Liputan6.com, Serang - Dengan seragam serba hitam, berpeci hitam, dan golok menyelempang di pinggang kiri, sekitar tiga ribu jawara dari berbagai peguron di Banten berkumpul di Alun-alun Kota Serang, Minggu (19/11/2017). Mereka atraksi debus secara serentak di hadapan para 'guru besarnya'.
"Ini kebangkitan baru dunia persilatan dan debus di Banten, bagaimana tembus di dunia internasional," kata Wahidin Halim (WH), Gubernur Banten, Minggu (19/11/2017).
Advertisement
Baca Juga
Tak hanya para jawara, para ulama pun ikut berkumpul di Alun-alun Barat Kota Serang. ulama dan jawara Banten ikut serta merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.
"Kalau saya ke Belanda, orang kenal Banten itu dengan pendekar dan ulamanya," kata Wahidin.
Membangkitkan kembali ghiroh 'Kejawaraan' Banten, ribuan pendekar itu memperlihatkan aksi kekebalan tubuhnya dan berhasil mencatatkan rekor ke dalam Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai atraksi debus terbanyak di Indonesia.
"Pendekar harus mengikuti perkembangan zaman. Ilmu pengetahuan juga mereka harus tetap belajar," kata Wahidin di sela aksi debus.
Aksi-Aksi Ekstrem Debus
Debus adalah kesenian asli Banten yang mempertontonkan atraksi ekstrem. Kesenian Debus yang sering dipertontonkan di antaranya menusuk perut dengan tombak atau senjata tajam lainnya tanpa terluka, mengiris bagian anggota tubuh dengan pisau atau golok.
Aksi debus lain adalah memakan api, menusukkan jarum kawat ke lidah, kulit pipi atau anggota tubuh lainnya hingga tembus tanpa mengeluarkan darah. Juga kadang menyiram tubuh dengan air keras hingga pakaian yang dikenakan hancur lumat namun kulit tetap utuh.
Ada juga aksi menggoreng telur di atas kepala, membakar tubuh dengan api, menaiki atau menduduki susunan golok tajam, dan bergulingan di atas serpihan kaca atau beling.
Debus dalam bahasa Arab berarti tongkat besi dengan ujung runcing berhulu bundar. Menurut sebagian banyak sumber sejarah, kesenian debus Bantenbermula pada abad 16 masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin (1532-1570). Debus mulai dikenal pada masyarakat Banten sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam.
Namun ada juga yang menyebutkan Debus berasal dari daerah Timur Tengah bernama Al-Madad yang diperkenalkan ke daerah Banten ini sebagai salah satu cara penyebaran Islam pada waktu itu. Yang lainnya menyebutkan bahwa debus berasal dari tarekat Rifa’iyah Nuruddin al-Raniri yang masuk ke Banten oleh para pengawal Cut Nyak Dien
Pada zaman Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1692) Debus menjadi sebuah alat untuk memompa semangat juang rakyat banten melawan penjajah Belanda pada masa itu. Pada masa sekarang Debus sebagai seni beladiri yang banyak dipertontonkan untuk acara kebudayaan ataupun upacara adat.
Advertisement