Liputan6.com, Cilacap - Sebanyak lima Anak Buah Kapal (ABK) asal Desa Pesanggrahan Kecamatan Kesugihan Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah menjadi korban ABK hilang dalam peristiwa terbakarnya Kapal Golden Tuna 88, di Perairan Australia, 29 Oktober 2017 lalu.
Lima orang tersebut yaitu Nasiwan, Sukijo, Lewih Prayitno, Warsidin, dan Yahman Subehi. Mereka berasal dari dusun yang sama, RT 01 RW 4 Desa Pesanggrahan. Hingga kini, nasib lima orang ini belum diketahui dan masih dinyatakan hilang.
Warsidin dan empat rekannya diketahui berangkat pada 12 Juli 2017 lalu. Bersama dengan 16 ABK lain yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mereka melaut. Layaknya kapal tuna, mereka bisa berbulan-bulan bahkan bisa setahun penuh berada di tengah laut.
Advertisement
Munir, sanak Warsidin bercerita, informasi yang diterima dari pemilik Kapal Golden Tuna 88, PT Chiuh Shih, Benoa, Bali, pada tanggal 29 Oktober pukul 21.00 waktu setempat, kapal meminta izin mematikan kontak karena ganti oli.
Saat itu, posisi kapal terbakar berada di lintang 29 dan bujur 103 Perairan Australia.
Baca Juga
Akan tetapi, setelah itu, kapal tak lagi bisa dikontak. Beberapa waktu kemudian, ada laporan bahwa kapal terbakar. Setelah didekati, tak ada satu pun ABK yang tertinggal di kapal. para ABK hilang.
Pencarian pun lantas dilakukan oleh search and rescue (SAR) setempat. Namun hasilnya nihil. Ke-21 ABK kapal tuna, termasuk nahkoda, bak raib ditelan laut.
"Berdasarkan keterangan dari PT, masih terus dilakukan pencarian terhadap 20 ABK dan Kapten Kapal terbakar," ujarnya, saat dihubungi wartawan, Selasa (28/11/2017).
HNSI Cilacap Dampingi Keluarga ABK yang Hilang
Dia menjelaskan, pihak pemilk kapal Golden Tuna 88, PT Shiuh Chih sebenarnya meminta jadwal pertemuan pada Senin, 27 November, kemarin. Namun, lantaran masih ada sejumlah dokumen yang belum dipersiapkan, pertemuan diundur akhir pekan ini.
Keluarga juga sudah melapor ke Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap, serta melaporkan kehilangan anggota keluarga ke kepolisian.
Sementara, Ketua Dewan Pengurus Cabang (DPC) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Cilacap Sarjono mengatakan memperoleh laporan kapal terbakar dan hilangnya ABK asal Cilacap pada pertengahan November. Pasalnya, lima ABK tersebut tak memproses keberangkatannya di Cilacap, melainkan di Bali.
HNSI Cilacap telah berkoordinasi dengan HNSI Bali dan DPD HNSI Jawa Tengah untuk turut mendampingi pengurusan hak-hak ABK yang menjadi korban. Rencananya, pekan ini keluarga korban akan menggelar pertemuan dengan PT Chiuh Shih di Bali.
Ia juga mengklaim telah membantu keluarga korban dengan membuatkan Kartu Tanda Nelayan (KTN) dan rekomendasi yang diperlukan. Dokumen ini diperlukan untuk mengurus bantuan dari pemilik kapal.
"Terus sampai saat ini kan belum ada penjelasan. Supaya bisa merapat ke pemilik kapal terbakar-nya di Bali untuk meminta kejelasan agar lebih jelas,” Sarjono menjelaskan.
Advertisement
Asuransi dan Perlindungan ABK Kapal di Perairan Internasional
HNSI juga akan menelusuri kepemilikan asuransi tenaga kerja awak kapal Golden Tuna 88. Sebab, sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk menyediakan asuransi untuk pekerjaan berisiko tinggi ini.
Sarjono menerangkan, seorang nelayan yang menjadi kru kapal di perairan internasional harus memiliki jaminan perlindungan berupa jaminan atau asuransi kesehatan, ketenagakerjaan, dan asuransi jiwa. Sebab, pekerjaannya memang berisiko.
Dan itu, adalah kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan yang mempekerjakan ABK. “Ya, nanti di sana akan dibicarakan, termasuk nelayannya itu, harus diasuransikan. Harusnya perusahaan yang memiliki kapal itu ya harus tahu,” dia menegaskan.
Sarjono menambahkan, sementara ini pihaknya belum berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan Cilacap. Namun, keluarga dan HNSI sudah melaporkan kejadian ini ke kepolisian.