, dan langsung digeledah.
"Dari kotak kosmetik milik teman perempuannya ini ditemukan setengah kilogram sabu dan 1.500 butir ekstasi. Perempuan juga ditetapkan sebagai tersangka karena mengetahui peredaran dan mendiamkannya," kata Hariono.
Â
Advertisement
Sel Terputus
Guntur menambahkan, sabu seberat 0,5 kg itu merupakan sisa dari pengiriman pertama atau belum terjual. Dalam peredaran sabu itu, tersangka di lokasi pertama dan kedua tidak saling kenal.
"Mereka hanya kontak lewat telepon setelah tersangka Iskandar dihubungi bosnya. Keduanya sepakat bertemu di depan RS meski belum kenal," ucap Guntur.
Tersangka Iskandar mengaku sudah dua kali menjadi kurir. Sementara, tersangka Isma Deni mengaku sudah empat kali menerima barang dari orang berbeda. Jumlah narkoba yang diterima sangat banyak dan sudah beredar di Pekanbaru serta beberapa provinsi di Sumatera.
"Tersangka Is pada pengiriman pertama diupah Rp 20 juta, itu lolos. Dan untuk pengiriman kedua ini dijanjikan Rp 60 juta, hanya saja baru diterima uang muka Rp 5 juta, sisanya setelah barang dikirim dan diterima Is," ucap Guntur.
Atas perbuatannya, Iskandar dan Isma Deni dijerat dengan Pasal 114 dan atau Pasal 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sementara, tersangka Anisa dijerat Pasal 113 undang undang yang sama karena mengetahui tapi membiarkan.
"Untuk ancaman 114 dan 112 adalah maksimal mati dan paling lama seumur hidup," kata Guntur.
Dan selain narkoba, petugas juga menyita dua pucuk airsoft gun, beberapa timbangan digital, plastik bening pembungkus sabu, dan ekstasi.