Sukses

Belasan Bayi Lobster Korban Penyelundup Kembali ke Samudra Hindia

Penyelundup bayi lobster yang merampas kebebasan mereka ternyata hanya diberi surat teguran keras.

Liputan6.com, Bengkulu - Belasan ekor bayi lobster nyaris dikirim ke Jakarta melalui Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu. Bayi-bayi lobster yang masih hidup itu akhirnya disita petugas Badan Karantina Ikan dan Penjamin Mutu (BKIPM) Provinsi Bengkulu karena tidak memenuhi syarat berat minimun, yakni 200 gram.

Kepala seksi Pengawasan dan Perlindungan Balai Karanttina Ikan Bengkulu, Wasdalin mengatakan, pihaknya menemukan bayi lobster yang tidak memenuhi syarat itu di antara ribuan lobster lain yang akan dikirim oleh pengusaha bernama Paryono saat pemeriksaan fisik barang.

Usai disita, petugas balai karantina langsung melepas kembali belasan bayi lobster tersebut ke laut bebas Samudra Hindia menggunakan kapal dengan pengawalan Polisi Perairan Bengkulu.

"Lobster undersize itu kami sita dan sudah dilepas kembali ke laut bebas," ujar Waslidin saat dihubungi di Bengkulu, Jumat (3/11/2017).

Pelepasliaran bayi- bayi lobster itu tidak dilakukan sembarangan. Petugas balai karantina ikan memilih kawasan yang diketahui sebagai tempat berkembang biak atau habitat lobster tidak jauh dari daratan. Tujuannya supaya lebih mudah memantau nelayan pencari udang.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 56 tahun 2016 Tentang Larangan Penangkapan dan Pengiriman Lobster, Kepiting dan Rajungan dari Wilayah Republik Indonesia, penangkapan dan pengiriman lobster ukuran panjang hewan harus di atas delapan sentimeter atau berat di atas 200 gram per ekor.

Terhadap pengusaha yang melanggar, BKIPM masih memberikan toleransi dengan hanya mengeluarkan surat teguran keras. Jika kejadian itu terulang kembali, menurut Walidin, pihaknya tidak segan-segan untuk mencabut surat izin operasi perusahaan dan melarangnya untuk mengirimkan barang ke luar dari Bengkulu lagi.

"Jika terjadi pengiriman bayi lobster ini lagi tentunya akan kita tindak, bahkan akan kita bawa ke jalur hukum," kata Walidin.

Saksikan vidio pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Bayi Lobster Rentan Penyelundupan

Sebelumnya, komplotan penyelundup bayi lobster atau bibit lobster juga nyaris berhasil sebelum akhirnya terhenti di Jambi. Pelaku ditangkap jajaran Direktorat Polisi Perairan (Dit Polair) bersama petugas Stasiun Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Jambi.

Penangkapan itu terjadi pada Sabtu malam, 21 Oktober 2017. Sebelum penangkapan, petugas gabungan Dit Polair dan SKIPM mendapat informasi akan ada transaksi lobster di Kota Jambi. Dari informasi itu, ribuan bayi lobster dibawa ke Jambi dan berasal dari pesisir Jawa.

Petugas kemudian menggelar operasi khusus di jalur masuk Kota Jambi. Tepat di depan Kantor Camat, Kotabaru, Kota Jambi, polisi menghentikan dua unit mobil jenis minibus. Saat pemeriksaan, di dalam kedua mobil itu didapati 38.326 bayi lobster yang dibungkus ratusan kantong dalam sembilan boks khusus.

Dua orang sopir minibus dan satu orang lainnya juga ikut diamankan. Ketiganya adalah Mansur (46), warga Jakarta Timur, Aripudin (50), warga Jakarta Utara, dan Muamar (28) yang juga warga Jakarta Utara.

"Jadi, dari Jambi menggunakan jalur laut melalui pelabuhan di Kuala Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat," ujar Kapolda Jambi melalui Kabid Humas Polda Jambi, Kuswahyudi Tresnadi di Jambi, Senin (23/10/2017).

Menurut dia, ribuan bayi lobster tersebut bernilai miliaran rupiah. Harga satu ekor bayi lobster ditaksir mencapai Rp 150 ribu. Jika dikalikan 38.326 ekor bayi lobster, nilainya mencapai Rp 5,74 miliar.

"Kasus ini akan kami dalami untuk mencari aktor atau pelaku penyelundupan lobster ini," ucap Kuswahyudi.

Para penyelundup akan dijerat dengan Pasal 88 Jo Pasal 16 (1) Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan dengan ancaman enam tahun penjara dan denda Rp 1,5 miliar.

Usai disita, rencananya ribuan benih lobster itu akan dilepasliarkan di habitat aslinya, yakni di pesisir selatan Jawa.