Sukses

Enam TKI Bangkalan Tewas dalam Kebakaran di Malaysia

Keenam TKI ternyata ilegal, pemerintah tidak bisa menanggung biaya pemulangan jenazah ke Maura.

Liputan6.com, Bangkalan - Enam TKI asal Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur tewas di Kedah Malaysia. Mereka menjadi korban saat rumah majikannya di kawasan Kampung Baru, Sungai Petani terbakar 7 November lalu. TKI yang tewas sebagian besar berasal dari dua desa di Kecamatan Geger, Bangkalan yaitu Desa Tegar Priyah dan Desa Betoh Belle.

TKI dari Desa Betoh Belle masing-masing bernama Toyibah, Samsul, dan Habi dari Dusun Perkuning, mereka satu keluarga. Kemudian, Misbahul Anwar dan Kholil dari Dusun Cangkring. Korban terakhir bernama Umriyah warga Dusun Kebun Tengah, Desa Tegar Priyah.

Kepala Bagian Humas, Polres Bangkalan, AKP Bidarudin mengatakan berdasarkan keterangan tim dari LP3 TKI dan LP4TKI yang datang ke Bangkalan untuk bertemu keluarga korban, terungkap bahwa kondisi korban sulit dikenali.

Sehingga, kata dia, perlu diambil sampel DNA keluarga di Madura untuk dicocokkan dengan DNA korban. Pendataan manual tak bisa dilakukan karena majikan para TKI juga belum ditemukan, diduga turut tewas dalam kebakaran.

"Pengambilan sampel DNA dilakukan oleh DVI Biddokes Polda Jatim di kantor camat," kata dia, Sabtu (11/11/2017).

Selain contoh DNA, menurut Bidarudin, tim perlindungan TKI juga menyampaikan bahwa negara tidak bisa menanggung biaya pemulangan jenazah. Pertama, karena para korban ilegal, mereka tidak miliki paspor atau visa, serta tak terdata di KJRI. Bila keluarga ingin jenazah dipulangkan, maka biayanya ditanggung keluarga.

Kedua, status ilegal itu membuat para korban tidak akan mendapat asuransi baik dari dalam ataupun luar negeri. "Tim LP3TKI juga menyarankan agar para korban dikubur di Malaysia," ujar Bidarudin.

Atas usul tersebut, kata Bidarudin, keluarga TKI berembuk dan memutuskan menerima usul tersebut. Keluarga pun diminta menandatangani surat persetujuan dengan disaksikan camat dan Kapolsek Geger serta masing-masing kepala desa.

 

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Nasib TKI Asal Indramayu yang Tertahan 13 Tahun di Kuwait

Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Indramayu terus mendesak KBRI Kuwait terkait lambatnya respons KBRI untuk kepulangan TKI Watini asal Desa Sukaperna, Kecamatan Tukdana, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Dalam pengaduannya, SBMI meminta agar pihak KBRI memproses pemulangan Watini yang sudah habis masa kerjanya.

"Kami sudah hampir delapan bulan mengadu. Namun sampai saat ini, belum juga ada informasi perkembangan pengaduannya dari pihak pemerintah," keluh Juwarih, Senin (6/11/2017).

Juwarih mengatakan, Watini direkrut oleh sponsor bernama Kastiman, yang masih satu desa dengan Watini. Watini kemudian diberangkatkan pada 21 Juni 2004 melalui PT Duta Sapta Perkasa.

Dia juga mengungkapkan, saat diberangkatkan, Watini masih berusia 16 tahun. Oleh karena itu, dia mengindikasikan keberangkatan Watini ilegal. Dia menambahkan, keluarga Watini juga kecewa terhadap KBRI Kuwait.

"Padahal sudah habis masa kerja kenapa tidak segera diproses pemulangannya," ujar dia.

Dari informasi yang didapat, Watini dikabarkan sudah 13 tahun lima bulan bekerja di Kuwait sebagai TKI. Namun, hingga saat ini Watini tidak bisa pulang ke kampung halamannya.

3 dari 3 halaman

Rp 107 Miliar, Syarat Bebaskan TKI Eti dari Hukuman Mati

Nasib Eti, warga Cidadap, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka, bergantung pada pemerintah Jokowi. Berdasarkan informasi yang dihimpun, Tenaga Kerja Indonesia (TKI) itu terancam hukuman mati setelah dituduh meracuni majikan laki-lakinya.

Eti mendekam di penjara Arab Saudi sejak 2002 lalu. Kadisnaker Kabupaten Majalengka, Ahmad Suswanto mengatakan, Eti divonis di Arab Saudi karena dianggap terbukti meracuni majikannya dengan racun serangga. Aksi Eti itu dilakukan bersama rekannya yang merupakan warga negara India.

"Kami sedang berusaha agar tidak dihukum mati. Kami terus berkoordinasi dengan pemerintah di pusat," kata dia saat berkunjung ke kediaman keluarga Eti, Rabu, 18 Oktober 2017.

Pihak keluarga hanya bisa pasrah, sebab mereka sendiri sudah tak bisa berkomunikasi dan tidak bisa berbuat banyak. Bahkan, kata Suswanto, keluarga sudah meminta pemerintah setempat membantu agar tidak dihukum mati.

Suswanto kini berinisiatif menggalang dana untuk membantu pembebasan Eti. Dari informasi yang didapat, pihak majikan bisa memaafkan Eti dengan syarat membayar denda.

"Mudah-mudahan ada cara lain seperti koin untuk Eti atau penggalangan dana lainnya nanti kekurangannya ditambah pemerintah," ucap Suswanto.

Pejabat Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Chairil Anwar mengatakan, sedang berusaha menempuh jalur hukum di Arab untuk meringankan hukuman TKI itu.

Dia mengatakan, sang majikan sudah memaafkan Eti. Namun, dalam hukum yang berlaku di Arab, Eti harus membayar denda uang diyat yang diminta keluarga majikan. Besaran uang diyat yang diminta majikan mencapai 30 juta riyal atau setara dengan Rp 107 miliar.

"Kita sudah upaya pendekatan dan menyewa pengacara dan mendatangkan keluarga (pada) 2015 dan 2016. Bulan September 2017 ini, keluarga korban bersedia memberi maaf, cuma ada syaratnya yang berat minta uang diyat 30 juta riyal atau Rp 107 miliar," kata Chairil.

Dia meminta agar keluarga TKI Eti tidak patah semangat. Kemenlu berencana mengajak keluarga Eti mengirim surat ke Presiden untuk membantu masalah ini.

"Kami sarankan untuk mengirim surat ke Pak Presiden agar dibantu meringankan hukuman. Pokoknya jangan patah semangat," ujarnya.