Solo - Keluarga Presiden Joko Widodo tentu tidak main-main dalam memilih tanggal 8 November 2017 sebagai hari bahagia bagi Kahiyang Ayu yang menikah dengan Bobby Nasution. Tanggal 8 November memiliki makna sakral sesuai perhitungan kalender Jawa dan primbon. Selain itu, hari Rabu seolah memiliki makna spesial bagi orang nomor satu di negeri ini.
Dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Darmoko menjelaskan secara runut soal gambaran umum perhitungan kalender Jawa secara keseluruhan. Terkait dengan perhitungan hari dan tanggal, budaya Jawa menganut konsep klasifikatoris, yakni pola pikir yang memandang bahwa setiap manusia menapaki kehidupan, pasti mereka memberi ciri-ciri tertentu pada fase-fase tetentu.
Advertisement
Baca Juga
Termasuk, perhitungan Pancawara (kurun waktu berhari lima) dan Saptawara (kurun waktu sepekan) yang digabung menjadi satu. Sama seperti ilmu kalender Tionghoa dan Barat, masalah perhitungan tata ruang dan waktu juga demikian pada budaya Jawa. Di Tionghoa tentu percaya pada shio dan Barat percaya pada hitungan zodiak.
"Kalau dirunut ada keterkaitan hubungan relasi antara hubungan kecil dunia manusia jagat kecil dan jagat gede alam semesta. Ada harmoni yang seimbang dan manifestasi dengan jagat cilik dan alam di jagat gede," ujar Darmoko.
Dalam konteks ini, manusia selalu berusaha mencari harmonisasi kehidupan. Memandang jagat raya alam semesta adalah satu kesatuan. Karena itu, kata Darmoko, agar menjaga kesimbangan itu, manusia punya strategi dalam melaksanakan upacara-upacara tradisional dari waktu ke waktu sebagai pewarisan kebudayaan.
"Dalam perkawinan adat Jawa ini, tak bisa dilepaskan dari strategi menjalin harmoni dan dunia manusia yang melingkupinya. Atau hubungan objek," jelas Darmoko.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Â
Pertimbangan Matang Presiden Jokowi Memilih Tanggal Pernikahan Kahiyang
Menurut dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) Darmoko, dalam pernikahan Kahiyang dan Bobby dan pernikahan adat Jawa lainnya, perhitungan-perhitungan terkait dengan hari dan tanggal yang baik tentu saja dihubungkan dengan bulan. Ada perhitungan dengan bulan-bulan di perhitungan Jawa menjadi peredaran candra.
"Sedangkan di dalam primbon, itu implementasi konsep klasifikatoris. Ada hari yang tak baik, ada yang tak boleh laksanakan upacara mantu dan lainnya," jelasnya.
Sehingga Jokowi, kata Darmoko, sangat memahami bulan-bulan tertentu memiliki hari-hari tak baik (nahas) yang tak boleh untuk melaksanakan mantu. Bulan tersebut menentukan hari-hari tak baik.
"Bulan ini adalah bulan Safar. Ada hari tak baik untuk mantu, yaitu Senin dan Selasa, tak baik. Sekarang Pak Jokowi mantu di bulan Safar, Alhamdulillah Beliau gunakan Rabu, sehingga bisa dilaksanakan. Pasti ada semacam kisi-kisi di dalam primbon. Ada ahli yang ditanya oleh Beliau," kata dia.
Begitu pula saat menentukan momentum perombakan kabinet I dan II, Jokowi memilih hari Rabu, yakni hari yang sama dengan tanggal kelahirannya. "Antara mitos dan realitas ya. Kenyataannya Pak Jokowi so far so good ya," tuturnya.
Darmoko menegaskan warisan leluhur Jawa masa kuno wajib dibaca, dipahami, dan dirawat, meski ada yang percaya dan ada yang tidak. Kembali pada Jokowi mantu, ada tanggal nahas yang tak boleh untuk mantu di bulan Safar, yakni tanggal 1 dan 20.
"Tetapi dilihat lagi, bulan Safar selain tanggal 1 dan 20 itu baik. Dan Pak Jokowi memilih tanggal 8 itu pasti sudah sesuai pertimbangan, saya pun harus buka catatan lagi," ucapnya tertawa.
Advertisement