Sukses

Awas, Pelaku Pencabulan Anak Kebanyakan Orang Terdekat

N bahkan mengaku tak hanya dicabuli oleh ayah tirinya, melainkan oleh dua tetangga yang juga masih terhitung sebagai kakek jauhnya.

Liputan6.com, Cilacap - Masitah (bukan nama sebenarnya), adalah seorang buruh migran asal Cipari Kabupaten Cilacap yang bekerja di Hongkong. Lantaran memilki anak dari suami terdahulu, ia menitipkan anak semata wayangnya, N, yang baru berusia 10 tahun kepada ayah tiri dan embahnya.

Ia tak menyangka, menitipkan anak kepada suami yang dipercayainya adalah kesalahan besar yang disesalinya seumur hidup. N menjadi korban pencabulan ayah tirinya.

Belakangan, N sakit. Organ vitalnya infeksi. Ia pun kemudian diperiksa ke mantri kesehatan terdekat. Mantri pun curiga dengan luka di kemaluan N. Saat itulah, N menguak kelakuan bejat ayah tirinya.

Polisi bertindak cepat dengan menangkap pelaku pencabulan anak, si ayah tiri. Adapun N, dititipkan kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Cilacap Tanpa Kekerasan (P2TP2A Citra).

Lebih mencengangkan lagi, kepada psikolog P2TP2A Citra, N bahkan mengaku tak hanya dicabuli oleh ayah tirinya, melainkan oleh dua tetangganya yang telah lanjut usia dan masih terhitung kakek jauhnya.

Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka pencabulan anak di bawah umur, satu di antaranya, si ayah tiri, telah diajukan ke meja hijau.

Sekretaris P2TP2A Citra, Nurjanah Indriyani mengatakan, kasus pencabulan ini hanyalah satu di antara puluhan kasus kekerasan seksual atau pencabulan anak di bawah umur yang terjadi di Cilacap. Ia bahkan menyebut angka kekerasan terhadap anak semakin meningkat dari tahun ke tahun.

"Kalau KDRT trennya turun, yang naik justru kekerasan terhadap anak, terutama kekerasan seksual atau pencabulan anak," katanya, Kamis, 14 Desember 2017.

 

Simak video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Upaya Pencegahan Kekerasan dan Pencabulan Anak

Dalam catatan P2TP2A Citra, pada tahun 2016, angka kekerasan terhadap perempuan dan anak berjumlah 116 kasus. Namun, di tahun 2017 ini, hanya sampai akhir Oktober 2017 saja, angka kekerasan sudah mencapai 101 orang.

Ia memperingatkan, dari puluhan kasus pencabulan anak yang terjadi di Cilacap, nyaris seluruhnya dilakukan oleh orang-orang terdekat. Ayah tiri, paman, kakek, tetangga, guru sekolah, guru ngaji, adalah beberapa pihak yang tercatat sebagai pelaku.

"Hampir semuanya dilakukan oleh orang terdekat," Nurjanah mengungkapkan.

Menurut dia, sebagian besar kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi pada keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Paling banyak, kata dia, terjadi pada keluarga miskin.

Sebab itu, P2TP2A Citra mengintensifkan sosialisasi pencegahan tindak kekerasan terhadap anak pada hampir semua lini, mulai sekolah, pemerintah desa, ibu PKK, kelompok pengajian, dan komunitas-komunitas perempuan lainnya.

Meski begitu, ia pun mengakui tak semua perwakilan P2TP2A Citra beroperasi efektif. Penyebabnya bermacam, mulai dari ketiadaan anggaran hingga keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).

Keberadaan lembaga di masing-masing kecamatan dan desa ini diharapkan membuat korban kekerasan lebih mudah mengakses dan melaporkan tindak kekerasan yang dialami. Masyarakat juga dapat melaporkan tindak kekerasan yang terjadi di sekitarnya.

3 dari 3 halaman

Korban Kekerasan Tak Boleh Takut Melapor

Nurjanah menegaskan, P2TP2A Citra Cilacap juga selalu siap mendampingi korban kekerasan dalam proses litigasi. Dalam kerjanya, Citra bekerjasama dengan kepolisian Cilacap. Selain itu, Citra juga melayani konseling untuk korban-korban kekerasan.

"Kami punya petugas untuk mendampingi dan memberi layanan konseling," dia menjelaskan.

Ia menduga, jumlah kekerasan terhadap perempuan dan anak tak semuanya dilaporkan. Pasalnya, sebagian masyarakat masih menganggap KDRT, kekerasan terhadap peremuan dan anak, sebagai aib yang harus disembunyikan rapat-rapat.

"Angkanya selalu naik. Bukan hanya Cilacap saja. Di Jawa Tengah, rata-rata seluruh Kabupaten kota seperti itu (naik) juga. Jadi masyarakat sekarang itu sekarang lebih pintar," dia menjelaskan.

Nurjanah menjelaskan, kekerasan terhadap perempuan paling banyak dipicu faktor ekonomi. Lantaran persoalan "perut" itu, konflik suami istri kerap terjadi dan KDRT.

Di beberapa wilayah, terutama di kantong buruh migran atau TKI, jumlah KDRT yang berakhir pada perceraian juga cukup tinggi. "Kalau yang tinggi, salah satunya di Cilacap Selatan," dia menandaskan.