Liputan6.com, Samarinda - Dinas Perkebunan Kalimantan Timur menemukan 39 ribu benih kelapa sawit tanpa sertifikat di Kutai Timur pada 28 Oktober 2017. Temuan terbaru itu dimusnahkan segera.
"Saat ini, kami juga meningkatkan pengawasan dan penindakan tegas terhadap peredaran benih sawit ilegal. Petani jangan sampai dirugikan," kata Kepala Dinas Perkebunan Kaltim, Ujang Rachmad, Minggu, 5 November 2017.
Menurut Ujang, banyak kerugian yang diterima dari bercocok tanam dengan benih ilegal, yang ditengarai sebagai benih palsu. Tidak hanya kerugian finansial karena gagal panen, tapi juga dapat merusak mesin saat tanaman diolah menjadi minyak mentah (CPO).
Advertisement
Baca Juga
"Tanaman dari benih yang tak tersertifikasi itu biasanya jelek. Cangkangnya tebal, bisa merusak mesin. Maraknya peredaran benih ilegal ini juga karena permintaan yang tinggi, namun ketersediaan benih unggul bersertifikat masih terbatas," paparnya.
Ujang menjelaskan, sertifikasi bibit dan kecambah sawit bertujuan memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa benih sawit tersebut asli. Saat ini, Disbun Kaltim berhasil menyertifikasi sebanyak 439 ribu bibit dan 451 ribu kecambah kelapa sawit.
"Itu untuk memastikan mutu fisik, fisiologis, dan genetis benih sawit," ungkapnya.
Kecambah kelapa sawit asli adalah kecambah yang dibuat melalui proses hibridasi menggunakan sumber benih yang sesuai standardisasi mutu. Sedangkan, kecambah kelapa sawit palsu umumnya diproduksi sembarangan tanpa memerhatikan standar itu.
Walaupun harganya cenderung lebih murah, pemakaian kecambah palsu yang mempunyai mutu tidak jelas ini akan merugikan petani. Selain masa pertumbuhan tanaman lebih lambat, tingkat produktivitasnya juga rendah, sehingga proses pengolahannya tidak efisien.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Ciri-Ciri Bibit Palsu
Benih sawit palsu bisa dikenali dengan melihat tingkat ketebalan tempurungnya lebih tipis. Tekstur permukaan biji juga terasa lebih kasar dan tampak kotor. Lebih lanjut, persentase tingkat kematian kecambah juga lebih tinggi.
Selain itu, kelapa sawit dari bibit palsu akan tumbuh tidak normal dan tidak seragam. Produktivitas panen pun cenderung jauh lebih rendah. Di sektor pengolahan, tanaman dari kecambah palsu mempunyai tingkat rendemen minyak yang relatif rendah.
Ujang mengatakan, dalam hal ini, masyarakat menjadi sasaran utama peredaran benih palsu. Sebab, perusahaan sudah memahami ciri bibit palsu sehingga tidak akan terpengaruh. Selain itu, perusahaan akan memilih bibit dengan kualitas terbaik untuk meningkatkan produktivitas.
"Ini yang membuat kami terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Ini sebagai upaya preventif," katanya.
Untuk memberikan efek jera, ujar Ujang, selain pencegahan, langkah penindakan juga ditempuh. Sanksi pun disiapkan sesuai Pasal 60 c UU 12/1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman, yakni pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 250 juta.
Advertisement