Sukses

3 Hakim Nakal Terima Suap hingga Selingkuh

Ketiga hakim nakal ini dipecat Mahkamah Agung berdasarkan rekomendasi Komisi Yudisial.

Liputan6.com, Pekanbaru - Tiga "hakim nakal" di Sumatera, dipecat oleh Mahkamah Agung (MA) karena melanggar kode etik hakim. Tindakan tegas ini diambil berdasarkan rekomendasi Komisi Yudisial (KY) lantaran ketiganya diduga menerima suap dan selingkuh.

"Ada di Padang (Sumatera Barat), Medan, dan satu lagi di Labuhan," ucap Komisioner Komisi Yudisial, Suamartoyo, di Kota Pekanbaru, Riau, Kamis (2/11/2017) siang.

Dia menyebutkan, tiga hakim itu dipecat dengan beragam kasus. Satu di antaranya terbukti menerima suap, sehingga memengaruhi putusan kasus yang disidangkan. Selanjutnya, ada hakim yang membawa perempuan yang bukan istrinya ke penginapan.

"Berikutnya, ada hakim yang masih muda berpacaran, sehingga bercerai dengan istrinya," kata Suamartoyo.

Dia menjelaskan, KY sejak berdiri sudah memproses ratusan hakim untuk kemudian direkomendasikan ke MA. Rekomendasi ini bersifat wajib ditindaklanjuti MA dengan memberikan sanksi ringan, sedang, dan berat.

Paling berat adalah pemecatan secara hormat dan tidak hormat. Sementara, sanksi sedang berupa penurunan pangkat dan penundaan gaji, lalu sanksi ringan berupa teguran secara administrasi supaya "hakim-hakim nakal" itu tidak mengulangi perbuatannya.

"Kalau di Riau tidak ada yang dipecat, tapi ada beberapa yang diproses," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

26 'Hakim Nakal' Diproses

Pada tahun ini di Riau, ada tujuh hakim yang diproses. "Tapi, saya tidak ingat apa-apa saja kasusnya. Sementara, secara keseluruhan di Indonesia, ada 26 perkara sedang ditangani," Suamartoyo menerangkan.

Suamartoyo berharap, 26 hakim yang ditangani bisa diselesaikan dalam bulan ini. Jumlah perkara "hakim nakal" itu adalah hasil laporan dari ratusan pengaduan yang masuk ke KY. Dalam perkara "hakim nakal" itu Riau menempati peringkat kedua di Sumatera.

"Kalau untuk Indonesia sendiri, Riau itu peringkat kedelapan dengan hakim yang dilaporkan," katanya.

Dia mengatakan pula, KY berkomitmen menciptakan peradilan bersih di Indonesia dengan memantau tindak tanduk hakim. Tidak hanya ketika menyidangkan perkara, tapi juga perilaku hakim ketika di luar sidang.

Suamartoyo mengakui, KY belum begitu dikenal masyarakat. Sebagai solusi, tahun depan pihaknya meluncurkan website pengaduan. Masyarakat bisa melampirkan putusan hakim dan memberikan penjelasan secara ilmiah.

"Nanti disaring, kemudian ditelaah oleh tim pakar untuk selanjutnya diperiksa hakimnya," ujarnya.

Sementara untuk penghubung KY di daerah, Suamartoyo mengatakan, pihaknya bakal menggelar sosialisasi secara menyeluruh. Selain menyebar stiker, spanduk serta hotline yang bisa dihubungi, beberapa universitas juga akan dilibatkan.

"Dan KY juga mengharapkan peran media massa memberikan informasi. Karena dengan adanya puluhan pengadilan di setiap provinsi, pihak penghubung tidak mampu menjangkau," Suamartoyo memnungkasi.

3 dari 3 halaman

Hakim Selingkuhi Istri PNS

Beberapa waktu lalu, kasus "hakim nakal" menyedot perhatian di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tri Hastono, hakim di Pengadilan Negeri Mataram, NTB, dipecat setelah ketahuan berselingkuh.

Dalam sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang digelar MA dan KY, Tri dinilai telah terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).

"Menjatuhkan sanksi dengan sanksi berat berupa pemberhentian tetap dengan hak pensiun," ujar Ketua Majelis MKH Eman Suparman saat membacakan amar putusannya di Ruang Wiryono, Gedung MA, Jakarta, Rabu, 20 Mei 2015.

Eman memaparkan, Tri terbukti melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan etikanya sebagai hakim. Tri terbukti beberapa kali selingkuh dengan Heryawati, istri Suyanto yang merupakan seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Hubungan terlarang itu dilakoni keduanya beberapa kali, baik di hotel di Kupang, maupun di rumah dinasnya.

"Fakta ada hubungan khusus dengan istri pelapor. Istri pelapor sudah sampai melakukan hubungan suami-istri dengan terlapor," ujar Eman.

Tri mengakui kesalahan yang diperbuatnya. Dia mengaku khilaf atas "cinta terlarangnya" dengan Heryawati. Dia sudah meminta maaf ?kepada keluarga Heryawati dan keluarganya sendiri.

"Hal yang meringankan, terlapor mengakui kesalahan, berjanji pada Tuhan tidak akan ulangi perbuatannya lagi, tidak akan mengulangi perbuatannya lagi, dan masih ada tanggungan keluarga," ujar Eman.

Putusan MKH ini lebih ringan dari rekomendasi KY yang mengusulkan pemberhentian tetap tidak dengan hormat kepada Tri yang pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Rote Ndao, NTT.