Liputan6.com, Ponorogo - Beragam jenis batik tersedia di Indonesia. Tidak hanya motif, pewarna batik pun juga berasal dari berbagai bahan. Dian Fajar Riono, perajin batik asal Desa Nambak, Kecamatan Bungkal, Ponorogo, mewarnai batik hasil karyanya dengan bahan-bahan dari tumbuhan, mulai dari akar, daun, dan kulit pohon.
Misalnya untuk warna hijau, ia menggunakan daun juar, daun mangga, dan daun bungur. Sementara, untuk warna kuning, dia mendapatkannya dari kunyit, warna biru dari daun tom, sedangkan warna merah berasal dari akar pace, secang, dan kulit pohon mauni. Untuk warna hitam, dia ambil perpaduan dari warna-warna yang sudah lama dipakai.
Advertisement
Baca Juga
"Pewarnaan dengan tumbuh-tumbuhan ini menarik, karena baunya khas, harum," tuturnya kepada Liputan6.com, Selasa, 12 Desember 2017.
Menurut dia, meski diwarnai dengan pewarna alami, batik buatannya dijamin tidak mudah luntur, karena proses pewarnaan dilakukan selama 15 kali dengan air mendidih serta air kanji.
"Warnanya awet, tidak mudah luntur asalkan tidak dicuci dengan menggunakan deterjen," kata Dian.
Kendala Produksi Batik dengan Pewarna Alami
Bapak dua orang anak ini menambahkan, usaha yang ia geluti sejak tahun 2011 lalu ini juga pernah mengalami kendala. Terutama masalah tenaga kerja. Beruntung, kini ia dibantu oleh 12 orang karyawan.
"Selain itu, kendala lainnya adalah ketersediaan daun bungur. Saya harus menanam sendiri agar mudah mendapatkannya," dia menambahkan.
Untuk satu lembar kain batik ukuran 2,4x1,15 meter, dia membanderol dengan harga Rp 275 ribu hingga jutaan rupiah. Dalam satu bulan, ia mampu meraup omzet puluhan juta rupiah.
"Dalam sebulan saya bisa menjual 20-30 lembar kain batik," Dian mengungkapkan.
Untuk pemasaran, Ono, sapaan Dian, mengirim ke sekitar Ponorogo, Jakarta, Kalimantan bahkan juga pernah pengiriman ke Tiongkok. "Kalau anak muda yang diminati warna terang, kalau dewasa yang diminati batik klasik," Dian menandaskan.
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement