Liputan6.com, Bandung - Polemik proyek pembangunan rumah deret di kawasan Tamansari, Kota Bandung, Jawa Barat, bakal memasuki ranah hukum. Puluhan warga RW 11, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, berunjuk rasa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Kamis, 7 Desember 2017.
Unjuk rasa yang didominasi ibu rumah tangga dan anak-anak itu mengusung spanduk bertuliskan penolakan proyek rumah deret yang akan dibangun di lingkungan mereka tinggal.
Ketua RW 11 Tamansari, Rudi Sumaryadi (47) mengatakan, kedatangan mereka dalam rangka melayangkan gugatan perdata atas proyek rumah deret. Proyek Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tersebut dianggap belum sesuai peraturan perundang-undangan.
Advertisement
"Langkah hukum ini kita ambil karena kita belum ada kesepakatan dengan pemkot, sedangkan pengerjaan sudah dilakukan di daerah kami," ucap Rudi, di PTUN Bandung, Kamis (7/12/2017).
Baca Juga
Dia menuturkan, pada 6 November lalu, Wali Kota Ridwan Kamil berkomitmen untuk tidak melanjutkan pembangunan rumah deret sampai ditemukan solusi yang tepat. Kemudian pada 2 Desember, tanpa ada pemberitahuan langsung terhadap warga, tiba-tiba alat pengeboran tanah sudah terpasang di wilayah RT 05.
Tak hanya itu, pekerja dari kontraktor tiba-tiba telah mendapat surat dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman, Prasarana-Sarana Utilitas, Pertanahan, dan Pertamanan (DPKP3) yang isinya memperbolehkan aktivitas pengeboran tanah di RW 11 Tamansari.
Keresahan warga mencapai puncaknya setelah pada Selasa, 5 Desember, masuknya alat berat yang sudah terparkir di Taman Film. Karena itu, warga RW 11 Tamansari menyepakati untuk melayangkan gugatan perdata yang dikuasakan pada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung.
"Mengacu pada janji wali kota saat pertemuan 6 November lalu, uang kerahiman dinaikkan dari 20 persen menjadi 75 persen dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)," ujar Rudi.
Namun, setelah menerima surat dari DPKP3, Pemkot Bandung justru menyerahkan ke kontraktor yang hanya menyanggupi 20 persen dari NJOP.
Sejauh ini, terdapat 130 kepala keluarga terdiri dari 65 bangunan yang tetap bertahan di kawasan Tamansari. Melalui program ini, sejatinya mereka akan menempati rumah deret.
Adapun setelah menggelar unjuk rasa terkait proyek pembangunan rumah deret, warga Tamansari membubarkan diri.
Â
Â
Proses Ulang Proyek
Kuasa hukum warga, Riefqi Zulfikar menuturkan, gugatan perdata telah terdaftar di PTUN dengan nomor registrasi 152/G/2017/PTUN-BDG. Pihaknya menggugat surat keputusan (SK) DPKP3 tentang Relokasi dan Ganti Rugi Program Pembangunan Rumah Deret di Kota Bandung.
Menurut dia, proses konsultasi publik tidak berjalan semestinya. Padahal, aturan soal program ini telah diatur dalam Peraturan Wali Kota Nomor 665 Tahun 2017 yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
"Di situ kita permasalahkan diterbitkannya SK itu secara tiba-tiba tanpa konsultasi publik yang benar. Bahkan, kami nilai soal penentuan lokasi, objek ganti rugi dan prosedur tidak sesuai undang-undang," jelasnya.
Untuk itu, LBH Bandung meminta agar proses konsultasi publik bisa diulang sejak awal.
Sementara itu, gugatan ini akan menunggu pemeriksaan berkas dengan waktu maksimal tiga hari.
"Lalu setelah itu sudah langsung proses persidangan," ujar Riefqi Zulfikar.
Advertisement
Program Jangka Panjang
Sebelumnya, program pembangunan rumah deret di Kota Bandung, Jawa Barat, untuk sementara waktu dihentikan. Sebab, warga masih diberikan waktu untuk berembuk terkait keinginan mereka atas usul Pemkot Bandung.
Apalagi, Wali Kota Bandung Ridwan Kamil menjelaskan bahwa program rumah deret adalah program jangka panjang.
"Kita ingin memastikan di masa depan jika penduduk kota Bandung yang sekarang berjumlah 2,5 juta ke empat juta tetap nyaman. Maka, program merevitalisasi kampung jadi solusi," ucap Ridwan seusai berdialog dengan warga di Gedung YPAC, Jalan Tamansari, Kota Bandung, Senin, 6 November 2017.
Menurut dia, pembangunan rumah deret sudah sesuai aturan atau dikerjakan di tanah negara. Karena akan dibangun di Tamansari, maka warga yang menghuni di kawasan ini dipindahkan dahulu untuk sementara.
"Kita urus, kasih (uang) kontrakannya, bangunan juga diganti sesuai peraturan," ujarnya.
Pria yang akrab disapa Emil ini mengaku ada berbagai aspirasi warga RW 11 yang menginginkan agar menaikkan nilai ganti rugi.
"Saya perjuangkan, tapi saya bilang ke warga jangan memberikan usulan-usulan yang membuat saya melanggar aturan," kata Emil.
Karena dialog dianggap belum selesai, perwakilan warga diharapkan menyampaikan aspirasi terhadap pembangunan rumah deret. "Saya berhentikan dulu sebentar, tapi jangan terlalu lama. Dalam hitungan hari kalau bisa," ujarnya.
Emil pun menjamin bahwa warga RW 11 yang nantinya kembali menempati rumah deret dapat mengacu pada Surat Keputusan Wali Kota. SK tersebut akan menjadi pegangan warga jika keberatan atas peraturan baru.
"Ada SK Wali Kota. Dicap dan ditandatangani, dipegang, dikopi, siapa pun wali kotanya dokumen itu menjadi acuan," kata dia.
Saksikan video pilihan di bawah ini: