Sukses

Kasus Korupsi Tugu Anti-Korupsi Bikin Pejabat Ketakutan

Pejabat Eselon kompak ingin mundur seiring proses hukum dugaan korupsi Tugu Anti-Korupsi.

Liputan6.com, Pekanbaru - Penetapan 18 tersangka korupsi pembangunan Ruang Terbuka Hijau Tunjuk Ajar Integritas yang terdapat Tugu Anti-Korupsi memanaskan suasana di Pemerintahan Provinsi Riau. Belakangan beredar info pengunduran massal PNS di Unit Layanan Pengadaan.

Adanya keinginan mundur massal dari ULP ini dibenarkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang Provinsi Riau, Dadang Eko Purwanto. PNS yang berniat mengundurkan diri ini dari kalangan pejabat eselon atau memegang peranan penting di ULP.

"Rata-rata pejabat eselon ingin mundur, ini aneh. Nampak kali ada ketakutan sebagai dampak kasus RTH," kata Dadang di Pekanbaru, Senin 13 November 2017 malam.

‎Berapa orang, siapa dan apa saja jabatan PNS yang ingin mengundurkan diri itu, Dadang belum bisa memastikan karena belum menerima data serta laporannya.

"Laporannya belum saya terima resmi, hanya menyampaikan secara lisan saja," kata Dadang.

‎Tak hanya RTH, rencana penerapan sistem baru juga ikut memengaruhi keinginan pejabat eselon mundur. Di mana bakal diterapkan single salary sistem yang artinya pegawai hanya menerima pemasukan dari satu sumber.

"Dengan sistem ini, pejabat pemegang kegiatan tidak mendapatkan honor tambahan lagi," jelas Dadang.

Dadang berjanji segera mencari solusi terkait masalah ini. Diapun juga mengingatkan para pejabat serta pegawai lainnya agar tetap bekerja sesuai tugas pokok dan fungsinya masing-masing agar kegiatan kedinasan tetap berjalan.

Terkait kabar ini, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau Sugeng Riyanta menyebut sikap dari pejabat itu sangat berlebihan. Sugeng menyatakan kenapa harus mundur dari ULP kalau tidak terlibat dugaan korupsi dan menyalahi wewenang.

"Asal bekerja dengan benar, tak menyimpang dan tidak melakukan kesalahan, kekhawatiran akan ikut dijerat perkara hukum tidak perlu," tegas Sugeng di Kejati Riau.

Sugeng menjelaskan, antara Kejati dan Pemprov Riau adalah mitra. Tidak ada niat buruk dari Kejati Riau dalam mengusut RTH, melainkan sebagai pembelajaran agar tidak ada penyelewengan dalam kegiatan fisik dan tentunya untuk Riau yang lebih baik.

"Tidak sembarangan menetapkan 18 tersangka itu, ada bukti penyelewengan. Kalau tidak salah ngapain takut, ini aneh. Kita ingin membangun Riau lebih baik, sehingga jadi pembelajaran," terang Sugeng.

‎Menurut Sugeng, kasus ini sejatinya sudah memakai beberapa pendekatan. Semua pihak yang terlibat di dalamnya sudah diminta bekerjasama membuka siapa saja yang terlibat, tapi saling melindungi satu sama lainnya. Kejati juga susah mendapatkan dokumen sebagai barang bukti hingga mendapat dengan caranya sendiri.

Dalam perjalanannya, ditemukan indikasi permainan. Mulai dari pengaturan pemenang tender, permintaan fee proyek, pekerjaan tidak sesuai spesifikasi, ‎laporan tidak sesuai dengan hasil pekerjaan hingga penyerahan pekerjaan kepada pihak lainnya.

"Ada buktinya, jadi tidak asal saja. Kalau seandainya tidak salah, kenapa harus mundur," ulang Sugeng lagi.

Sebelumnya kasus ini menjerat 13 kalangan ASN, mulai dari mantan kepala dinas, ketua Pokja di ULP, hingga PNS yang bertugas melelang proyek dan menilai hasil pekerjaan. Selain ASN, dijerat pulak 5 pihak swasta dari pemenang tender dan konsultan pengawas.

RTH dan Tugu itu dibangun sebagai simbol perlawanan Riau terhadap korupsi. RTH dan Tugu ini diresmikan pada Hari Anti-Korupsi Sedunia pada pertengahan Desember 2016 oleh Ketua KPK Agus Raharjo dan disaksikan Jaksa Agung.‎ 

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

Rencana Aksi Para Tersangka

Sejumlah tersangka yang sudah ditetapkan mulai mencari kuasa hukum untuk mempermudah proses ini. Sejauh ini sudah muncul nama Razman Arif Nasution dan Kapitra Ampera.

Razman sendiri sudah menyatakan menjadi kuasa hukum 12 aparatur sipil negara yang terlibat kasus ini. Razman menyebut ada sembilan tersangka yang dipegangnya, tiganya lagi dikuasakan kepada rekannya yang satu tim dengan dirinya. Dan lima tersangka lainnya lagi disebut sudah meneken surat kuasa kepada pengacara, Kapitra Ampera.

Mereka akan mengajukan pra-peradilan. Ada beberapa alasan Razman mengajukan praperadilan, di antaranya karena tidak ada tersangka utama dalam kasus ini. Kejati disebut hanya berdasarkan pemufakatan jahat dan persekongkolan, sehingga RTH dan Tugu dimaksud merugikan negara Rp 1,2 miliar.

Selain itu, Razman menyebut para kliennya baru saja menerima surat penetapan tersangka setelah beritanya beredar luas di media massa. Dalam surat itu juga disebut tidak dijelaskan posisi tersangka dalam proyek tersebut.

"Ini aneh, makanya saya praperadilan, tidak masuk akal. Sugeng (Asisten Pidsus Kejati Riau) pada kariernya dan kita bertarung di pengadilan. Kalau gugatan praperadilan tidak terima, kita buktikan di persidangan selanjutnya," tegas Razman.

Razman juga menjadikan audit BPK Riau dalam proyek ini sebagai dasar. Menurutnya memang ada kelebihan bayar Rp 800 juta lebih, dan sudah dibayarkan pemerintah hingga bersisa Rp 70 juta yang dalam waktu dekat dibayarkan.

"Apa masalahnya lagi, sudah dibayar. Proyeknya saja masih dikerjakan saat itu, dan sekarang masuk masa pemelihatan, kejaksaan sudah masuk. Ini tidak boleh terjadi," tegas Razman.

Masih ada beberapa alasan lainnya disampaikan Razman untuk menggugurkan status para tersangka. Dan Razman juga berencana melaporkan Sugeng ke Polda Riau karena disebut sudah menyalahi wewenang.

Sementara Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Sugeng, dikonfirmasi terkait dirinya akan dilaporkan ke Polda Riau tidak mau menanggapinya. Sugeng hanya menanggapi terkait rencana praperadilan.

"Praperadilan merupakan salah satu jalan mencari keadilan dalam hukum, dan itu sah-sah saja kalau mau melakukannya," ucap Sugeng singkat.

 

3 dari 3 halaman

Penjelasan Pemerintah Riau

Sebelumnya Kepala Inspektorat Pemprov Riau Evandes Fajri‎ mengakui ada kelebihan pembayaran bernilai ratusan juta. Hal itu berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Riau dan disebut sudah dibayar secara bertahap hingga lunas.

"Semua temuan BPK sudah ditindaklanjuti, termasuk kelebihan bayar RTH," kata Elvandri di Pekanbaru.

Dia menyebut temuan BPK ada kelebihan bayar Rp 285 juta. Pada Juli 2017 sudah dibayar mulai bertahap, mulai 4 Juli senilai Rp 105 juta, lalu 26 Juli senilai Rp 20 juta dan 31 Juli Rp 50 juta. Dari jumlah itu, dia menyebut masih ada sisa Rp 110 juta.

"Sisanya itu rencananya akan dibayar, sedangkan yang disebutkan tadi sudah disetorkan ke kas daerah," katanya.

Terkait dugaan pengaturan proyek sehingga dinyatakan Kejaksaan Tinggi Riau sebagai perbuatan melawan hukum, Evandes menyebut sudah menindaklanjutinya, termasuk oleh kepala daerah.

Dengan tindak lanjut kelebihan bayar dan penindakan pengaturan, Evandes menyatakan sudah tidak ada lagi masalah dalam pembangunan RTH, termasuk paket pembangunan tugu perlawanan korupsi di dalamnya.

"Artinya sudah tidak ada pelanggaran hukum sejauh ini,‎" tegas Evandes.

Terkait tanggapan pemerintah ini, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau Sugeng Riyanto menanggapi santai. Dia menyilahkan pihak luar berkomentar tapi dinyatakannya tidak akan memengaruhi penyidikan.

"Biar sajalah mau berkomentar apa," ucap Sugeng singkat.