Liputan6.com, Semarang - Rawa Pening di Kabupaten Semarang makin bersolek. Permukaan danau alami yang awalnya sebagian besar tertutupi eceng gondok kini mulai tersibak. Salah satu yang berkontribusi untuk mengatasi permasalahan itu adalah PT Sido Muncul, Tbk, sebagai salah satu kado yang diberikan perusahaan tersebut di ulang tahunnya ke-66 yang jatuh pada 11 November 2017 lalu.
Sejak tahun lalu, Sido Muncul menggagas pemanfaatan eceng gondok sebagai pelet bahan bakar. Bekerja sama dengan Balai Besar Wilayah Sungai Kabupaten Semarang, perusahaan jamu itu memanfaatkan eceng gondok segar yang diangkut dari permukaan Rawa Pening.
Direktur PT Sido Muncul Irwan Hidayat mengatakan, kebutuhan pelet sebagai bahan bakar di pabrik mencapai 50 persen dari total penggunaan bahan bakar. Sisanya dipenuhi dari gas.
Advertisement
Baca Juga
Selama ini, bahan baku pelet bahan bakar diperoleh dari ampas jamu. Setiap 1 kilogram pelet ampas jamu mampu menghasilkan sekitar 4.500 kcal. Sementara, pelet eceng gondok mampu menghasilkan sekitar 4.300 kcal/kg.
Meski tak sebesar energi pelet ampas jamu, Irwan menyatakan pelet eceng gondok diproduksi sebagai wujud kepedulian atas kondisi lingkungan di Rawa Pening. Di sisi lain, pemanfaatan pelet dari limbah dinilai menghemat biaya produksi.
"Kalau harga gas itu saja Rp 10 ribu/kg, sementara pelet untuk bisa menghasilkan 11.000 kcal hanya dibutuhkan 2-4 kilogram pelet, dan pelet itu harga ekspor Rp 1.600/kg dan bisa kita beli Rp 2.000/kg saja, itu berarti kita hanya perlu bayar sekitar Rp 8.000. Berarti lebih murah kan," dia menerangkan, di Semarang, Selasa, 14 November 2017.
Ke depan, Irwan menyatakan pihaknya membuka peluang pada pihak ketiga untuk menjual pelet eceng gondok ke pabriknya. Dengan begitu, misinya untuk membuka jalan bagi masa depan yang lebih baik bagi Rawa Pening dan warga bisa terwujud.
"Saya berinisiatif buat pelet dan mengiklankan Rawa Pening ini agar jadi terkenal. Kalau terkenal, investor pasti masuk. Manfaatnya juga untuk warga sekitar dan pemerintah setempat," kata Irwan.
Beli Alat Khusus
Untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi pelet bahan bakar, Sido Muncul memanfaatkan peralatan yang ada. Belakangan, perusahaan itu menginvestasikan modal untuk membeli screw press. Alat yang berfungsi memeras produk agar kadar airnya hanya tersisa 70 persen itu sengaja dibeli untuk memanfaatkan eceng gondok secara optimal.
"Setelah itu, eceng gondok masuk ke mesin dryer hingga kadar airnya tersisa hanya 10 persen. Maksimal pelet bisa digunakan 10 persen," tutur Fadhila Rifka Widati, staf Penelitian dan Pengembangan Bahan Baku Sido Muncul, kepada Liputan6.com.
Menurut perempuan yang disapa Ila itu, produksi pelet eceng gondok masih belum stabil, hanya sekitar 3-5 ton per hari. Hal itu tak terlepas dari suplai eceng gondok yang tersedia di lapangan.
"Ngambil eceng gondok itu kan kewenangan BBWS. Mereka sering terkendala alam dan peralatan. Kalau danaunya surut, alat beratnya nggak bisa ke tengah mengambil eceng gondok. Itu terutama kalau musim kemarau," kata Ila.
Namun jika seluruh proses ideal, pabrik bisa memproduksi minimal 25 ton eceng gondok sehari untuk diolah menjadi sekitar 7 ton pelet eceng gondok. Jika hal itu konsisten dilakukan, luas Rawa Pening yang ditutupi eceng gondok diharapkan bisa dibereskan sekitar 3 tahun saja.
Apresiasi pemanfaatan eceng gondok untuk bahan bakar datang dari Bupati Semarang Mundjirin. Kepada Liputan6.com, pemerintah mengatakan akan menyisakan sekitar 250 hektare untuk pertumbuhan eceng gondok pada tiga tahun ke depan.
Bagaimanapun, eceng gondok diperlukan oleh warga. "Nanti kita akan biat zona mana yang untuk pariwisata, mana untuk perikanan, pertanian, pariwisata, dan lain-lain," kata Mundjirin.
Advertisement