Liputan6.com, Blitar - Muang Thien ditangkap petugas Imigrasi Kelas III Blitar, Jawa Timur. Pasalnya, pria asal Myanmar ini membuka praktik panti pijat di Jalan Palem, Blitar.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, I Nyoman Gedhe Surya Mataram, mengatakan tertangkapnya pria berambut lurus ini karena diketahui tidak bisa menunjukkan identitas kewarganegaraannya.
"Jadi dia (MT) itu sudah tinggal sejak 2006 lalu, dan di sini sudah mempunyai keluarga. Istrinya itu orang Blitar. Anaknya sudah empat," kata Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar, I Nyoman Gedhe Surya Mataram, di Kabupaten Blitar, Rabu, 22 November 2017.
Advertisement
Surya menambahkan, MT ditangkap petugas saat menyamar sebagai pasien pijat di tempat praktiknya, setelah mendapat informasi dari para warga.
Baca Juga
"Begitu informasi masuk, kita langsung cek ternyata enggak ada (dokumen kenegaraan), ya otomatis kita langsung bawa saja ke ruang Detensi di Kanim Kelas II Blitar. Kita periksa di sana," ujarnya.
Ia menambahkan, kini petugas Imigrasi Kelas II Blitar terus berkoordinasi dengan lembaga terkait guna menentukan apakah MT akan dideportasi atau ada proses lainnya.
"Yang jelas MT ini sudah melanggar Pasal 113 dan 119 UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena masuk Indonesia tanpa izin, dan tidak memiliki dokumen kenegaraan atau identitas resmi.
Terkait kewarganegaraan, Surya menegaskan, pihaknya sudah menyurati Kedutaan Myanmar di Jakarta, termasuk kebijakan deportasi.
"Jadi selama 30 hari ke depan enggak ada jawaban, maka kita akan menghubungi International of Migrant (IOM) dan UNHCR," tukasnya kepada Liputan6.com.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kerusuhan di Myanmar
Sementara dari pengakuan MT, ia keluar dari negaranya di Myanmar karena adanya kerusuhan yang terjadi pada 1988. Setelah itu dia menuju Malaysia.
Sedangkan pada tahun 2001 dirinya menikahi WNI berinisial D dan dikaruniai seorang anak. Karena merasa bertanggung jawab atas keluarganya, ia kemudian masuk Indonesia melalui jalan tikus yang ada di Pulau Batam pada 2006.
"Saya saat itu (1988) masih mahasiswa semester 7, lalu saya ke Malaysia dan menikah di sana. Kemudian karena karena istri saya sudah melahirkan, saya menyusulnya ke Indonesia," katanya sambil menundukkan kepala.
Menariknya, sambil menunduk dan meneteskan air mata MT juga memohon untuk tidak dideportasi karena tak ingin berpisah dengan keluarganya.
"Rumah saya di sana (Myanmar) sudah habis dibakar, saya tidak bisa lagi menghubungi keluarga saya. Saya mohon, jangan deportasi saya. Saya mohon Pak Presiden, bantu saya jadi WNI," aku MT.
Advertisement