Liputan6.com, Banda Aceh - Empat pasien terduga penderita difteri dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin (RSUDZA), Kota Banda Aceh, Aceh. Sejak awal tahun hingga saat ini, tercatat 45 pasien yang dirawat di Ruang Respiratory High Care Unit (RHCU) RSUZA terkait difteri.
Case Manajer Ruang RHCU RSUZA Faridah mengatakan, pasien terduga terjangkit wabah difteri yang dirawat di ruang tersebut rata-rata berusia antara 2 hingga 23 tahun. Pasien berasal dari beberapa daerah di Aceh.
"Yang sekarang dirawat empat orang. Mereka masih suspect. Hasilnya diperoleh nanti dari lab Surabaya," ucap Faridah, saat ditemui di Ruang RHCU RSU Zainoel Abidin, Senin (11/12/2017).
Advertisement
Kasus kematian akibat difteri menjadi momok bagi sejumlah daerah. Paling tidak ada 11 provinsi yang melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) akibat difteri. Secara nasional kasus difteri di Aceh berada di nomor empat provinsi terbanyak pasien terjangkit difteri.
Baca Juga
Hingga kini tercatat 93 kasus penderita difteri di Provinsi Aceh, empat pasien di antaranya meninggal. "Pasien yang paling banyak itu berasal dari daerah Aceh Timur dan Pidie Jaya," ujar Dr Abdul Fatah selaku Kabid Pencegahan Penyakit Menular Dinkes Aceh.
"Pada kurun waktu Oktober-November 2017 ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB Difteri di wilayah kabupaten/kotanya," imbuh Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes, Oscar Primadi.
Sebelas provinsi yang KLB difteri itu adalah Sumatera Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Â
Â
Â
Nyawa 3 Warga Garut Melayang Akibat Difteri
Sebelumnya, tiga warga Kabupaten Garut, Jawa Barat, meninggal dunia akibat wabah difteri. Tercatat, 11 kasus ditemukan di Garut dari total 116 kasus difteri dalam Kejadian Luar Biasa (KLB) di Jawa Barat saat ini.
Kepala Dinkes Garut, Tenny Swara Rifai, mengatakan jumlah penderita difteri meningkat dibandingkan dengan tahun lalu yang hanya lima kasus. "Kami tidak kaget saat difteri berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB) di Jabar. Soalnya tahun lalu juga ada kasus serupa," ujarnya, Senin (11/12/2017).
Menurut Tenny, dari 11 laporan yang ditemukan, sebagian besar berada di wilayah selatan Garut. "Penanganannya dilakukan di RSHS Bandung. Kami tidak menyediakan obat dan vaksin karena jarang kasusnya," paparnya.
Kepala Bidang Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Janna Markus, menambahkan bahwa 11 kasus difteri itu tersebar di Kecamatan Sukaresmi, Cibatu, Cihurip, Garut Kota, Bayongbong, Sukawening, Cisurupan, Pamulihan, Bungbulang, dan Cikajang.
"Yang sembilan orang sekarang sudah sehat. Dua orang meninggal sekitar awal tahun ini," ujarnya.
Jika dibandingkan tahun lalu, ia mengakui kasus difteri di Kota Dodol ini meningkat cukup signifikan. "Tapi, kasusnya bukan yang paling tinggi. Kasusnya memang meningkat dibanding tahun lalu," katanya.
Agar wabah difteri tidak menyebar, ia mengajak masyarakat untuk mengikuti imunisasi lanjutan. Langkah imunisasi dilakukan secara bertahap dari bayi berumur 12 bulan, 18 bulan, hingga duduk di kelas 5 SD.
Selain itu, jika menemukan kasus baru di masyarakat, ia meminta masyarakat segera melaporkannya agar mendapatkan penanganan yang tepat.
Advertisement
Kenali Gejala dan Cegah Difteri
Difteri kembali mewabah di Tanah Air. Bakteri yang sudah terlumpuhkan puluhan tahun lalu itu terdeteksi di 95 kabupaten/kota pada 20 provinsi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan dari Januari sampai akhir November 2017, dilaporkan ada 593 kasus difteri dengan 32 kematian.
Bahkan, 11 provinsi melaporkan kejadian luar biasa (KLB) difteri ke Kemkes. Kasus difteri disebut KLB karena ada peningkatan dua kali kasus pada periode yang sama.
Mengutip laman Mayo Clinic, difteri adalah infeksi serius pada selaput lendir di hidung dan tenggorokan akibat bakteri Corynebacterium dipththeriae.
Gejala difteri ditandai dengan demam yang tak begitu tinggi (38 derajat Celsius), munculnya pseudomembran atau selaput tenggorokan berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit ketika menelan, terkadang disertai pembesaran kelenjar getah bening di leher dan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Ada kalanya gejala difteri juga disertai sesak napas dan suara mengorok.
Difteri disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae dan bersifat mudah sekali menular melalui percikan air liur (droplet) dari bersin atau batuk.
Umumnya difteri menyerang individu yang tak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut, terutama anak-anak. Namun, penyakit ini sebetulnya tak pandang usia dan tidak tergantung musim.
Masa Inkubasi 2-5 Hari
Masa penularan difteri dari penderita, yakni 2-4 minggu sejak masa inkubasi (2-5 hari). Masa inkubasi adalah waktu masuknya bakteri ke dalam tubuh hingga menimbulkan gejala.
Mengingat penularannya begitu cepat, maka bila ada anggota keluarga yang positif mengalami gejala difteri, anggota keluarga lainnya harus mendapat imunisasi. Tujuannya agar anggota keluarga yang lain tak ikut tertular difteri.
Jika gejala difteri tidak segera ditangani atau petugas medis keliru mendiagnosis, maka bisa mengakibatkan kematian pada penderita. Menurut Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Provinsi Jawa Barat, Yus Ruseno, difteri yang sudah parah bisa merusak sistem saraf pusat, jantung, dan ginjal.
Munculnya KLB difteri bisa terkait dengan adanya kesenjangan atau kekosongan kekebalan (immunity gap) di kalangan penduduk di suatu daerah. Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap difteri karena tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya.
Adanya penolakan imunisasi di beberapa daerah di Tanah Air akhir-akhir ini menyebabkan cakupan imunisasi juga tidak sampai 95 persen. Hal itu meningkatkan risiko penyebaran difteri.
Bila semua masyarakat mendukung imunisasi, termasuk difteri, langkah ini bukan hanya melindungi dirinya, melainkan juga mencegah orang lain tertular penyakit tersebut.
"Imunisasi itu pencegahan. Dan tentu harus tahu, melakukan imunisasi itu untuk menolong yang lain juga. Bukan hanya diri sendiri," tegas Menteri Kesehatan, Nila Moeloek.
Saksikan video pilihan di bawah ini: