Sukses

2.057 Bencana Landa Indonesia Tahun Ini, Apa yang Paling Sering?

Dalam rentang 1 Januari hingga 20 November 2017, 282 orang meninggal dunia dan 3,2 juta jiwa mengungsi akibat bencana.

Liputan6.com, Medan - Ancaman bencana akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya curah hujan. Puncak hujan diperkirakan Januari 2018 mendatang, sehingga bencana banjir, longsor, dan puting beliung akan juga meningkat. Hal ini di luar dari bencana geologi seperti gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung api yang dapat terjadi kapan saja.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, data sementara kejadian bencana selama 2017, yaitu mulai 1 Januari hingga 20 November, terdapat 2.057 bencana.

Jenis dan jumlah kejadian bencana ini terdiri dari banjir (689), puting beliung (618), tanah longsor (545), kebakaran hutan dan lahan (96), banjir dan tanah longsor (63), kekeringan (19), gempa bumi (18), gelombang pasang/abrasi (7), dan letusan gunung api (2).

"Dampak bencana dari 2.057 kejadian adalah 282 orang meninggal, 864 orang luka-luka dan 3.209.513 orang mengungsi dan menderita," ucap Sutopo, Senin, 20 November 2017.

Ia menjelaskan, kerusakan bangunan meliputi 24.282 rumah rusak (4.594 rusak berat, 4.164 rusak sedang, dan 15.524 rusak ringan) dan 313.901 rumah terendam. Kerusakan juga mencakup sebanyak 1.611 unit fasilitas publik, yakni 974 unit fasilitas pendidikan, 546 unit fasilitas peribadatan, dan 91 fasilitas kesehatan.

Menurut Sutopo, dampak ekonomi akibat bencana tentu cukup besar, karena telah menyebabkan penderitaan masyarakat. Misalnya, dampak kerugian ekonomi peningkatan status Awas Gunung Agung di Bali, mencapai lebih dari Rp 2 triliun. "Jumlah total kerugian dan kerusakan ekonomi akibat bencana belum dilakukan perhitungan," sebutnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

2 dari 2 halaman

Tingkatkan Kewaspadaan Hadapi Bencana

Sutopo menerangkan, pemerintah daerah (pemda) dan warga diimbau untuk terus meningkatkan kewaspadaan menghadapi bencana. Apalagi, kejadian curah hujan ekstrem kian meningkat saat ini.

Dampak perubahan iklim global memang semakin meningkatkan kejadian hujan ekstrem. Selain itu, imbuh Sutopo, kerusakan lingkungan, degradasi lahan, daerah aliran sungai kritis, dan banyaknya penduduk yang tinggal di daerah rawan bencana juga makin meningkatkan risiko bencana.

Saat ini, menurut Sutopo, sesungguhnya adalah darurat ekologi. Luas lahan kritis di Indonesia sekitar 24,3 juta hektare, sedangkan laju kerusakan hutan rata-rata berkisar 750.000 hektare per tahun.

"Sementara, kemampuan pemerintah melakukan rehabilitasi hutan dan lahan rata-rata berkisar 250.000 hektare per tahun," katanya.

Sutopo pun mengimbau, masyarakat yang tinggal di daerah rawan banjir di dataran banjir dan bantaran sungai seperti di sepanjang pantai timur Sumatera, pantai utara Jawa, Kalimantan, dan lainnya harus waspada terhadap ancaman banjir.

Begitu pula masyarakat yang bermukim di daerah rawan longsor di perbukitan, pegunungan atau tebing dan lereng hendaknya waspada dari ancaman longsor.

"Kenali lingkungan sekitarnya. Jika di bagian hulu atau di daerahnya hujan deras hendaknya waspada. Awasi anak-anak bermain saat banjir," ujarnya.

Menurut dia, sering kali musibah anak-anak hanyut saat bermain air banjir yang kemudian terseret arus sungai atau banjir. Hal yang sama, masyarakat perlu melakukan pemantauan lingkungan sekitar akan tanda-tanda longsor.

"Seperti adanya retakan, amblesan tanah, mata air berubah keruh, tiang listrik atau pohon menjadi miring, dan lainnya," Sutopo memungkasi.