Liputan6.com, Bandung - Pembangunan proyek rumah deret di RW 11, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, mulai meresahkan warga. Hal itu disebabkan masuknya alat berat di lingkungan tempat tinggal warga.
Bukan hanya karena kebisingan yang ditimbulkan, tetapi masalah ganti rugi yang tak kunjung rampung membuat gusar hati warga. Padahal, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil pada 6 November lalu berkomitmen akan menambah nilai ganti rugi kepada warga.
Selain itu, orang nomor satu di Bandung itu meminta kontraktor tidak melakukan kegiatan pembangunan sampai kesepakatan soal ganti rugi dengan warga tercapai.
Advertisement
"Seluruh pengerjaan baru bisa dilaksanakan kalau janjinya clear semua. Itu diungkapkan Pak Wali Kota waktu audiensi di gedung YPAC," ujar Ketua Forum RW 11 Tamansari, Nanang Hermawan, Rabu, 6 Desember 2017.
Nanang menyatakan warga telah menyampaikan kondisi di lapangan itu kepada Pemerintah Kota Bandung. Pihak Pemkot Bandung melalui Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Prasarana-Sarana Utilitas, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) memberi jawaban melalui surat.
"Kami kecewa karena tanggapan DPKP3 tidak mengakomodasi keinginan warga," jelasnya.
Forum warga pun kembali menyurati Wali Kota Bandung Ridwan Kamil. Namun, hingga hari ini belum ada tanggapan.
Sementara dari dokumen yang dipegang warga saat ini, proyek tersebut dikerjakan oleh PT Sartonia Agung yang beralamatkan di Jalan Taman Jatibatu, Cideng, Jakarta.
Rencananya, warga akan menggugat surat keputusan soal ganti rugi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Diharapkan, dengan adanya gugatan, pemerintah kota dapat menghentikan segala bentuk kegiatan pembangunan selama proses peradilan berlangsung. "Kita akan daftarkan gugatan Kamis nanti," katanya.
Keluh Kesah Warga
Silvia (34), warga RT 05 RW 11 Kelurahan Tamansari, mengatakan aktivitas proyek pembangunan rumah deret sudah dimulai sejak 2 Desember lalu. Pengerjaan awal yang dilakukan, yaitu mendatangkan mesin bor.
Dia mengaku terganggu dengan suara bising yang ditimbulkan dari mesin pengeboran.
"Bukan hanya bising, orang-orang yang sering menongkrongi tempat pengeboran juga sering kumpul malamnya. Mereka nyindir 'lebih baik diukur daripada digusur'," ujarnya.
Selain itu, Silvia merasa tak ada sosialisasi soal pengeboran tanah yang dilakukan pekerja kontraktor.
"Kemarin sempat diberhentikan, tapi hari ini sudah lanjut lagi," ujarnya.
Bukan hanya mesin pengeboran, menurut warga lainnya, Sri (48), kehadiran alat berat ekskavator yang didatangkan sejak Selasa subuh tadi juga meresahkan dirinya.
Menurut Sri, ekskavator tersebut didatangkan pekerja pada pukul 02.00 malam yang diparkir di lapangan di bawah jembatan.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement