Liputan6.com, Jambi - Sunat atau khitan adalah salah satu kewajiban yang harus dilakukan anak laki-laki atau pria muslim. Namun, bagaimana jadinya apabila puluhan Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) di Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, ikut sunatan massal.
Kabupaten Sarolangun di Jambi memang menjadi salah satu daerah kabupaten yang banyak didiami Orang Rimba atau Suku Anak Dalam. Mereka menyebar di sejumlah kawasan, khususnya di Kecamatan Air Hitam yang berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Selama ini, Orang Rimba atau Suku Anak Dalam sejak lama dikenal memiliki kepercayaan animisme atau kepercayaan terhadap roh-roh yang ada di suatu tempat. Salah satu kepercayaan yang terus terjaga adalah bagaimana warga Suku Anak Dalam sangat menghargai alam. Hal itu tecermin dari hampir seluruh perilaku harus selaras dengan alam.
Advertisement
Baca Juga
Seiring waktu, pemerintah daerah di Jambi mulai mengenalkan agama kepada warga Suku Anak Dalam. Beberapa di antaranya mulai memeluk agama karena memang sudah lama berbaur dengan warga pada umumnya.
Salah satu upaya pemerintah daerah itu adalah melalui sunatan massal. Puluhan laki-laki Suku Anak Dalam, mulai dari anak-anak hingga dewasa mengikuti sunatan massal yang digelar Pemkab Sarolangun di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, pada Senin, 11 Desember 2017 lalu.
Sebelum disunat, puluhan warga Suku Anak Dalam terlebih dahulu mengucapkan syahadat sebagai tanda masuk agama Islam.
"Jumlahnya ada 23 orang yang sebelumnya sudah mengucapkan syahadat tapi belum sunat. Makanya dilakukan sunat massal ini," ujar Camat Air Hitam, Suryadi.
Sunatan massal itu juga langsung disaksikan Wakil Bupati Sarolangun, Hilalatil Badri.
Ada kejadian lucu saat proses sunatan massal. Video kejadian itu juga diunggah oleh akun Instagram @humas.sarolangun. Dalam video 60 detik itu diperlihatkan Wakil Bupati Sarolangun Hilalatil Badri mendampingi seorang bocah Suku Anak Dalam.
Mengenakan hem lengan panjang lengkap dengan sarung, sang bocah tampak takut hingga harus dipapah ke pembaringan untuk disunat. Saat dokter sudah siap menyunat, sang bocah langsung menangis dan meronta-ronta.
Wakil Bupati Hilalatil Badri bahkan sampai memeluk agar sang bocah tidak berontak. Saking takutnya, bocah tersebut tak peduli lagi akan bujukan wakil bupati. Sembari menangis ia langsung turun dari pembaringan dan berlalu tanpa disunat terlebih dahulu.
Dalam kegiatan itu, Hilaltil Badri mengatakan, Pemkab Sarolangun akan mengupayakan pembangunan pesantren di kawasan yang ditinggali warga Suku Anak Dalam itu.
"Karena ini harus dibangun secara berkelanjutan. Karena mereka (warga Suku Anak Dalam) sudah masuk Islam, maka harus dididik dengan cara yang Islam juga," ujar pria yang akrab disapa Hilal ini.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Penyeragaman Nama Suku
Suku Anak Dalam sebenarnya adalah sebutan untuk penyeragaman sejumlah suku di Provinsi Jambi. Khusus di daerah Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, kawasan ini paling banyak didiami Suku Anak Dalam dari kelompok Orang Rimba.
Cerita Suku Anak Dalam pernah menjadi buah bibir saat beredar foto pertemuan Presiden Joko Widodo dengan kelompok Suku Anak Dalam di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, pada 2015 lalu.
Rudi Syaf dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi yang sudah belasan tahun melakukan pendampingan terhadap kelompok Suku Anak Dalam mengatakan, penyeragaman nama suku itu dibuat pemerintah sekitar awal 1990.
"Jadi ada Orang Rimba, Suku Bathin IX, hingga suku di pesisir timur Jambi disamakan namanya menjadi Suku Anak Dalam," ujar Rudi, November 2015 lalu.
Salah satu suku yang paling menonjol dan identik dengan Suku Anak Dalam adalah kelompok Orang Rimba yang pernah ditemui Presiden Joko Widodo. Menurut Rudi, kelompok ini memang banyak mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang ada di Kabupaten Sarolangun.
Orang Rimba kini terbagi menjadi tiga kelompok. Pertama, mereka yang lahir dan tinggal di dalam hutan. Kedua, kelompok yang sejak lahir tinggal di kawasan perkebunan sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Ketiga, kelompok yang sudah membaur dan tinggal di kawasan pedesaan bersama warga lain pada umumnya.
Kelompok Orang Rimba atau Suku Anak Dalam yang mendiami kawasan hutan terbilang masih sangat memegang erat budayanya. Di mana kelompok tersebut melarang wanita dewasa bertemu orang dari luar. Bahkan, beberapa kelompok yang menghuni pedalaman TNBD melarang perempuan dewasa difoto atau sekadar diajak ngobrol.
Selain mencari makan dengan cara berburu, sejumlah kelompok Orang Rimba juga berkebun karet dan mencari getah damar. Hasil kebun mereka dibawa menggunakan sepeda motor untuk dijual ke pengepul di pasar.
Rudi menyebutkan, dari sensus yang dilakukan KKI Warsi, populasi Orang Rimba di Jambi mencapai 3.700 orang. Jumlah itu menyebar di tiga titik. Pertama, di kawasan TNBD yang membentang di Kabupaten Sarolangun dan Batanghari berjumlah sekitar 1.700 orang.
Kedua, Orang Rimba yang menempati daerah lintas Sumatera berjumlah sekitar 1.500 orang, dan ketiga, kelompok Orang Rimba yang mendiami kawasan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh (TNBT) berjumlah sekitar 500 orang.
Advertisement