Liputan6.com, Denpasar - Setelah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menurunkan status Gunung Agung dari Awas (Level IV) menjadi Siaga (Level III), para pengungsi mulai kembali ke rumah. Penurunan status itu juga berimplikasi pada luasan zona bahaya Gunung Agung.
Dari sebelumnya radius sembilan kilometer dengan perluasan sektoral 12 kilometer saat Awas, kini menjadi radius enam kilometer‎ dengan perluasan sektoral 7,5 kilometer. Jumlah desa terdampak juga berkurang, dari sebelumnya 28 desa menjadi hanya enam desa.
Artinya, ada 22 desa yang tidak masuk dalam zona bahaya Gunung Agung. Warga pengungsi yang tak masuk dalam zona bahaya Gunung Agung pun kembali ke rumah mereka masing-masing. Hal itu juga sesuai dengan anjuran instansi terkait, dalam hal ini Pemerintah Provinsi Bali.
Advertisement
Baca Juga
Namun, sebagian pengungsi masih bertahan di Gelanggang Olahraga (GOR) Swecapura, Kabupaten Klungkung, Bali. Ketika bertepatan dengan Hari Raya Galungan, banyak pengungsi kembali ke rumahnya yang kini telah masuk dalam zona aman.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Klungkung, I Putu Widiada, menjelaskan seribu lebih pengungsi dari wilayah aman telah kembali ke rumah masing-masing.
"Ada 1.280 pengungsi dari Kawasan Rawan Bencana (KRB) I dan II yang izin pulang kembali ke rumahnya," ucap Widiada kepada Liputan6.com‎ di GOR Swecapura, Kabupaten Klungkung, ‎Rabu, 1 November 2017.
Meski telah masuk dalam zona aman, kepulangan mereka tetap didata oleh BPBD Klungkung. Ribuan warga yang kembali ke rumahnya itu pun berjanji akan kembali ke pengungsian jika sewaktu-waktu status.
"Mereka juga tadi izin, jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu, misalnya Gunung Agung statusnya dinaikkan lagi atau erupsi, mereka akan kembali mengungsi ke sini lagi," tuturnya.
Kendati begitu, ada pula beberapa warga pengungsi dari desa aman yang masih ingin mengungsi. Mereka berkaca pada pengalaman tahun 1963. Ketika Gunung Agung saat itu meletus, desa mereka terisolasi lantaran terkena lahar dingin.
"Itu alasannya. Mereka ingin memastikan kalau betul-betul aman baru pulang," kata I Putu Widiada.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
‎‎Pengungsi Gunung Agung Berbondong-bondong Pulang
‎Umat Hindu Bali merayakan hari suci Galungan, kemarin. Namun, saat perayaan Galungan kali ini, sebagian masyarakat Bali tengah mengungsi akibat aktivitas vulkanik Gunung Agung.
Padahal, biasanya umat Hindu akan menggelar persembahyangan dan setelahnya berkumpul bersama keluarga besar. Warga Hindu Bali yang merantau akan kembali ke tanah kelahirannya untuk merayakan Galungan bersama keluarga besar. Perayaan Galungan mirip Lebaran bagi umat Islam.
Kendati demikian, warga di sekitar lereng gunung berapi yang kini berstatus Siaga (Level III) itu juga ingin khidmat merayakan hari suci umat Hindu itu. Mereka kemudian berbondong-bondong meninggalkan pengungsian.
Salah satunya seperti yang terpantau di Pos Pengungsian Gelanggang Olahraga (GOR) Swecapura, Kabupaten Klungkung. Mereka meminta izin kepada petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat untuk pulang sebentar menggelar persembahyangan. Setelah itu, mereka berjanji akan segera kembali ke pengungsian.
Seorang warga bernama I Luh Sucitawati mengaku telah meminta izin kembali ke rumahnya di Desa Muncan. Sebab, seluruh tetangga yang mengungsi akibat aktivitas vulkanik Gunung Agung juga telah kembali ke rumah untuk persembahyangan.
"Teman-teman sudah pulang semua. Di sana (Desa Muncan) sudah ramai. Jadi saya juga izin pulang sebentar untuk sembahyang," kata Sucitawati ketika ditemui Liputan6.com di GOR Swecapura, Rabu, 1 November 2017.
Advertisement
Imbauan BPBD Klungkung kepada Pengungsi
Pengungsi di GOR Swecapura saat ini berjumlah 1.282 jiwa. Di hari raya Galungan, GOR Swecapura tampak sepi. Mereka meminta izin pulang ke rumah untuk melaksanakan persembahyangan meski tahu berada di zona bahaya.
Kepala BPBD Kabupaten Klungkung I Putu Widiada menjelaskan, di Kabupaten Klungkung terdapat 3.758 warga Karangasem asal Kawasan Rawan Bencana (KRB) III.
Pada Rabu pagi, 1 November 2017, sebagian pengungsi di KRB III yang tinggal sementara di GOR Swecapura ada yang meminta izin untuk kembali ke rumahnya menggelar persembahyangan.
Menurut Widiada, sesungguhnya BPBD Klungkung tak mengizinkan juga tak melarang warga yang berkeinginan pulang untuk sembahyang. Meski memberi kesempatan pengungsi merayakan Galungan di rumahnya yang berada dalam zona bahaya, ia memberikan beberapa "bekal" keselamatan bagi mereka.
Yang terpenting adalah mengamankan diri masing-masing dan pergi menjauh jika sirene sebagai tanda bahaya sudah berbunyi.‎
"Kita juga tidak melarang mereka sembahyang. Kita hanya pesan, tolong jaga diri dan hati-hati. Kami tidak mengizinkan, tidak juga melarang," tuturnya.
Bila ada erupsi, ada early warning system. Ada sirene yang akan berbunyi satu jam sebelum Gunung Agung meletus. "Kurang lebih ada dua jam untuk menyelamatkan diri sebelum erupsi," I Putu Widiada memungkasi.