Liputan6.com, Timika - Kapolda Papua Irjen Polisi Boy Rafli Amar kembali memperingatkan Kelompok Kriminal Bersenjata agar segera meletakkan senjata dan menyerahkan diri ke kantor kepolisian terdekat, yaitu Polsek Tembagapura, Kabupaten Mimika.
"Sekali lagi kami mengingatkan kepada mereka untuk meletakkan senjata dan menyerahkannya ke kantor kepolisian terdekat. Jangan lagi melakukan aksi kekerasan dan patuhi apa yang sudah kami maklumatkan. Kami tidak akan melakukan apa-apa," katanya di Timika, Jumat (17/11/2017), dilansir Antara.
Ia menegaskan senjata api yang dimiliki oleh KKB ilegal dan merupakan barang bukti tindak pidana pembunuhan terhadap aparat negara. Dalam hal ini adalah anggota Brimob.
Advertisement
Dua senjata api laras panjang jenis Styer Aug dengan amunisi kaliber 5,46 milimeter yang kini dikuasai oleh kelompok bersenjata itu diketahui dirampas dari dua anggota Detasemen Gegana Brimob, Bripda Riyan Hariansah dan Bripda M Adpriadi, pada 1 Januari 2015.
Baca Juga
Saat itu, kedua anggota Brimob tersebut bertugas sebagai anggota Satgas Amole untuk mengamankan PT Freeport di wilayah Tembagapura. Keduanya bersama seorang satpam PT Freeport Indonesia bernama Suko Miartono diserang dan ditembak mati oleh KKB di sekitar wilayah Kampung Utikini Lama, saat tengah berpatroli ke Kampung Banti.
Kapolda Papua menawarkan kepada KKB agar secara legawa kembali bergabung dalam aktivitas masyarakat secara normal dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, serta terlibat aktif membangun wilayah Papua seperti yang sedang digalakkan pemerintah saat ini.
"Mari kita bahu-membahu ikut dalam pembangunan. Jangan lagi membunuh, jangan lagi menyakiti hati masyarakat, jangan melanggar hukum, jadilah masyarakat yang baik dan patuh hukum serta berkebudayaan yang positif," katanya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Â
Makin Menipis
KKB sudah lebih dari tiga pekan menguasai dan menduduki perkampungan sekitar Kota Tembagapura. Sejak itu, 1.300 warga sipil dilaporkan terisolasi karena tidak bisa lagi leluasa untuk bepergian ke Tembagapura guna membeli barang kebutuhan pokok mereka.
Kondisi mereka kini makin memburuk lantaran persediaan bahan makanan makin menipis. Belum lagi soal pelayanan kesehatan dan pendidikan di Banti-Kimbeli, Opitawak, yang sama sekali tidak berjalan.
Aparat kepolisian bersama Pemerintah Distrik Tembagapura menyediakan bantuan bahan pangan di Polsek Tembagapura untuk masyarakat sekitar itu. Meski begitu, warga takut mendatangi Polsek Tembagapura untuk mengambil bahan pangan karena terintimidasi oleh KKB.
Adapun sebagian warga yang lolos ke Tembagapura untuk mengambil bahan pangan setelah kembali ke kampung dengan berjalan kaki, bahan pangan yang mereka bawa dijarah habis oleh KKB.
Menurut informasi yang diterima pihak kepolisian, saat ini terdapat 150-an balita dan bayi di beberapa kampung itu kekurangan bahan makanan lantaran ibu mereka sudah tidak sanggup lagi memberikan ASI. Sebagian warga juga mulai sakit-sakitan lantaran persediaan bahan makanan yang semakin menipis.
Advertisement
Layanan Kesehatan dan Pendidikan Berhenti
Rumah Sakit Waa-Banti milik Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) sudah tutup operasionalnya sejak 27 Oktober 2017. Seluruh dokter, perawat, bidan, dan tenaga medis lainnya sudah dievakuasi dari rumah sakit itu karena merasa tidak aman dengan keselamatan mereka pascatertembaknya ambulans milik RS Waa-Banti.
Sejauh ini, baru dua orang yang diizinkan oleh KKB untuk pergi meninggalkan Kampung Kimbeli, yaitu seorang wanita hamil yang hendak melahirkan dan seorang pendulang emas tradisional asal Blitar, Jawa Timur, bernama Sugiyono.
Wanita hamil tersebut rela berjalan kaki sejauh 2 kilometer dari Kampung Kimbeli diantar oleh dua orang perempuan tua menuju Kantor Polsek Tembagapura pada Minggu, 12 November 2017. Wanita tersebut kini telah melahirkan seorang bayi laki-laki dalam kondisi normal di RS Tembagapura.
Sementara Sugiyono, pendulang emas tradisional yang selama ini beroperasi di wilayah Kali Kabur (Sungai Aijkwa) Banti, berhasil mencapai Kantor Polsek Tembagapura pada Selasa, 14 November 2017, diantar oleh tiga warga asli Kampung Banti. Saat itu pria berusia 51 tahun dalam kondisi sakit berat.
Kondisi serupa terjadi di SD dan SMP Negeri Banti. Seluruh petugas kesehatan dan guru-guru di wilayah itu telah dievakuasi ke Timika.