Sukses

Komoditas Ini Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi Bengkulu 2018

Pertumbuhan perekonomian Bengkulu pada triwulan pertama tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5.0 hingga 5.2 persen.

Liputan6.com, Bengkulu - Industri pengolahan karet mentah menjadi bahan setengah jadi atau Crumb Rubber diproyeksikan sebagai faktor utama pendorong pertumbuhan ekonomi Provinsi Bengkulu tahun 2018. Saat ini Provinsi Bengkulu memiliki lebih dari lima perusahaan besar penghasil karet termasuk PT Perkebunan Nusantara VII dan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA).

Kepala kantor Perwakilan Bank Indonesia Bengkulu Endang Kurnia Saputra mengatakan, perekonomian Bengkulu pada triwulan pertama tahun 2018 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5.0 hingga 5.2 persen. Angka ini menunjukkan peningkatan jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi Bengkulu pada periode yang sama tahun 2017 yang berada pada kisaran dibawah 5 persen.

"Imbas terbesar didorong pembangunan industri Crumb Rubber, juga ada dua pembangunan pabrik CPO baru tahun depan," tegas Endang di Bengkulu (3/12/2017).

Kenaikan angka pertumbuhan ekonomi tersebut salah satunya didorong oleh peningkatan pendapatan masyarakat. Khususnya peningkatan harga karet dan CPO serta kenaikan Upah Minimum Provinsi Bengkulu dan penetapan tunjangan pendapatan para Pegawai Negeri Sipil tahun 2018.

Untuk laju Inflasi Provinsi Bengkulu pada triwulan pertama tahun 2018 diperkirakan terkendali berada pada sasaran inflasi nasional sebesar 3.1 persen. Pasokan pangan diperkirakan mencukupi seiring dengan masuknya periode puncak panen pangan lokal dan nasional.

Kondisi ini juga didorong perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang memprediksi cuaca akan kembali normal pada triwulan pertama 2018. Meskipun saat ini wilayah Bengkulu dan sekitarnya masih diterjang badai Dahlia yang merupakan bagian utama dari siklon tropis yang terjadi di Indonesia.

Laju inflasi yang terkendali ini juga ditopang sektor lain. Tarif angkutan udara diperkirakan kembali stabil pada periode ekonomi low season. Apalagi saat ini Bengkulu akan membuka rute penerbangan baru antar wilayah dalam Pulau Sumatra yang akan memangkas biaya transportasi yang selama ini harus transit ke Jakarta.

"Penambahan frekuensi penerbangan akan menekan inflasi yang selama ini didominasi tarif angkutan udara," ujar Endang.

 

Saksikan tayangan video pilihan berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Ekonomi Melambat

Proyeksi pertumbuhan ekonomi Bengkulu awal 2018 ternyata tidak sejalan dengan pertumbuhan ekonomi pada periode terakhir atau triwulan ketiga tahun 2017. Saat ini pertumbuhan ekonomi Bengkulu melambat ditengah penurunan tekanan inflasi.

Deputi kepala kantor perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bengkulu Christin R Sidabutar mengatakan, melambatnya pertumbuhan ekonomi saat ini karena melemahnya daya beli masyarakat. Penurunan konsumsi rumah tangga itu disebabkan kondisi masyarakat yang masih melakukan normalisasi ekepektasi konsumsi pasca lebaran.

"Masyarakat masih melakukan normalisasi pasca lebaran dan Idul Adha," ungkap Christin.

Tekanan inflasi pada triwulan ketiga tahun 2017 ini tercatat sebesar 3.54 persen Years on Years (YOY). Angka ini lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5.44 persen (YOY). Meredanya tekanan inflasi ini kata Christin, bersumber dari penurunan tekanan pada semua sektor.

Penurunan tekanan inflasi pada Volatile Food bersumber pada terkendalinya harga Cabai Merah dan Bawang Putih. Sementara pada Administered Price bersumber dari terkendalinya tarif angkutan udara. Sementara pada sisi inflasi inti didorong meredanya kegiatan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan.

Untuk aktivitas sektor korporasi pada triwulan ketiga tahun 2017 juga tercatat menurun dari periode yang sama tahun 2016. Kondisi ini tercermin dari hasil Survey Kegiatan Dana Usaha (SKDU) Provinsi Bengkulu. Penurunan kinerja sektor korporasi terjadi pada dua sektor utama yaitu pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan. Serta sektor perdagangan hotel dan restoran.

"Uniknya, akses kemampuan pembiayaan jangka pendek dan panjang korporasi justru meningkat," ujar Christin R Sidabutar memungkasi.Â